Hari ini di tahun 1867: Kilas balik ke pengoperasian kereta api pertama di Jawa - WisataHits
Jawa Barat

Hari ini di tahun 1867: Kilas balik ke pengoperasian kereta api pertama di Jawa

TEMPO.CO, semarang -Hari ini pada tahun 1867 jalur kereta api pertama di Indonesia resmi dibuka dan kemudian dideklarasikan sebagai Hari Kereta Api Indonesia.

Dengan diluncurkannya website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jalur kereta api pertama di Indonesia dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron Sloet van de Beele, mulai 17 Juni 1864.

Proyek pembangunan rel kereta api antara Semarang, Solo dan Jogjakarta. Upaya awal yang dilakukan sejak Agustus 1861 telah membuahkan hasil yang positif.

Menurut arsip Perusahaan Kereta Api Belanda dalam presentasi sketsa rel antara Samarang-Vorstenladen oleh perusahaan Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Perkeretaapian didasarkan pada tujuan ekonomi dan kebutuhan massa. Pada hari Jumat, jalur pertama diletakkan di Kementerian Umum untuk memulai proyek modernisasi transportasi ini. Padahal, seiring dengan pembukaan lahan dan penyiapan stasiun, awal pembangunan rel ini hanya sampai di kawasan Tangoeng di kawasan Grobogan. Belum mengarah ke jalur Solo atau Jogjakarta.

Hal ini mungkin disebabkan letak geografis wilayah yang akan dilintasi KA yang harus dipersiapkan dengan matang. Stasiun Samarang atau yang lebih dikenal dengan Kemidjen merupakan stasiun pertama yang kini telah menghilang.

Faktor geografis wilayah Semarang menjadi penyebabnya. Baik itu terjadi karena erosi pasang surut atau penurunan di wilayah pesisir karena perubahan iklim. Hanya Stasiun Tanggoeng yang masih tersisa hingga kini dan dijadikan sebagai kawasan heritage perkeretaapian Indonesia.

Seperti dilansir situs KAI.id, pelaksanaan pembangunan sistem perkeretaapian mendapat respon yang sangat positif di masyarakat saat itu. Hingga NISM secara bertahap membangun gedung perkantoran kereta api, yang sekarang dikenal sebagai Lawang Sewu.

Kemudian proyek pembangunan kereta api di Jakarta ke Bogor (1872) juga dikembangkan; Rute dari Gundih ke Cepu (1903); rute Jogjakarta, Magelang dan Ambarawa (1905); Jogjakarta, Srandakan, Brosot (1915); dan jalur Solo, Wonogiri, dan Baturetno (1923). Semua mengupayakan mobilitas yang lebih cepat, baik dalam hal distribusi sumber daya alam (tebu) maupun di ranah komersial (penumpang).

Kita tentu harus berterima kasih atas perkembangan positif sistem transportasi kereta api ini. Jalur kereta api yang biasa digunakan merupakan hasil proyek Belanda pada masa penjajahan Indonesia. Baik melalui kerja upahan maupun kerja paksa, semuanya turut andil dalam mewujudkan keberadaan jalur lokomotif uap di pulau Jawa.

Meski seiring berjalannya waktu banyak rel yang dibangun dalam keadaan tidak aktif saat ini. Tentu dengan berbagai faktor, dengan jalur tidak aktif untuk berbagai perkembangan KAI lainnya dimoderasi dalam proyeksi jangka panjang. Pasti akan menyenangkan ketika kereta wisata diaktifkan di rel kereta api yang menyimpan sejuta cerita sejarah.

Sebagai penggemar kereta api, setidaknya saya berpihak pada stasiun kereta api di Indonesia. Baik pemugaran, perbaikan dan peremajaan untuk melestarikan sejarah perkeretaapian yang kita banggakan. Tidak digunakan sebagai bangunan pribadi atau dihancurkan oleh pihak-pihak yang tidak memahami sejarah perkeretaapian Indonesia.

Tentunya akan lebih baik jika dapat dikembangkan dengan berbagai konsep modern yang humanistik dan mendidik bagi generasi muda masa kini, seperti Museum Kereta Api Ambarawa yang mendokumentasikan jalur kereta api tua yang terpelihara dengan baik.

IDRIS BUFAKAR
Baca Juga:Sulawesi Selatan Siapkan Tempat Wisata Sepanjang KA Makassar-Pare-Pare

Source: bisnis.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button