Sosiolog UMM mengatakan virus Citayam ada karena pemerintah tidak mendukung seni fashion - WisataHits
Jawa Timur

Sosiolog UMM mengatakan virus Citayam ada karena pemerintah tidak mendukung seni fashion

miskin

Fenomena Citayam Fashion Week sempat viral dan merambah ke berbagai daerah termasuk Jawa Timur. Banyak kemudian muncul sebagai street fashion, sehingga ada kelebihan dan kekurangan di masyarakat.

Luluk Dwi Kumalasari, dosen sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), meyakini Citayam Fashion Week adalah fenomena alam dan akan menjadi virus positif kemudian menyebar tidak hanya di Jakarta tetapi di berbagai daerah antara lain Surabaya, Malang, Madiun dan Kediri.

“Mengenai realita penyebaran, ekspresi lewat fashion ini. Saya pikir itu hal yang wajar. Mungkin orang bisa berbeda pendapat ketika ada yang viral Virus,” kata Luluk, Minggu (24 Juli 2022) saat diwawancarai detikJatim.

Dengan munculnya fenomena ini, lanjut Luluk, banyak orang yang telah menciptakan ruang untuk berekspresi. Yang akhirnya tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi virus positif ini juga menyebar ke daerah lain.

Menurut Luluk, ruang ekspresif mode merupakan momen interaksi di mana orang-orang dengan perbedaan yang ada melebur menjadi satu dengan konsep kebersamaan atau interaksi inklusif.

Konten kreator Surabaya di Jalan Tunjungan mirip dengan CitayamKonten Kreator Surabaya di Jalan Tunjungan mirip dengan Citayam (Foto: Esti Widiyana)

“Ini adalah momen interaksi yang menghargai pluralitas dalam ruang ekspresi yang bisa diapresiasi semua orang. Kita bisa lihat kemarin di Kayutangan dengan nama Street Style, yang diikuti tidak hanya oleh remaja tapi juga orang dewasa,” ujarnya.

Luluk menambahkan, ruang berekspresi yang difasilitasi oleh pemerintah sangat jarang untuk isu fashion. Di Malang, misalnya, ruang ekspresinya adalah arena olahraga, sepak bola, dan seni, lebih seperti grafiti.

Selain itu, di beberapa daerah desain alun-alun secara sadar sebagai ruang publik dan sekali lagi mode tidak dipromosikan dengan baik. “Jadi bisa dikatakan bahwa ruang berekspresi yang mencakup semua kreativitas semua orang masih sangat kurang dan ini harus diperhitungkan untuk kebijakan selanjutnya,” ujarnya.

Luluk meminta partisipasi semua pihak, terutama pemerintah daerah, untuk menciptakan ruang berekspresi guna mengurangi dampak negatif terhadap masyarakat. Apalagi jika menggunakan fasilitas jalan seperti di Citayam tentu akan mengganggu ketertiban umum atau ketertiban lalu lintas.

“Jadi beginilah kota ditata, untuk menciptakan ruang berekspresi, agar tidak mengganggu ketertiban umum. Ini harus didiskusikan dengan tepat dan dilengkapi dengan pedoman baru. Bagaimana jadinya kalau kreativitasnya begitu banyak,” jelasnya.

“Seperti kemarin dijadikan di Kayutangan sebagai ikon baru pariwisata di perkotaan. Saya pikir itu bisa diselesaikan dengan baik. Dengan para aktor, mereka harus bisa bernegosiasi dengan baik, sebagaimana mestinya,” lanjutnya.

Menurut Luluk, ada kebutuhan besar bagi pemerintah daerah untuk mengambil bola untuk mempertimbangkan ruang berekspresi di kalangan anak muda untuk menyalurkan kreativitas mereka. Dengan penataan kembali kawasan tata kota, realitas kebutuhan ruang untuk ekspresi kreativitas masyarakat luas kini muncul.

“Mungkin sudah waktunya untuk berpolitik. Ini (street fashion) perlu diperhatikan dengan seksama. Sehingga di daerah-daerah tertentu orang bisa merasa nyaman mengekspresikan sesuatu, dan dulu ada konsep bahwa ini adalah interaksi positif yang muncul tanpa adanya kebersamaan,” pungkasnya.

Tonton video Pertanyaan Gadget untuk video Pekan Mode Anak Citayam
[Gambas:Video 20detik]
(iwd/iwd)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button