Thomas Lembong secara terbuka mengungkapkan 5 masalah yang membingungkan Ancol - WisataHits
Jawa Barat

Thomas Lembong secara terbuka mengungkapkan 5 masalah yang membingungkan Ancol

TEMPO.CO, jakarta – Tiba-tiba Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk Thomas Trikasih Lembong secara terang-terangan membuka jeroan perusahaan pengelola taman hiburan yang dianggapnya tidak sehat bahkan penuh intrik politik.

Mantan menteri di kabinet Jokowi yang kini dekat dengan Anies Baswedan itu menilai direksi Ancol saat ini tidak kompeten dan penuh intrik dari rekan-rekan. Akibatnya, perusahaan tidak dapat berkembang dan bahkan banyak aset yang seharusnya menjadi sumber pendapatan terhenti.

Dalam wawancara khusus online dengan tim Tempo pada Jumat, 12 Agustus 2022, Tom Lembong, demikian ia biasa disapa, menjelaskan sejumlah kesimpangsiuran dalam pengelolaan Taman Rekreasi Ancol.

1. Kepengurusan Ancol bercirikan politik internal

Kepemimpinan perusahaan ditandai dengan politik internal dan divisi dalam manajemen. “Tidak kompak dan saling sabotase,” ujarnya.

Thomas Lembong mengaku bosan dengan pengurus Ancol saat ini yang terlalu politis untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini kemudian mengakibatkan Ancol tidak berkembang.

“Saya capek sekali (lelah) karena banyak tenaga sudah bolak-balik ke politik dalam negeri dan juga politik,” katanya.

2. Sejumlah proyek mandek di Ancol

Karena konflik internal dan politik dalam manajemen, hal ini mempengaruhi kemampuan Dewan untuk mengembangkan perusahaan dan mengelola aset. Akibatnya, beberapa rencana yang dibangun berakhir di tengah jalan.

“Ancol tidak berkembang, banyak proyek yang mandek di Ancol,” kata Thomas

Thomas mencontohkan pembangunan hotel bintang lima di sebelah Mermaid Resort yang diharapkan menjadi andalan Ancol. Alih-alih menghasilkan struktur yang megah, proyek ratusan miliar dolar hanya meninggalkan fondasi.

Ia juga menyebut pengelolaan ABC Mall atau Ancol Beach City yang berada di kawasan Pantai Karnaval Ancol. Bisnis yang dijalankan dua pengusaha patungan itu sempat mandek karena konflik internal.

Dia mengatakan mal ini adalah proyek antara dua pengusaha yang kemudian berselisih. Akibatnya, proyek terhenti. “Pada akhirnya, kita yang memakainya, kan. Itulah yang ingin kami lakukan dengan sampah di tanah kami dan apa yang harus dilakukan dengan itu sebagai beban,” katanya.

Pengelolaan Sea World bermasalah. Akuarium besar ini, kata Thomas, dimaksudkan untuk menjadi daya tarik bagi wisatawan. Namun nyatanya, perjalanan administrasi Sea World juga bermasalah. “Sea World bekerja dengan baik dalam kemitraan dengan Lippo, tetapi masalah ini sampai ke Mahkamah Agung,” kata Thomas.

3. Ancol masih menjalankan model bisnis jadul

Model bisnis perusahaan masih mengandalkan taman bermain atau theme park yang sudah ketinggalan zaman. Dufan, aset satu-satunya theme park andalan Ancol, dinilai tidak cukup untuk menopang beban utang perusahaan, meski tetap menguntungkan.

“Manajemen sudah terlalu lama berpegang pada model bisnis Ancol yang sudah ketinggalan zaman,” kata Thomas Lembong.

Thomas Terima kasih Lembong. DIBAWAH

Thomas mengatakan bisnis taman hiburan tidak cocok untuk pasar pariwisata abad ke-21. Bisnis ini membutuhkan investasi besar dalam peralatan dan pemeliharaan. Sedangkan pengembalian investasi harus menunggu hingga 40-50 tahun.

Dia tidak menyarankan Ancol untuk membangun Dufan kedua. Selain itu, Dufan tidak akan lagi dapat menangani semua kelas wisata di masa depan.

“Wisatawan kelas menengah ke atas kini dapat dengan mudah terbang ke Singapura, Universal Studios, dengan maskapai penerbangan bertarif rendah. Atau yang daya belinya kuat akan langsung ke Sentosa Island,” kata Thomas.

4. Masuk Ancol harusnya gratis

Thomas Lembong mengatakan, masyarakat yang memasuki kawasan wisata Ancol tidak perlu membayar tiket. Penarikan tiket hanya berlaku untuk wahana tertentu.

“Harusnya gratis untuk masyarakat (tiket ke Ancol),” kata Tom Lembong.

Thomas Lembong mengakui, pencarian tiket merupakan salah satu pemasukan terbesar bagi perseroan. Namun, dia melihat bahwa jalan itu sudah tua dan usang.

“Kita harus mampu menciptakan mesin pendapatan lain untuk menghasilkan keuntungan bisnis atau likuiditas hutang,” katanya.

5. Ancol masih berutang Rp 1,4 triliun

Ancol masih menanggung beban utang sebesar Rp 1,4 triliun. “Kegagalan manajemen ini membuat kami tidak mampu mendukung utang secara memadai,” kata Thomas Lembong.

6. Ancol akan merombak dewan secara fundamental

Ancol akan melakukan reorganisasi Direksi sesuai dengan agenda RUPST.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan Tom Lembong ingin jajaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terdiri dari para profesional dan bukan hanya jabatan politik.

“Alhamdulillah Pak Anies dan Jaya Group telah sepakat untuk membawa manajemen Ancol kembali ke level profesional yang murni,” kata Thomas Lembong.

KECEPATAN TIM

Baca Juga: Biaya Investasi Marina Ancol Rp 2,5 Triliun, Investor Australia ke Jepang Jadi Target

Source: metro.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button