Pengembangan hutan inklusif untuk kepentingan warga • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Pengembangan hutan inklusif untuk kepentingan warga • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIJ telah memulai pembangunan hutan yang inklusif. Pengelolaannya dikoordinasikan dengan konsep sociopreneur pada warna-warna tematik. Sehingga keberadaan hutan dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.

Kepala DLHK DIJ Kuncoro Cahyo Aji menjelaskan alasannya mengembangkan hutan inklusif dengan konsep sociopreneur. Ia berharap deklarasi hutan inklusif dapat menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat. Seperti meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar penyangga hutan. Berperan dalam mengatasi stunting.

“Dan buka akses bagi penyandang disabilitas agar tidak ada masyarakat yang terpinggirkan dan semua bisa berperan dalam pengelolaan hutan,” ujarnya kepada Radar Jogja kemarin (27/11).

Pengelolaan hutan dilakukan dengan pendekatan sosial budaya. Sehingga menyesuaikan dengan kearifan lokal dan dominasi budidaya hasil hutan yang ada atau telah berkembang di masyarakat setempat. “Menjadikan hutan inklusif membutuhkan partisipasi masyarakat, sehingga dibentuk Community Learning Center (CLC),” jelasnya.

CLC merupakan sarana publik untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam hutan inklusif. Ini termasuk kelompok tani hutan (KTH), masyarakat sekitar penyangga hutan, pendamping hutan dan pejabat terkait. “Sebagai bentuk komunikasi, dipahami keseimbangan persepsi dalam kaitannya dengan pengelolaan kawasan hutan,” jelasnya.

Pendirian CLC juga dilatarbelakangi oleh banyaknya pendatang yang memanfaatkan hutan di luar dengan konsep dan fungsinya. Karena itu Kuncoro melihat perlunya mengubah mekanisme dan SOP dalam penggunaan sumber daya. “Saat ini partisipasi yang sedang berjalan adalah pada tahap informasi (hutan inklusi, catatan redaksi)”, tambahnya.

Kegiatan ini untuk Humas. Harapannya ke depan akan terjalin kemitraan atau hubungan timbal balik antara pemerintah dengan pemangku kepentingan terkait. Sinergi ini juga diharapkan mampu menumbuhkan masyarakat mandiri dan berkembang sejalan dengan tujuan hutan inklusif.

Kuncoro mengatakan dari temuan CLC, sekolah hutan perlu ditindaklanjuti sebagai bentuk capacity building. Sekolah kehutanan juga akan fokus pada dua peminatan. Evolusi dengan menyesuaikan warna tematik. Selain itu, pengembangan budidaya olahan turunan hasil hutan.

Ia mengungkapkan Wana Husada di kawasan Madubronto, Paliyan, Gunungkidul merupakan contoh sekolah hutan yang cukup sukses. Kepentingan terbagi menjadi dua. Pertama, minat pengembangan budidaya Empon-Empon, dimulai dengan penanaman dan diakhiri dengan peningkatan kualitas produksi dan pengemasan. Kedua, penggunaan Empon-Empon sebagai bahan kegiatan spa. “Sedangkan untuk sekolah hutan di Mangunan akan ada dua jurusan, pengembangan pariwisata dan penangkaran ulat sutera,” ujarnya. (gemuk/malas)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button