Perencanaan tata ruang dalam pembangunan ekonomi - WisataHits
Jawa Tengah

Perencanaan tata ruang dalam pembangunan ekonomi

Perencanaan tata ruang dalam pembangunan ekonomi

UKURAN wilayah (region) dan tata ruang (spatial) merupakan variabel penting dalam perencanaan pembangunan. Penataan ruang wilayah merupakan wadah di mana kegiatan ekonomi dan pembangunan berada, sehingga harus dipilih dan ditetapkan secara tepat agar kegiatan ekonomi dan pembangunan tidak terdistorsi dan gagal.

Ada tiga tahapan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah; tata ruang matematis (bersifat statis) kemudian diterapkan pada tata ruang geografis, kemudian diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan berevolusi menjadi tata ruang ekonomi (JR Boudeville).

Banyak teori situs dan pengembangan wilayah telah dirumuskan oleh banyak ahli, yang semuanya menekankan pentingnya setiap fungsi memiliki ruang lingkup pengaruhnya (layanan).

Konsep (1) lanskap ekonomi (penempatan setiap kegiatan usaha harus sesuai dengan potensi dan kemampuan negara, dan (2) optimalitas Pareto (mencapai output yang optimal) digunakan dalam pemanfaatan tata ruang wilayah yang efisien.

Penyelenggaraan penataan ruang wilayah ditujukan untuk mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan secara serasi, terpadu, perlindungan fungsi tata ruang, dan terhindar dari dampak negatif terhadap lingkungan (UU-RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

– Iklan –

Mengingat pentingnya peran ekonomi spasial wilayah dalam pembangunan daerah, sudah selayaknya para pengambil kebijakan di setiap kabupaten/kota memahami hal ini. Dalam arti lain, tata kota tidak sekadar mengikuti tren atau meniru kota lain. Seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo dalam suatu kesempatan

Disinilah dibutuhkan kecerdasan dan kepekaan seorang bupati/walikota. Apakah tata kota membawa efek ekonomi positif, efek historis untuk menciptakan ikon di kabupaten/kota, atau sebaliknya menumpuk masalah sosial, ekonomi dan sejarah?

Baru-baru ini terjadi di Bojonegoro bahwa mendirikan pasar tradisional di satu sisi merupakan upaya positif, namun di sisi lain pindah ke tempat baru tanpa memperhatikan tata kota telah menimbulkan efek baru hilangnya mata pencaharian masyarakat, yang dalam jangka panjang telah berkurang. angka kemiskinan di Bojonegoro akan meningkat. Belum lagi mencermati kajian sejarah awal perkembangan Islam, dimana pasar, masjid, alun-alun dan balai-balai pemerintahan diintegrasikan dan pada kenyataannya citra sebuah kota direfleksikan dan dikembangkan tanpa menggerogoti dan menghancurkan sejarah “pembangunan dasar lokal”. Ditambah lagi dengan berkembangnya wisata sejarah tanpa melihat sejarah, seperti pembangunan masjid di perbatasan barat Bojonegoro.

Bojonegoro seharusnya bisa belajar dari Semarang, Ponorogo, Surabaya, Tuban, Banyuwangi yang mendahului lahirnya sebuah ikon kota dengan tata kota yang matang. Dan tidak hanya coba-coba.


*YAZID MAR’I

Sekretaris KSK ngopi pagi dari Ledok kulon, 25 Januari 2023

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button