Mengubah kawasan Karhutla Riau menjadi destinasi wisata yang potensial - WisataHits
Jawa Barat

Mengubah kawasan Karhutla Riau menjadi destinasi wisata yang potensial

Embung Terpadu Kampung Dayun Kabupaten Siak yang berfungsi sebagai cadangan air untuk kebakaran hutan dan lahan juga digunakan sebagai tempat wisata bebek dan sepeda air serta diatasnya Flying Fox Track Rope. (ANTARA/HO-Pokdarwis Dayun

RIAU, Lightning.com- Jerebu adalah pengalaman kelabu bagi Riau Tanah Melayu. Kekaisaran, pikiran, dan kerajaan juga dipanggil untuk bekerja keras dalam praktik pembakaran polong gambut yang tidak tahu malu.

Rambu-rambu Taqwa juga sampai di Desa Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak. Tanah tertua tempat Raja Kecik, Sultan pertama Kerajaan Siak Sri Indrapura, singgah untuk melihat Danau Zamrud.

Satu-satunya desa bebas transmigran di Kecamatan Dayun menjadi ladang karhutla. Padahal, semua desa pemukim di sekitar mereka menanam kelapa sawit, komoditas yang diyakini sebagai dalang kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Namun khususnya di Desa Dayun yang tidak hanya berbahan kelapa sawit, sering terjadi kebakaran hutan dan hutan yang menimbulkan jerebu atau asap.

Kepala Desa, atau di sini Penghulu Kampung Dayun, Nasya Nugrik mengatakan, pohon aren yang sudah tidak produktif sering dibakar untuk ditanami kembali dengan yang baru. Limbah kelapa sawit akan ditinggalkan dan kemudian dibakar dan lahan akan dibiarkan kosong selama beberapa waktu.

Baca juga:
Inilah tujuh etika penting saat traveling ke tempat baru

Untuk itu, Badan Pemadam Kebakaran dan Kebakaran Hutan Manggala Agni wilayah operasi Siak berkantor di Desa Dayun. Pada masa sebelum pandemi COVID-19, aparat Kampung Dayun sibuk mewaspadai kebakaran hutan dan lahan.

Untuk mencegah bencana asap, dibangun bendungan sebagai cadangan air. Kendaraan darat dan helikopter akan mengangkut air dari sana ke kolam seluas 6.000 meter persegi.

Dana desa sekitar 300 juta rupiah harus dikeluarkan untuk genangan air agar Dayun tetap biru. Pembangunan waduk ini memakan biaya yang cukup besar karena pengoperasian alat berat tidak bisa ditolerir.

Selain himbauan besar-besaran untuk melindungi kawasan dari belenggu kebakaran lahan, intensitas bara api juga sudah berkurang. Pada tahun 2019, waduk tersebut jarang dijamah sebagai cadangan air, sehingga terjadi semak belukar di lokasi Jalan Tengku Makmur.

Pada saat yang sama, pemerintah Dayun bekerja sama dengan perusahaan terdekat, Badan Kerjasama Operasi, PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu untuk membangun kawasan hijau dan olahraga. Lokasinya tepat di depan hutan dan hutan waduk.

Baca juga:
Eceng Gondok dan Tantangan Wisata Danau Toba

Ada lapangan bulu tangkis atau voli multifungsi, lapangan futsal, sepak takraw, taman bermain anak, gazebo, dan jogging track seluas 2,4 hektar. Diresmikan pada akhir tahun 2019, tapi sepertinya ada kolam di belakangnya yang semakin menjadi semak belukar.

Ternyata, Kepala Desa Dayun, Nasya Nugrik, punya ide untuk memanfaatkan bendungan tersebut. “Saya pikir ini seharusnya lebih menjadi tempat wisata daripada semak. Maunya apa, garukan saja seperti flying fox, misalnya di kolam bebek air,” ujarnya.

Kemudian Nasya bertanya kepada pecinta alam dan mendapat ide untuk mencari instruktur untuk berbagai wahana. Instruktur bisa datang dari Bandung dan melakukan berbagai wahana dan juga cara mengoperasikannya.

Kelompok sadar pariwisata lokal digunakan untuk sumber daya manusia ini. Kemudian disebut Embung Terpadu Dayun dan sedikit demi sedikit sejumlah wahana dibangun dan selesai pada tahun 2020 tetapi kondisi pandemi belum membuatnya beroperasi.

Wahana Embung terintegrasi Dayun

Baca juga:
Diskusi dengan Santri, Sandiaga Uno Bawa YouTuber

Rute menuju Dayun adalah jalan menuju Pelabuhan Tanjung Buton dan lokasi Embung terpadu ini, setelah Polres Siak masuk sisi kanan sejauh 1-2 kilometer. Saat sampai di sebelah kiri kami melihat area hijau dan olahraga dan setelah itu ada pintu masuk ke Embung Terpadu Dayun.

Tempat parkirnya cukup luas dan pintu masuknya menurun mengikuti jalur yang berwarna-warni. Untuk masuk ke Embung Terpadu sejauh ini belum ada tiket atau gratis masuk.

Di depan pintu masuk di sisi kiri Anda akan melihat ketinggian sekitar 7-8 meter titik awal untuk naik “Flying Fox”. Dari puncak kami berayun 116 meter ke bawah di atas reservoir rawa gambut. Untuk menikmati wahana ini harganya cukup terjangkau yaitu hanya Rp 20.000 saja.

Menyusuri jalan setapak menuju kolam, pemandangan dimanjakan dengan gerbang minimalis warna-warni setiap dua meter. Beberapa langkah kemudian Anda akan melihat ayunan dan gubuk. Di sisi lain, tentu saja, gubuk segitiga modern dengan atap jerami turun ke tanah untuk duduk di tepi kolam.

Sebuah usaha mikro, kecil dan menengah yang diproduksi oleh Kampung Dayun muncul di sebelah kanan sebelum bendungan. Perlu diketahui bahwa produk Anda dari Dayun adalah semangka yang dibuat oleh warga sekitar sebagai turunannya. Mulai dari sup, keripik hingga jelly semangka dan bahkan kerajinan tie-dye bertema semangka.

Baca juga:
Sandiaga Uno menjadikan ADWI sebagai program unggulan dan fokus pada penciptaan lapangan kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

Kembali ke waduk ada kesempatan untuk bersenang-senang di atas air seperti bebek dan perahu dayung. Untuk menikmati suasana romantis dan menyenangkan ini, cukup merogoh kocek Rp 10.000 sekali untuk bermain dalam sepuluh menit.

Waduk air unik ini memiliki pulau di tengahnya dan terlihat seperti huruf kecil “e” dari udara. Sekitar setengah dari waduk ini, sebuah kanal setebal sekitar dua meter dilintasi sepeda atau bebek air.

Jalan dari sisi kiri kolam kaki mengarah ke lukisan tiga dimensi yang menjadi trek jogging. Jika Anda ingin dimanjakan dengan kelezatan kuliner, Anda bisa mencoba berbagai penjualan rakyat di kios-kios kontainer modern di sebelah kiri.

Jika Anda ingin pergi ke pulau dari waduk ini, ada jembatan yang disebut “Jembatan Monyet”. Di tengah bendungan ini terdapat gazebo atau pendopo dimana Anda bisa sekedar duduk-duduk dan makan jamu yang bisa disediakan oleh Pokdarwis.

Ada juga wahana lain yang memacu adrenalin di sini, yaitu “Shaking Bridge”. Ya, jembatan bergoyang ini terbuat dari tali dan anak tangga kayu setinggi lebih dari empat meter. Jangan takut jatuh karena ada tali dan hard hat serta pemandu yang terlatih.

Baca juga:
Ini dia delapan destinasi wisata alam yang keren di Taiwan

Jembatan ayun ini juga akan melewati kanal penyimpanan, sehingga tantangan untuk melihat ke bawah bukan hanya daratan tapi juga airnya. Untuk menikmati keseruan ini kamu hanya perlu membayar Rp 10.000 saja.

Daya tarik lain di depan waduk juga tempat duduk dan sampan kuning nakal yang tidak tahu kapan harus pergi. Ada juga “jogging track” di sisi kanan, trek yang merupakan lukisan 3D, yang sangat instagramable untuk difoto. Di atas adalah payung dan gerbang gaya Jepang Kyoto.

Selain wahana, paviliun dan titik penjualan UMKM, Embung Terpadu sudah memiliki fasilitas penunjang yaitu toilet. Bahkan ada rencana membangun dua homestay untuk memudahkan mereka yang ingin bermalam. Karena rencananya akan ada shuttle bus ke taman nasional.

Masuk 50 besar

Kampung Dayun berpenduduk sekitar 8.000 orang dan jika termasuk pekerja perusahaan, jumlahnya bisa mencapai 12.000 orang. Awalnya Dayun termasuk dalam kategori desa tertinggal, namun karena berbagai inovasi telah dilakukan, kini menjadi desa yang mandiri.

Baca juga:
Itulah Perbedaan Heha Sky View dan Heha Ocean View, Yuk Simak!

Dayun tidak hanya meraih penghargaan Desa Terbaik se-Kabupaten Siak, tetapi juga mengikuti lomba desa wisata tingkat provinsi dan nasional. Dengan andalan Embung Terpadu Dayun ini berhasil meraih juara pertama desa wisata di provinsi Riau pada tahun 2021.

Di tahun yang sama, Desa Dayun mengikuti Indonesia Tourism Village Award (ADWI) 2021. Saat itu, Dayun berhasil masuk dalam 300 desa wisata teratas dari lebih dari 7.000 pendaftar.

“Tahun 2021 kita usahakan, walaupun belum ada pos Pokdarwis, belum ada BUMDes yang terintegrasi, bahkan MCK pun tidak ada,” kata Penghulu Nasya.

Pada tahun 2022, Kampung Dayun akan kembali mengikuti ADWI dengan sejumlah pembenahan. Dari tujuh kategori sebelumnya, mungkin hanya dua atau tiga yang terpenuhi, namun sekarang sudah ada semua, yaitu Atraksi, Institusi, Homestay, MCK, Digitalisasi Desa, CHSE dan Souvenir.

Desa Dayun kini telah lolos evaluasi oleh Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif. Seperti tahun lalu, Dayun masuk 300 besar dan peningkatannya berhasil masuk 100 besar dan sekarang di luar dugaan masuk 50 besar.

Baca juga:
Ini tips cara mengajak anak jalan-jalan agar tidak rewel di perjalanan

Untuk itu, Desa Dayun mendapat kunjungan dari Menparekraf, Sandiaga Salahuddin Uno dan tim evaluasi. Untuk beberapa kategori di atas, Nasya Nugrik lebih memilih institusi.

Menurutnya, banyak tempat wisata di Indonesia yang dikelola pengelola pariwisata namun tidak bisa bekerja sama dengan desa. Namun di Dayun, lembaga yang dijalankan oleh Penghulu, Pokdarwis, Bumdes dan perusahaan saling mendukung.

Tidak hanya menambah gengsi, Embung Terpadu Dayun juga menghasilkan uang secara ekonomi. Objek wisata ini telah mendatangkan pendapatan puluhan bahkan ratusan juta bagi pemerintah desa dari hasil wahana yang disediakan setiap tahunnya.

Sistem keuangannya dibagi rata 50 persen antara Pokdarwis dan kas desa (bendahara desa). Pokdarwis merupakan unit pelayanan pariwisata di BUMDes yang beranggotakan 12 orang.

“Tahun 2021 kami akan menerima Rp 60 juta. Tahun ini Idul Fitri lalu, uang yang beredar 116 juta rupiah, termasuk omzet jualan warga,” kata Penghulu.

Baca juga:
Sensasi berselancar dengan perahu phinisi di Labuan Bajo

Rencana ekonomi berikutnya meminta perangkat desa untuk mengembangkan Nota Kesepahaman dengan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Riau untuk mengelola Wisata Danau Zamrud. Di sini Pokdarwis Dayun dapat mengantarkan mobil dan perahu ke danau gambut terbesar kedua di dunia.

Ada paket yang dirancang untuk menyesuaikan apakah itu perjalanan sehari atau menginap semalam di pondok nelayan di sekitar Danau Zamrud. Tentu saja, pengalaman menikmati alam sekitar yang masih asri bersama setidaknya enam teman sekaligus akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Itu tujuan akhirnya, karena sejak awal tujuan waduk terpadu adalah untuk mendukung pariwisata ke Danau Zamrud. Pangkat Pasal yang ingin pergi ke Danau Zamrud harus memiliki izin ke Dayun di mana seluruh Pulau Bawah dan Danau Pulau Besar berada.

“Harganya sudah fix. Paling tidak enam orang dengan makanan, semuanya Rp 3 juta di gubuk komunal tepi danau, ”jelasnya. (Ya memang)

Baca juga:
Inilah Berbagai Destinasi di Aceh yang Wajib Dikunjungi

Source: www.kilat.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button