Fenomena Citayam Fashion Week dari perspektif sosiolog - WisataHits
Jawa Barat

Fenomena Citayam Fashion Week dari perspektif sosiolog

DENPASAR (ANTARA) — Belakangan ini muncul fenomena anak muda berkumpul di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, sembari berekspresi melalui ‘Citayam Fashion Week’.

Mayoritas remaja remaja berasal dari daerah penyangga Jakarta, seperti Depok, Citayam dan Bojong Gede di Bogor.

Namun tak sedikit seperti Ancol, Tanjung Priok dan Cakung yang berasal dari Jakarta, maka tak heran jika singkatan SCBD bukan lagi merupakan Sudirman Central Business District, melainkan Sudirman, Citayam, Bojong Gede, Depok.

Kawasan Perdagangan Terpadu Sudirman atau dikenal dengan SCBD sering disebut sebagai kawasan elit dan eksklusif. Namun belakangan ini, area tersebut menjadi tempat berkumpulnya anak-anak muda untuk memamerkan berbagai jenis pakaian tanpa disponsori oleh merek Mode aman. Fenomena ini telah menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk akademisi.

Sosiolog Universitas Udayana Bali Wahyu Budi Nugroho, S.Sos., MA menyebut fenomena “Citayam Fashion Week” seni bermain kode dan simbol di kalangan remaja, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Denpasar, Bali, Sabtu.

Fenomena Citayam Fashion Week kemudian dikaitkan dengan kajian semiotika dari perspektif sosiologis. Dia mengatakan merek atau produk apa pun Mode selalu mengandung kode atau simbol tertentu. Kode atau simbol sengaja dibuat oleh industri Mode untuk mewakili atau mampu mewakili karakter konsumennya.

“Ada merek fashion tertentu yang menonjolkan keunggulannya sehingga yang memakainya merasa mewakili dirinya sendiri, atau bisa juga yang tidak merasa superior justru merasa superior setelah memakainya,” ujar dosen tersebut. di Universitas Udayana Bali. Wahyu Budi Nugroho.

Wahyu, demikian penulis buku Sosiologi Kehidupan Sehari-hari disebut, adalah contoh kode atau simbol Mode menunjukkan keindahan, feminitas, maskulinitas atau maskulinitas, kemudaan, keunikan, bahkan kode atau simbol Mode yang menunjukkan bahwa pemberontakan sengaja dibuat untuk mengekspresikan karakter seseorang melalui penampilan, atau bisa juga membuat seseorang merasa demikian setelah menggunakannya.

Dengan kata lain, kode atau simbol Mode kata Wahyu juga memiliki dimensi performatif (kemampuan bertindak); Dia bisa mengatakan sesuatu, memberikan informasi spesifik, dan bahkan menunjukkan status dan tingkatan seseorang di dunia sosial.

budaya konsumen

Sosiolog Universitas Udayana, lulusan program sarjana sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada ini menjelaskan, ada beberapa dampak sosial yang bisa ditimbulkan dari fenomena Citayam Fashion Week.

Pertama, munculnya masyarakat tontonan, yaitu masyarakat, atau dalam hal ini pemuda Citayam, saling menunjukkan kode-kode atau simbol-simbol yang ditunjukkan melalui satu sama lain. Mode yang mereka pakai. Fenomena ini lambat laun bisa ditiru oleh anak muda di daerah lain di Indonesia.

Secara sosiologis, fenomena tontonan publik selalu berpotensi meluaskan cakupannya, apalagi jika sudah diliput oleh media massa.

“Dalam fenomena tontonan publik, anak muda di Citayam bertukar simbol, dan jika anak muda lain ingin masuk ke komunitas ini, mereka juga harus memiliki simbol untuk bertukar dengan melihat secara konkret seperti anak muda di Citayam,” kata Presiden dan Direktur Sanglah Wahyu Nugroho Lembaga.

Kedua, munculnyaperbedaan sosial” atau jarak sosial dari orang muda lainnya. Penggunaan kode atau simbol tertentu dalam Modekatanya, berpotensi memberikan definisi tentang apa yang dianggap keren dan tidak keren, bagus dan tidak bagus, dan kekinian dan tidak kekinian di kalangan anak muda.

“Siapa saja yang dianggap tidak keren, tidak baik atau tidak up-to-date bisa terpinggirkan atau dikucilkan dari dunia sosial, karena itu salah satu konsekuensinya. Mode adalah menciptakan struktur sosial semu dalam dunia sosial,” kata Wahyu Nugroho.

Aspek ketiga yang muncul dari fenomena Citayam Fashion Week adalah budaya konsumsi, yaitu ketika kaum muda menghabiskan lebih banyak uang untuk penampilan daripada untuk hal-hal lain yang lebih produktif, seperti pendidikan mereka, terutama ketika mereka terlilit hutang atau perlu melamar pekerjaan. kredit untuk menghasilkan uang, terlihat seperti yang mereka inginkan.

Destinasi wisata baru

Wahyu percaya Citayam Fashion Week idealnya tidak hanya menjadi tempat di mana kode dan simbol yang berbeda ditampilkan atau dipertukarkan di kalangan anak muda, tetapi juga dapat mempromosikan modal sosial di antara mereka.

“Modal sosial ini, jika dikelola dengan baik, dapat disalurkan ke hal-hal yang produktif, seperti B. proyek bersama terkait media sosial sehingga bisa menghasilkan pendapatan darinya, atau bisa juga dengan mengajukan proposal ke pihak tertentu untuk melakukan kegiatan positif kepemudaan yang masih berkelanjutan Mode,” dia berkata.

Menurut Wahyu, tidak tertutup kemungkinan kegiatan ini akan berubah menjadi festival mingguan dan menjadi wadah untuk merintis wirausaha muda di kalangan anak muda.

Di sisi lain, menurut dia, festival ini juga dapat mendongkrak kegiatan ekonomi masyarakat sekitar, apalagi jika Citayam Fashion Week menjadi destinasi wisata baru bagi masyarakat luas, khususnya pariwisata. Mode.

Jika demikian, Wahyu menyarankan agar pemerintah daerah memfasilitasi kegiatan ini, dan kondisi ini tidak mungkin terjadi di kota-kota besar lainnya karena Jakarta selalu menjadi trendsetter.*

Berita ini disiarkan di Antaranews.com dengan judul: Sosiolog: Seni Memainkan Kode dan Simbol di Citayam Fashion Week

Source: jabar.antaranews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button