Perpanjang masa tinggal di Girilayu dan Sangiran melalui Fashion Creative Economy - WisataHits
Jawa Tengah

Perpanjang masa tinggal di Girilayu dan Sangiran melalui Fashion Creative Economy

RADARSOLO.ID – Badan Pelaksana Otorita Borobudur telah menyelesaikan perluasan kapasitas bisnis ekonomi kreatif (ekraf) fashion di Girilayu, Karanganyar dan Sangiran, Sragen. Selama 105 hari, para fashion creative khususnya para pengrajin batik diajak untuk lebih kreatif dan inovatif. Baik dari segi desain, produk maupun pemasaran batik. Harapannya, dukungan ini tidak hanya meningkatkan kualitas perekonomian, tetapi juga meningkatkan lama tinggal wisatawan di kawasan tersebut.

“Program ini juga bisa menjadi salah satu bentuk daya tarik wisata. Produk tie-dye tidak hanya dipasarkan secara digital. Tapi bagaimana orang bisa sampai di sana, bisakah mereka mengikuti kursus pelatihan tie-dye dan sebagainya. Ini menjadi daya tarik yang menarik. Karena hal ini konsisten dengan tujuan wisata berkualitas tinggi, lama tinggal adalah tujuan kami. Kalau ada tempat wisata seperti ini, kita dukung,” kata Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Oneng Setya Harini. Radar Jawa Pos Solo dalam kegiatan final Peningkatan Kapasitas Usaha Fashion Industri Kreatif di Kawasan Pariwisata Borobudur, Kamis (17/11) malam di Harris Hotel Solo.

Menurutnya, pendampingan tidak hanya sebatas pemasaran produk. Pengrajin tie-dye juga didorong untuk lebih meningkatkan potensinya. Tujuannya adalah untuk menonjolkan keunikan motif dan desain tie-dye pada masing-masing kelompok.

“Kekhasan ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Sehingga fokus dukungan tidak hanya pada digitalisasi pemasaran produk,” lanjutnya.

Plh. Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Borobudur Agustin Warinangin membenarkan kendala selama pendampingan adalah membuka wawasan para perajin batik untuk berkreativitas. Sebagai aturan, mereka dibatasi oleh standar yang ada. Selain itu, pengrajin tie-dye tidak menggunakan teknologi saat mendesain tie-dye.

“Nah itu kita dorong. penggunaan teknologi. Untuk membuat desain lebih jelas. Maka produksinya tidak lebih dari batik daripada kain. Tapi juga sebagai produk turunan lainnya seperti tas dan sebagainya,” ujarnya.

Selanjutnya adalah pemasaran produk. Agustin mengatakan, hingga saat ini pemasaran tie-dye hanya mengandalkan pembeli yang datang berkunjung. Kedepannya para perajin diharapkan aktif memasarkan ke konsumen melalui digital marketing.

“Dengan adanya kemungkinan pemasaran digital, diharapkan jangkauan pasar akan meningkat. Sejauh ini, produk mereka sudah sampai di Jakarta. Tapi secara tidak langsung. Harapannya para perajin sekarang bisa langsung menarik konsumennya sendiri,” imbuhnya.

Sementara itu, 57 peserta telah mengikuti capacity building ini. Awalnya, ada 70 pengrajin batik. Namun, setelah disaring dan diseleksi, hanya 57 pengrajin yang selamat dan ikut membantu sampai selesai. (Ya)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button