Mengapa Indonesia tidak mencetak uang untuk melunasi utang? Itu sebabnya - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Mengapa Indonesia tidak mencetak uang untuk melunasi utang? Itu sebabnya – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Ada beberapa alasan Indonesia tidak bisa mencetak uang sebanyak mungkin untuk melunasi utang luar negerinya. (Ilustrasi/Dok. Solopo)

Solopos.com, SOLO — Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Indonesia tidak mencetak uang sebanyak mungkin untuk melunasi utang luar negerinya?

Jawabannya tentu saja negara tidak bisa begitu saja mencetak uang. Mengapa demikian? Simak ulasan berikut ini.

PromosiJos! Petani dan peternak Klaten bisa menjadi pendukung kedaulatan pangan

Utang luar negeri Indonesia (ULN) diketahui mencapai US$403,0 miliar atau Rp5.919,2 triliun (kurs Rp14.688/US$) pada triwulan II 2022.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), terjadi penurunan dibandingkan posisi utang luar negeri pada triwulan sebelumnya yang mencapai angka US$412,6 miliar.

Soal utang Indonesia, kenapa pemerintah tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk melunasi utang?

Baca Juga: Di Tengah Krisis, Performa Ekonomi Mengesankan Jadikan Manisnya Kado HUT RI ke-77

Mengutip akun resmi Instagram @bank-indonesia, Sabtu (20/822), berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, disebutkan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas dan wewenang untuk menatausahakan rupiah, meliputi perencanaan, pencetakan, pengeluaran dan sirkulasi.

Namun setiap kali mencetak rupiah baru harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai pertimbangan seperti: B. kebutuhan likuiditas perekonomian, penggantian uang lama, pecahan yang sesuai, dan sebagainya.

Ada beberapa implikasi yang muncul ketika negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, bahkan dengan dalih membayar utang negara. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut tiga hal yang terjadi ketika negara mencetak uang sebanyak-banyaknya:

Baca juga: Tiga Tantangan Transformasi atau Krisis Multidimensi

Nilai uang akan turun

Jika pemerintah mencetak uang sebanyak mungkin dengan kedok membayar utang, nilai uang itu sendiri akan menurun.

Sebab, jumlah uang beredar yang tidak diikuti dengan bertambahnya jumlah barang di pasaran akan membuat harga barang-barang tersebut menjadi lebih mahal.

Akibatnya, nilai uang yang dicetak menjadi sangat tinggi, justru berkurang bahkan mungkin tidak berharga (tidak ada artinya).

Inflasi naik

Efek lain dari pemerintah mencetak uang sebanyak mungkin dengan kedok membayar utang adalah menaikkan inflasi. Menurut Bank Indonesia, inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama periode waktu tertentu.

Ketika pemerintah mencetak terlalu banyak uang, harga produk naik lebih cepat. Kenaikan harga ini terjadi secara terus menerus atau selama periode waktu tertentu untuk sebagian besar barang dan jasa. Seperti halnya uang, peredaran uang beredar dan peredaran barang-dagangan harus seimbang.

Baca juga: Kemunculan Uang Khusus Rupiah Yang Beredar di Kota Solo Tahun 1948

Dapat mendorong hutang baru

Uang yang dicetak tidak didukung oleh komoditas, dapat menyebabkan masalah karena tidak ada akumulasi kekayaan karena pemerintah tidak memiliki apa-apa untuk membayar utang.

Bahkan ketika mencetak uang, pencetakan uang seharusnya tidak hanya berfungsi untuk melunasi utang negara. Bukannya bebas dari kemiskinan, mencetak uang dalam jumlah besar dan tidak terkendali justru bisa menambah utang negara.

Itu sebabnya negara-negara, termasuk Indonesia, tidak bisa mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk melunasi utang luar negerinya.

Untuk melunasi utang luar negeri, suatu negara harus mampu mengukur jumlah penduduknya dan bekerja secara produktif untuk memanfaatkan kekuatan dan potensi negara tersebut seperti sumber daya alam, bahan baku, pariwisata, dll.

Source: www.solopos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button