NGULIK BANDUNG: Situ-Situ di Zaman Kolonial - WisataHits
Jawa Barat

NGULIK BANDUNG: Situ-Situ di Zaman Kolonial

BandungMove.id– Di koran Lokomotif rendah Pada tanggal 27 Desember 1935, JM Wesselink menulis secara ekstensif tentang semua kemajuan yang telah dicapai Bandung saat itu. Wesselink, Wali Kota Bandung, sesumbar bahwa kota yang dikelolanya merupakan kota hunian paling menarik di Pulau Jawa.

Kota Bandung memiliki udara yang sejuk karena berada di kaki pegunungan. Pemandangannya juga indah. Kota ini diberkati dengan berbagai pemandangan alam yang menakjubkan. Warga lokal tentunya wisatawan yang datang bisa dengan mudah menikmati banyak hal.

Cukup misalnya dengan perjalanan yang tidak memakan waktu lama untuk mencapai puncak Gunung Tangkuban Parahu untuk menikmati keindahan kawah kembarnya. Dan masih punya cukup waktu untuk menikmati keindahan danau kecil – Situ Lembang – dalam perjalanan pulang.

Daerah Bandung juga ramai. Bangunan-bangunan besar mendominasi jantung kota. Kantor pemerintah, perguruan tinggi, sekolah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, distrik perbelanjaan, hotel, fasilitas olahraga dan banyak lagi. Persediaan makanan segar berlimpah, mulai dari sayuran hingga susu segar, dipasok dari perkebunan dan peternakan di seluruh kota. Sebuah kota yang dianggap tertutup dari segi konten selama masa kolonial.

Wesselink mengklaim bahwa kondisi kesehatan warganya relatif lebih baik daripada di kota-kota besar lainnya di Hindia Belanda. Selain itu, kota Bandung diberkahi dengan iklim yang sejuk, memiliki persediaan air yang melimpah, yang diimbangi dengan sistem pembuangan limbah tertutup yang dianggap modern pada masanya.

Persediaan air yang melimpah ditunjukkan dengan banyaknya danau atau telaga yang ada di sekitar Bandung. Danau ini dijadikan sebagai sumber air sekaligus tempat wisata yang menawan. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Situs Patengan.  Koleksi foto KITLV 124147 (sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Situs Patengan. Koleksi foto KITLV 124147 (Sumber: digitalcollections.universiteileiden.nl)

Situs Patengan

Situ Patengan adalah danau favorit Franz Wilhelm Junghuhn, naturalis, ahli geologi, petualang yang menghabiskan sebagian besar hidupnya menjelajahi Sumatera dan Jawa. Dalam bukunya Jawa, Bentuknya, Tanaman Penutup dan Struktur Internal (Jawa – Its Form, Surface and Inner Structure), diterbitkan di Belanda pada tahun 1853, ia menyebutnya danau gunung terbesar di Jawa.

Junghun berhenti di danau gunung pada Juli 1837 untuk melakukan pengamatan. Di tepinya ia membangun gubuk kayu. Dalam buku tersebut, ia menceritakan secara detail tentang danau yang menyerupai mata di tengah hutan hijau yang luas dari puncak Gunung Patuha. Danau yang Tenang.

Junghun, yang membuka danau itu ke seluruh dunia ketika, setelah kembali ke Jawa pada tahun 1855, ia ditugaskan oleh pemerintah Belanda untuk membudidayakan tanaman kina. Ia memilih rangkaian hutan di pegunungan Jawa. Hutan di lereng Patuha, tidak jauh dari Telaga Patengan, adalah salah satu hutan yang dipilihnya untuk mencoba budidaya kina.

Nyatanya, kina yang diunggulkan Junghun tidak mencapai hasil yang memuaskan. Namun dengan dibukanya perkebunan kina, akses ke danau di tengah hutan mulai terbuka.

koran Tanah Jawa: iklan baru, komersial dan iklan untuk India Belanda 18 dan 23 Februari 1887 menggambarkan sulitnya mengakses danau. Perjalanan panjang harus dilakukan melalui penyeberangan Sungai Citarum dan melalui hutan lebat di kaki Gunung Patuha.

Pemerintah Hindia Belanda tidak memberikan izin untuk membuka jalan menuju Danau Patengan sampai tahun 1903 (Bataviaasch nieuwsblad, 9 Mei 1903). Jembatan besar yang digunakan untuk menyeberangi Sungai Citarum yang lebar dan berarus deras memudahkan akses jalan menuju danau. Dua puluh tahun kemudian, Situ Patengan dapat dikunjungi dengan mobil (Mooi Bandoeng Volume 1 nomor 11, edisi Mei 1934).

Saat itu, Situ Patengan sudah berkembang menjadi tempat wisata. Winckel menulis di majalah Mooi Bandoeng Terbitan Juni 1934 disebutkan bahwa danau ini tidak direkomendasikan untuk berenang karena airnya dalam. Wisatawan bisa menikmati danau untuk memancing dan tentunya juga menikmati pemandangannya.

Baca juga: NGULIK BANDUNG: Charlie Chaplin berhenti di Bandung #1
NGULIK BANDUNG: Charlie Chaplin berhenti di Bandung #2
NGULIK BANDUNG: Asyiknya Berkendara di Bandoeng Kolonial

Situs Cileunca.  Hotel Ttjileuntja di Sitoe Tjileuntja dekat Canning dekat Bandoeng dengan beberapa sapi di latar depan.  Koleksi foto KITLV 182149. (Sumber: digitalcollections.universiteileiden.nl)

Situs Cileunca. Hotel Ttjileuntja di Sitoe Tjileuntja dekat Canning dekat Bandoeng dengan beberapa sapi di latar depan. Foto koleksi KITLV 182149. (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)


Situs Cileunca

koran De Preanger Bode November 1912 menulis: “Di jalan utama menuju Perusahaan Pasir Malang, Pengalengan terletak Sitoe Tjileuntja yang terkenal, sebuah danau dengan beberapa bangunan di daerah yang membentang di sepanjang jalan. Dulunya adalah ngarai, tetapi sekitar 60 tahun yang lalu dibanjiri oleh Vedana setempat. Puncak pohon masih berada di atas permukaan air, dari mana orang bisa menebak keberadaan mereka sebelumnya.”

Jika merujuk pada surat kabar, pembangunan danau di Pangalengan terjadi sekitar tahun 1857. Situ Cileunca berada tepat di sisi satu-satunya jalan menuju perkebunan kina Pasir Malang. Danau itu terlihat seperti kolam besar dengan batang pohon yang mencuat dari permukaan air.

“Ratusan batang pohon mencuat setengah meter dari air menunjukkan Anda sedang berhadapan dengan hutan yang terendam atau jurang yang dibendung,” tulisnya. De Preanger BodeNovember 1912.

Situ Cileunca awalnya tidak ada. Itu buatan manusia dengan membendung sungai yang kemudian membanjiri lembah. koran Bataviaasch Nieuwsblad, tanggal 8 Januari 1918, tercatat luas bangunan 30, atau setara hanya 21 hektar. Bandingkan dengan luas saat ini yang mencapai 1.400 hektar.

Pemerintah Hindia Belanda sengaja memperluas danau dengan membangun bendungan, yang pada saat itu juga berfungsi sebagai sumber air untuk pembangkit listrik. koran De Preanger BodeDiberitakan 7 Oktober 1919, pembangunan bendungan baru dimulai pada 1919 bersamaan dengan persiapan pembangunan PLTA Tjisaroewa.

Pembangunan bendungan untuk memperluas penampungan air di Situ Ciluenca terhenti. koran De Preanger-bode tertanggal 1 Oktober 1923 menyebutkan sejumlah kendala yang memperlambat pembangunan bendungan. Ini termasuk curah hujan yang tinggi dan kurangnya pekerja. Pembangunan bendungan pertama, Bendungan Poelo, akhirnya selesai pada tahun 1924 (Courant India28 Januari 1924).

Tidak butuh waktu lama bagi Situ Cileunca untuk menjadi salah satu tempat wisata utama di Bandung saat itu. koran De Körier tanggal 3 Mei 1935, dikatakan wisatawan bisa beristirahat di sana dengan melakukan berbagai kegiatan seperti berlayar, berenang, atau sekedar berkumpul untuk makan bersama dan menikmati indahnya pemandangan di sana.

Situs Lembang.  Pemandangan Gunung Tangkuban Parahu menunjukkan sebuah danau yang diperkirakan adalah Situ Lembang.  Foto koleksi KITLV 1405511. (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Situs Lembang. Pemandangan Gunung Tangkuban Parahu menunjukkan sebuah danau yang diperkirakan adalah Situ Lembang. Foto koleksi KITLV 1405511. (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

siini lembang

majalah Mooi Bandoeng Nomor 7 Jilid 11, terbit November 1939, diriwayatkan oleh Situ Lembang. Sebuah danau kecil di lembah antara Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Parahu yang tak kalah mempesona dari Situ Cileunca. Ini bisa menjadi saingan terberatnya untuk menarik wisatawan berkunjung.

Situ Lembang relatif lebih dekat dengan kota Bandung. Hanya saja tidak bisa dikunjungi setiap saat.

majalah Mooi Bandoeng mengatakan akses jalan menuju Situ Lembang yang bisa ditempuh dengan mobil dari sini Waterleidingweg di jalan lembang, tepat di belakang gedung Isola, hanya diperbolehkan terjadi pada hari Minggu. Juga harus mendapat izin terlebih dahulu dari Kepala Dinas Kehutanan Bandung Utara yang berkantor di Cibeunying. Dari sana hanya membutuhkan waktu 15 menit dengan mobil untuk mencapai Situ Lembang dengan pemandangan yang indah di sepanjang jalan.

Situ Lembang dulunya adalah danau alami. Pemerintah Hindia Belanda membangun waduk untuk memanfaatkan air guna memenuhi kebutuhan air warga Bandung. Bendungan tersebut menambah luas Situ Lembang dan menelan sebagian hutan di sekitarnya.

Berdasarkan keprihatinan warga Kota Bandung terhadap berkurangnya pasokan air akibat pembangunan perkotaan yang semakin padat. Dewan Kota Bandung saat itu mengajukan permohonan izin kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menggunakan air dari Situ Lembang (Situ Lembang).De Körier7 November 1930).

Beberapa bulan kemudian, pemerintah Hindia Belanda memberikan lampu hijau untuk aplikasi tersebut. Dibutuhkan waktu satu tahun untuk membangun waduk untuk mengatur aliran air dari Situ Lembang. Sebagian airnya digunakan untuk irigasi, sisanya digunakan sebagai air minum bagi warga Bandung.De lomo rendah24 Desember 1931).

koran Het nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie? melaporkan pada 24 Maret 1932 bahwa pembangunan waduk telah selesai. Pada awal Desember 1931, Waduk Situ Lembang mulai beroperasi.

Situs Ciburuy.  Foto suasana festival ikan tahunan di Situ Ciburuy dekat Padalarang, dimuat di surat kabar De locomotief pada 16 Oktober 1935. (Sumber: delpher.nl)

Situs Ciburuy. Foto suasana festival ikan tahunan di Situ Ciburuy dekat Padalarang, dimuat di surat kabar De locomotief pada 16 Oktober 1935. (Sumber: delpher.nl)

Situs Ciburuy

koran De Preanger-Bode 17 November 1909 menceritakan tentang keindahan Situ Ciburuy yang terletak di dekat Padalarang. Danau yang dulunya digambarkan sebagai danau dengan pemandangan indah dengan air yang jernih, kemudian terancam oleh tanaman air yang tumbuh di dekat permukaannya. Air danau hampir tidak terlihat.

Sampai pada titik balik ketika KH Groeneveld, seorang Belanda, tertarik untuk menyewa Situ Ciburuy (De Preanger-Bode, 20 November 1921). Ia ingin mencoba membudidayakan ikan air tawar.

Groeneveld mempraktekkan ilmu yang didapatnya di Jerman tentang budidaya ikan air tawar. Dia mulai membersihkan danau dari vegetasi berlebih yang menutupi hampir seluruh danau di Situ Ciburuy. Dia membiakkan ikan lokal dan membiarkan mereka hidup bebas di danau.

Setahun sekali ia membuka kolamnya untuk penyewa yang ingin memancing. Ia juga menyewakan rakit untuk memancing di danau. Tentu saja, peserta harus membayar sewa, tetapi ikan yang mereka dapatkan dibeli dengan harga yang pantas.

koran Het nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie?Pada tanggal 6 November 1929, di setiap akhir tahun, para pembeli dan nelayan konon berkumpul di Situ Ciburuy untuk festival memancing yang bisa berlangsung selama berhari-hari. Beberapa perusahaan patungan menyewa rakit bambu untuk menangkap ikan di tengah danau, yang lain memilih untuk memancing dari tepi.

“Harga yang baik dibayar untuk ikan dan biaya segera pulih. Pasti ada nelayan yang kurang beruntung, tapi itulah kenapa disebut togel. Selain menang, senangnya mendapatkan ikan tetap menjadi daya tarik untuk terus berusaha,” tulis surat kabar tersebut.

Lebih banyak peserta setiap tahun. Pesta nelayan selalu dipadati warga. koran Jurnal perdagangan umum untuk Nederlandsch-Indie? Pada tanggal 15 Oktober 1930, ribuan orang dari berbagai tempat, dari Garut, Sukabumi, Cianjur, Purwakarta dan Karawang, datang hanya untuk menghadiri festival nelayan yang diadakan setahun sekali di Situ Ciburuy.

*Penulisan kolom Ngulik Bandung yang terbit setiap hari Kamis merupakan bagian dari kerjasama antara www.bandungbergerak.id dengan komunitas Djiwadjaman

Source: bandungbergerak.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button