Langkah PUPR menyediakan rumah bagi masyarakat
JAKARTA – Memiliki rumah merupakan dambaan banyak orang, terutama anak muda yang saat ini mendominasi jumlah penduduk di Indonesia. Pemenuhan cita-cita tersebut nampaknya agak terhambat oleh harga yang semakin selangit, membuat lahan atau ruang hidup semakin langka.
Presiden Joko Widodo membaca kenyataan ini. Itu sebabnya ia membuat Program Sejuta Rumah (PSR) pada tahun 2015 atau selama masa jabatan pertamanya. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan milenial, untuk mendapatkan tempat tinggal.
Hunian bukan hanya apartemen, Jokowi ingin rumah yang dibangun dalam program tersebut benar-benar layak huni. Dengan cara ini, masyarakat tidak hanya sekedar “formalitas” kepemilikan rumah, tetapi juga bisa merasakan kenyamanan rumah.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku Panglima PSR juga menuai hasil manis. Sejak dimulai pada 2015, Kementerian PUPR kini telah membangun 6,7 juta unit rumah. Rinciannya 4,8 juta unit pada 2015-2019 dan 1,9 juta unit pada 2020-2021.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah mengatakan dalam siaran persnya, pihaknya menargetkan peningkatan akses perumahan terjangkau hingga 70% pada tahun 2024, meningkat dari tahun 2020 yang hanya 56,7%.
“Melalui pelibatan ini diharapkan dapat mengurangi backlog dan menyediakan perumahan yang layak dan sehat bagi masyarakat Indonesia, khususnya MBR,” tambah Fatah di Jakarta, Minggu (07/08).
Apalagi sejak pandemi COVID-19, rumah menjadi tempat penting untuk mencari tempat berteduh. Masyarakat memiliki aktivitas baru yaitu bekerja dari rumah dan sekolah dari rumah, agar terhindar dari paparan virus di tempat umum.
Fatah juga mengakui bahwa kebutuhan akan rumah sehat semakin meningkat sejak pandemi COVID-19. Alasannya, rumah benar-benar menjadi pusat kegiatan setiap masyarakat agar masyarakat merasa nyaman berada di rumah yang sehat dan terhindar dari penyakit.
“Rumah adalah tempat kita mencari perlindungan untuk mengisolasi pandemi yang kita hadapi. Kebutuhan akan rumah yang aman dan layak huni merupakan hal mendasar dan memegang peranan penting,” lanjutnya.
Rumah juga harus cocok untuk bekerja atau sekolah. Ini gambaran baru setelah pandemi COVID-19 melanda Indonesia pada Maret 2020. Saat itu, pemerintah mengulangi imbauan untuk tetap di rumah dan tidak melakukan mobilitas. Tentu saja kondisi ini menghasilkan citra sebuah rumah yang harus memenuhi aspek kelayakan bekerja atau belajar bagi mahasiswa.
Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR juga telah berhasil mencapai realisasi 235.696 unit rumah layak huni pada tahun 2020. Pencapaian tersebut antara lain fasilitas swadaya MBR sebanyak 233.298 unit, apartemen 823 unit dan rumah khusus 1.575 unit.
Realisasi ini bahkan melebihi target 232.543 unit rumah layak huni. Bersamaan dengan pencapaian tersebut, Ditjen Perumahan Rakyat Kementerian PUPR juga telah menyalurkan bantuan Infrastruktur, Sarana dan Utilitas (PSU) rumah MBR sebanyak 11.514 unit, atau 3.014 unit di atas target yang ditetapkan.
proyeksi Residu
Langkah Kementerian PUPR menjadikan perumahan sebagai salah satu prioritasnya bertujuan untuk menutup backlog. Program perumahan dan fasilitas pembiayaan terus digulirkan untuk memastikan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, Penasihat Riset Senior Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat menilai: Residu Kepemilikan rumah berada di kisaran 11 juta unit dan backlog hunian 7,6 juta unit pada awal 2022.
Menurut Syarifah, angka ini perlu ditekan sebelum 3-5 tahun ke depan. Karena permintaan akan perumahan sedang booming dan sudah tidak terkendali.
Ia meyakini dominasi generasi muda, yakni Milenial dan Gen-Z pada penduduk Indonesia, akan diiringi dengan kebutuhan akan tempat tinggal yang semakin meningkat. Di sisi lain, Syarifah menjelaskan bahwa sumber daya lahan bersifat statis. Artinya dengan tingginya permintaan di perkotaan, nilai atau harga tanah juga akan terus meningkat setiap tahunnya.
“Upaya untuk memenuhi hal tersebut harus diatasi dengan adanya Land Bank. Tentunya ini membutuhkan kerjasama antar pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, perbankan, swasta dan masyarakat,” kata Syarifah saat dihubungi Validnews.
Senada dengan Syarifah, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda meyakini, setiap tahun dan dari waktu ke waktu, Residu Apartemen semakin besar. Hal ini tidak lepas dari potensi peningkatan sekitar 600.000 jiwa per tahun.
Ali dikonfirmasi ke Validnews, Catatan Residu MBR tidak harus selalu diprioritaskan. Menurutnya, masyarakat kelas menengah yang tinggal atau bekerja di perkotaan juga membutuhkan perumahan yang layak, dan jumlahnya cukup besar.
“Artinya penyediaan hunian vertikal juga harus disediakan bagi kalangan menengah dengan sistem pendukung berjenjang,” tambahnya, Senin (11/7).
Pada dasarnya, Ali sebenarnya optimistis Program Sejuta Rumah bisa efektif mengurangi backlog. Di sisi lain, ada kekhawatiran harga tanah yang terus meningkat sehingga menyulitkan pengembang membangun rumah bersubsidi.
Selain itu, saat ini pemerintah tidak bank negara yang dapat digunakan untuk perumahan bersubsidi. Oleh karena itu, Program Sejuta Rumah saat ini masih didominasi oleh pihak swasta. Namun, konsep Perumahan Sosial seharusnya ditangani oleh pemerintah, bukan swasta.
“Jadi harus ada land bank. Ide lain adalah untuk mempercepat penyelesaian oleh pekerja industri. Karena itu, semua kawasan industri harus ‘dipaksa’ membangun hunian vertikal di kawasannya,” tambah Ali.
Fasilitasi Pembiayaan
Gencarnya pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR, termasuk di bidang perumahan, tak lepas dari upayanya untuk mengurangi angka kemacetan.Residu) ruang tamu. Dalam hal ini, lembaga yang dipimpin Basuki Hadimuljono ini menargetkan MBR untuk menciptakan perumahan yang terjangkau.
Basuki mengatakan hal itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di mana pemerintah menetapkan peningkatan akses perumahan yang layak dari 56,75% menjadi 70%, atau sekitar 11 juta rumah tangga.
“Pemerintah berkomitmen untuk menyediakan perumahan yang layak bagi MBR dan kami berharap dapat meningkatkan kualitas hidup penerima manfaat melalui rumah yang lebih layak, lebih sehat, dan lebih nyaman,” kata Menteri PUPR pada akhir Juli 2022.
Dalam serangkaian aksi peningkatan akses dan keterjangkauan MBR untuk perumahan layak, Departemen PUPR juga fokus pada aspek pendanaan. Dalam konteks ini, pemerintah memperkenalkan fasilitas dan dukungan untuk pembiayaan perumahan.
Fasilitas pembiayaan tersebut antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Rumah (FLPP), Bantuan Pembiayaan Rumah Berbasis Tabungan (BP2BT), Subsidi Diferensial Suku Bunga (SSB), Subsidi Penunjang Uang Muka (SBUM), dan Pembiayaan Pembiayaan Rumah Rakyat (Tapera).
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, mengatakan pihaknya akan menyetujui alokasi Rp23 triliun untuk TA 2022 (TA 2022) untuk 200.000 unit rumah dalam program FLPP dan Rp888,46 miliar diterima untuk 22.586 unit rumah melalui program BP2BT.
Hingga 28 Juli 2022, Kementerian PUPR telah berhasil merealisasikan 106.346 unit rumah FLPP-KPR, yaitu 53,2% dari target yang ditetapkan, dan 3.024 unit dalam program BP2BT, atau hanya sekitar 13,4% dari target.
“Dengan bantuan orang yang tertarik Soal penyediaan perumahan, kami optimis target tahun ini bisa tercapai,” kata Herry dalam diskusi daring, Jumat (29/7) bertajuk “Pembiayaan Perumahan Di Tengah Ancaman Krisis Global”.
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR, Herry juga menyampaikan bahwa Kementerian PUPR telah merealisasikan program Subsidi Selisih Bunga (SSB) dari Rp hingga 63.587 unit sepanjang Semester I 2022, selain FLPP dan BP2BT. atau 31,79% dari target.
“Target penyaluran SSB 769.903 unit, SBUM 200.000 unit dan Tapera 109.000 unit,” jelasnya.
dukungan pariwisata
menekan eksternal Residu Perumahan dan penyediaan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, Kementerian PUPR juga menjadikan sektor perumahan sebagai pendukung industri pariwisata. Khususnya pada Juli 2020, ada harapan bahwa pandemi akan membaik. Berdasarkan ekspektasi tersebut, para pemangku kepentingan pariwisata mulai menghitung jumlah kunjungan wisatawan pascapandemi.
Untuk mendukung harapan tersebut, Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR juga telah mengembangkan Program Fasilitas Perumahan Wisatawan (SARHUNTA) atau lebih dikenal dengan Homestay. Program tersebut fokus pada implementasi di lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yaitu Danau Tobase, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Manado-Bitung-Likupang.
keluarga angkat dipilih sebagai salah satu aspek tatanan normal baru dengan beberapa pertimbangan yaitu perlunya koridor yang baik di destinasi wisata, hingga fasilitas keluarga angkat dengan desain rumah tradisional untuk menarik wisatawan.
Sepanjang tahun anggaran 2020, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rs 429,23 miliar untuk skema Sarhunta. Rinciannya, Danau Toba 1.000 unit, Labuan Bajo 600 unit, Borobudur 350 unit, Mandalika 500 unit, dan Likupang 300 unit.
Bagi yang masih belum tahu, Sarhunta or keluarga angkat merupakan penginapan yang sederhana, yakni dari rumah warga sekitar, namun dengan fasilitas yang lengkap. Terkadang pemilik rumah juga tinggal di kediaman bersama para tamu.
Tidak hanya untuk Destinasi Wisata Prioritas (DPSP), Kementerian PUPR juga telah mendistribusikan program Sarhunta di kawasan Bromo-Tengger-Semeru (BTS). Sebanyak 430 unit hunian bagi warga tak layak huni akan mendapatkan fasilitas sanitasi dengan rincian 310 unit hunian keluarga angkat dan 120 rumah lagi untuk usaha pariwisata lainnya seperti warung, kios atau kafe.
Menteri Basuki Hadimuljono menegaskan, renovasi rumah warga dilakukan dengan pola pemberdayaan. Artinya, Basuki menginginkan masyarakat setempat tidak hanya menjadi penonton tetapi juga berperan dan memperoleh manfaat ekonomi dari sektor pariwisata.
Basuki selalu menekankan bahwa untuk sektor pariwisata, yang terpenting adalah infrastruktur. Kemudian bersiaplah setelah itu fasilitas, acarauntuk promosi besar-besaran.
“Kalau tidak selesai, turis datang hanya sekali dan tidak kembali, itu yang harus kita jaga,” katanya.
Program swadaya peningkatan kualitas perumahan di Bromo-Tengger-Semeru sendiri masuk dalam TA 2021 dengan alokasi Rp 25,99 miliar. Supaya rumah bisa keluarga angkattersebar di Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo, Desa Tosari dan Desa Wonokitri di Kabupaten Pasuruan, Desa Ngadas dan Desa Gubuklakah di Kabupaten Malang, serta Desa Ranupani di Kabupaten Lumajang.
Source: www.validnews.id