8 desa di kawasan Sangiran tidak bisa mengembangkan wilayahnya dan menuntut ganti rugi - WisataHits
Jawa Tengah

8 desa di kawasan Sangiran tidak bisa mengembangkan wilayahnya dan menuntut ganti rugi

8 desa di kawasan Sangiran tidak bisa mengembangkan wilayahnya dan menuntut ganti rugi

KARANGANYAR – Delapan desa di situs manusia purba Gugus Sangiran Dayu, Gondangrejo, meminta ganti rugi kepada pemerintah pusat. Mereka tidak bisa mengembangkan wilayahnya karena berbenturan dengan peraturan setelah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya.

KARANGANYAR – Delapan desa di situs manusia purba Gugus Sangiran Dayu, Gondangrejo, meminta ganti rugi kepada pemerintah pusat. Mereka tidak bisa mengembangkan wilayahnya karena berbenturan dengan peraturan setelah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Delapan desa tersebut adalah Bulurejo, Tuban, Krendowahono, Dayu, Rejosari, Wonosari, Jeruksawit, dan Jatikuwung.

Kepala Desa Rejosari Agus Supadiyono mengatakan warga di delapan desa tersebut belum merasakan manfaat status desa pusaka. Untuk itu, pihaknya menuntut baik kompensasi maupun regulasi agar mereka bisa mengembangkan wilayahnya: “Kalau pemerintah minta kita bangga dengan daerah Sangiran, apa yang kita banggakan? Investor tidak bisa masuk karena terkendala status tanah, kemudian juga pembangunan Pemkab, dan warga tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Agus.

Lanjut membaca:
Jawa Pos »

Pengacara Ungkap Niat Teddy Minahasa Tangkap Linda Pakai Metamfetamin, Malah Ditipu

Inspektur Jaksa Teddy Minahasa mengatakan kliennya berencana menjebak Mommy Linda dengan metamfetamin, yang akhirnya ditipu. Baca Selengkapnya >>

Tidak harus alami, desa-desa di Wonogiri bisa menggunakan sumber lain untuk desa wisataBanyak desa di Jawa Tengah berlomba-lomba menjadi desa wisata namun dengan memaksakan diri untuk memamerkan atau menggelar sesuatu yang sebenarnya bukan potensi desa.

Tidak Ada Desa Tertinggal di Jabar, Kemendes Bantah Dana Desa Berkurang – Mind-Rakyat.comAbdul Halim mengapresiasi Pemprov Jabar yang telah berhasil meringankan desa tertinggal dan sangat tertinggal.

Ford Foundation Jajaki Pendanaan Penerbitan di IKN | Republik onlineFord Foundation meminta panduan tentang area mana yang memenuhi syarat.

Petisi online tampak memasang lampu lalu lintas di Simpang Tiga Besole KlatenPersimpangan Besole, Desa Klepu, Kecamatan Ceper yang berada di jalan tol Solo-Jogja dinilai berbahaya karena sering terjadi kecelakaan di kawasan tersebut.

Allegri menanggapi rumor Rift dengan BonucciBek Juventus Leonardo Bonucci dikabarkan tidak cocok dengan manajer Massimiliano Allegri, itulah sebabnya ia meminta untuk dijual pada Januari. Allegri menegaskan Bonucci masih penting.

PEMBANGUNAN DAERAH: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membagikan hasil zonasi Sangiran, Rabu (19/10) SOLOPOS PIKIRAN RAKYAT – ​​Pemerintah Provinsi Jawa Barat berhasil memberantas desa tertinggal dalam empat tahun terakhir.

(RUDI HARTONO/RADAR SOLO) KARANGANYAR – Gondangrejo, delapan desa di situs manusia purba Dayu Gugus Sangiran, meminta ganti rugi kepada pemerintah pusat. Mereka tidak bisa mengembangkan wilayahnya karena berbenturan dengan peraturan setelah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Pembentukan dan pengembangan desa wisata di Wonogiri masih terkendala oleh sumber daya manusia yang kompeten. Delapan desa tersebut adalah Bulurejo, Tuban, Krendowahono, Dayu, Rejosari, Wonosari, Jeruksawit, dan Jatikuwung. 511 desa maju dan 1. Lurah Rejosari Agus Supadiyono mengatakan warga di delapan desa tersebut belum bisa merasakan manfaat status desa cagar budaya. .com/Muhammad Diky Praditia) solo pos. Karena itu, pihaknya menuntut ganti rugi serta pengaturan agar mereka bisa mengembangkan wilayahnya. Dalam kesempatan ini, DPMPD Kaltim mengusulkan kepada Ford Foundation untuk mendukung dua Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Buffer Zone IKN, yakni di Kabupaten Paser.

“Kalau pemerintah minta kita bangga dengan daerah Sangiran, kita bangga dimana? Investor tidak bisa masuk karena terkendala status lahan, kemudian juga pembangunan Pemkab, dan warga tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Agus. Namun, jangan sampai pembangunan desa wisata malah mensejahterakan penduduk desa justru menimbulkan masalah baru di desa dalam. Pihaknya perlu menepis anggapan bahwa dana akan turun begitu desa mandiri atau berkembang. Agus menambahkan, pihaknya bersama tujuh kepala desa lainnya berharap bisa membedakan diri dari desa lain. Misalnya, pajak dapat dibebaskan. Daihatsu Rocky Promotion, harga mobil Rp 200 juta jadi hanya Rp 99. Kemudian untuk mengurus administrasi atau sertifikat tanah, tidak sama dengan desa lain. Baca Juga: Kasus Ginjal Akut di Jabar Didominasi Balita Abdul Halim mengapresiasi Pemprov Jabar yang berhasil memberantas desa tertinggal dan sangat tertinggal sehingga yang ada hanya desa berstatus maju, maju dan mandiri di Jabar saat ini. “Pengelolaan lahan pertanian juga bisa dipermudah, paling tidak dengan pemerintah pusat lebih banyak dukungan di sana. Lima dari enam desa wisata di Wonogiri dekat dengan alam. Dari Desa Angsa Slutung ke pemukiman MHA Muluy, jaraknya sekitar 20 km, memakan waktu sekitar 1 jam dengan sepeda motor, kondisi jalan juga rusak, disertai dengan berkendara menanjak dan menurun di hutan.

Mari berbangga karena desa kita adalah desa warisan,” kata Agus. Hal senada disampaikan Kepala Desa Tuban Aris Santoso. “Memang Jawa Tengah dan Wonogiri diuntungkan dengan bentang alam dan kesenian Jawa yang bisa dijadikan desa wisata. Selain Ridwan Kamil, sejumlah bupati/walikota, tokoh desa, inovator pembangunan TTG, pihak swasta dan media juga mendapatkan penghargaan langsung dari Kemendes PDTT terkait dukungannya dalam percepatan pembangunan desa. potensi desa.” “Jujur kami masih memiliki kendala untuk mengembangkan potensi yang ada di daerah kami. Sumber daya lain yang ada di desa bisa dimanfaatkan untuk potensi wisata,” kata Riyadi kepada Solopos saat itu, meski banyak investor yang mengincar kawasan di Gondangrejo.

Kalaupun diminta mendirikan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma), bagaimana solusinya. Riyadi menjelaskan, banyak desa di Jateng yang berlomba-lomba menjadi desa wisata namun memaksakan diri untuk menghadirkan atau menggelar sesuatu yang sebenarnya bukan potensi desa. Kita sudah buat BUMDesma, tapi sampai sekarang belum ada realisasi sama sekali,” kata Aris.(rud/adi) KARANGANYAR – Delapan desa di kawasan situs manusia purba Gugus Sangiran Dayu, Gondangrejo, telah meminta ganti rugi kepada Namun, daerah tersebut tidak memiliki banyak sumber air, mereka tidak dapat mengembangkan wilayahnya karena terbentur peraturan setelah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Delapan desa tersebut adalah Bulurejo, Tuban, Krendowahono, Dayu, Rejosari, Wonosari, Jeruksawit dan Jatikuwung.Akhirnya, Pembangunan desa wisata mandek dan mandek karena tidak ada pengunjung.

Kepala Desa Rejosari Agus Supadiyono mengatakan warga di delapan desa tersebut belum merasakan manfaat status desa pusaka. Karena itu, pihaknya menuntut ganti rugi serta pengaturan agar mereka bisa mengembangkan wilayahnya. “Kalaupun desa liburan tidak harus dekat dengan alam. “Kalau pemerintah minta kita bangga dengan daerah Sangiran, kita bangga dimana? Investor tidak bisa masuk karena terkendala status tanah, kemudian juga pembangunan Pemkab, dan warga tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Agus. Agus menambahkan, pihaknya bersama tujuh kepala desa lainnya berharap bisa membedakan diri dari desa lain. Misalnya, desa bisa menjual paket wisata kehidupan desa seperti menggembala kambing atau kegiatan subsisten lainnya untuk penduduk desa. Misalnya, pajak dapat dibebaskan.

Kemudian untuk mengurus administrasi atau sertifikat tanah, tidak sama dengan desa lain. Riyadi menjelaskan, desa perlu bisa membedakan desa wisata dan desa wisata. “Pengelolaan lahan pertanian juga bisa dipermudah, paling tidak dengan pemerintah pusat lebih banyak dukungan di sana. Mari berbangga karena desa kita adalah desa warisan,” kata Agus. Wisata desa adalah suatu bentuk kegiatan wisata yang membawa wisatawan untuk melihat dan mengapresiasi daya tarik wisata budaya alam atau buatan yang ada di desa. Hal senada disampaikan Kepala Desa Tuban, Aris Santoso. Menurut Aris, setelah adanya status cagar budaya, pemerintah desa mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi desa secara maksimal. Kawasan tersebut didukung dengan atraksi, akomodasi dan fasilitas lainnya yang sesuai dengan kearifan lokal masyarakat desa.

“Sejujurnya, kami masih berjuang untuk mengembangkan potensi di daerah kami. Bahkan, banyak investor yang mengincar kawasan di Gondangrejo. Biasanya ada tiket atau tiket dan bisa dikelola oleh siapa saja termasuk perorangan. Kalaupun diminta mendirikan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma), bagaimana solusinya. BUMDesmanya sudah kita buat, tapi sampai sekarang belum ada realisasi sama sekali,” kata Aris. Jika itu desa wisata, kunjungan itu berupa rangkaian kegiatan paket wisata.(rud/adi).

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button