Kunjungan wisatawan stabil, industri fashion lokal di Yogyakarta mulai gencarkan inovasi - WisataHits
Yogyakarta

Kunjungan wisatawan stabil, industri fashion lokal di Yogyakarta mulai gencarkan inovasi

TEMPO.CO, YogyakartaLiburan di Yogyakarta lambat laun mulai stabil dengan menjamurnya peragaan busana yang menghadirkan busana-busana lokal. Hal ini mendorong pelaku industri fashion lokal yang merasakan tingginya permintaan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke kota pelajar tersebut.

Stabilnya kunjungan wisatawan dan tingginya permintaan tersebut dibenarkan oleh Sutardi, pemilik brand fashion lokal Farah Button asal Yogyakarta. “Di saat kunjungan wisatawan begitu stabil dan akses bahan baku juga mudah, kami pelan-pelan berani melakukan serangkaian inovasi baru untuk meningkatkan penjualan,” kata Sutardi, Senin, 12 September 2022 di Yogyakarta.

Pria yang bekerja sama di bidang manufaktur dengan UKM konveksi di Yogyakarta dan rutin menggelar pameran di Malioboro Mall dan Jogja City Mall ini mengatakan, bagi para pelaku industri kreatif, inovasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari untuk bisa bertahan. “Inovasi berarti tidak hanya memunculkan desain atau produk baru, tetapi juga mengedukasi masyarakat,” ujar pria pemilik tiga gerai tersebut, yakni Galeria Mall, Ambarrukmo Plaza, dan Jalan Kledokan Yogya.

Misalnya, kata Sutardi, setelah pandemi Covid-19 mereda dan masyarakat mulai khawatir dengan masalah kesehatan dan lingkungan, pihaknya berinovasi dengan meluncurkan produk fesyen bernama Dias One Set berupa twill Rayon yang dibawa ke pasaran outer suit. dan celana. “Melalui inovasi ini, kami ingin mengajak masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan dengan menggunakan bahan yang nyaman,” kata Sutardi yang mengaku hanya membuat 800 setelan jas untuk inovasi terbarunya.

Filosofi Dias One Set, katanya, mengajak masyarakat untuk memikirkan keselarasan dan keseimbangan dengan alam. Saat Anda mengenakan pakaian dan Anda merasa nyaman, kata Sutardi, orang merasa nyaman.

“Kenyamanan kemudian meluas, merasa nyaman dengan lingkungan karena pakaiannya sejuk, kemudian menimbulkan rasa syukur,” ujarnya.

Sutardi menemukan bahwa lingkungan, termasuk alam, mempengaruhi apa yang orang pikirkan, lakukan, dan berperilaku. Ia mencontohkan: di kota-kota besar, orang jarang tersenyum karena kondisi lingkungan yang minim pepohonan. Berbeda dengan masyarakat di pedesaan dengan alam yang asri, keramahan sikap dan perilaku mereka lebih terlihat.

“Desain ini ingin mengajak masyarakat untuk mencintai alam dan berbuat lebih banyak karena manusia dan alam tidak dapat dipisahkan,” kata Sutardi yang telah mendesain produknya sendiri.

Kebangkitan pascapandemi Covid-19, ketika masyarakat dengan gembira kembali beraktivitas, juga menginspirasi Sutardi, yang diekspresikan dalam pilihan warna untuk inovasi barunya. Dia mengambil motif seperti kipas dan daun. Seperti pink, abu-abu, ungu dan hijau.

“Warna cerah bisa meningkatkan keadaan emosi atau mood seseorang, orang yang menyukai warna cerah bisa memilih sesuai selera,” ujar pria yang dikenal dengan akun media sosial @sutardi_button ini.

Pria yang mendirikan brand lokal sejak 2016 ini menambahkan, para pelaku industri fashion perlu mengedukasi para pecinta fashion untuk memahami jenis-jenis kain pakaian jadi. “Indonesia beriklim tropis, jadi gampang panas, jadi bahan top-end seperti viscose bikin sejuk, tidak panas,” kata Sutardin.

Selain itu, rayon twill juga bisa dipilih untuk memberikan kesan material yang lebih elegan. Meski lebih tebal dari rayon, rayon twill tetap sejuk saat dipakai. Sebenarnya kapas juga cocok untuk Indonesia. Namun, ia mengingatkan masyarakat untuk menghindari bahan katun yang tebal karena meski menyerap keringat, namun tetap terasa panas saat dipakai.

“Satu hal yang harus dihindari adalah bahan polyester karena serat karetnya membuat panas dan memicu bau badan,” kata Sutardi.

Sutardi mengatakan, selama pandemi Covid-19 dua tahun lalu, penjualan di tokonya meningkat 30 persen. “Saat itu, peningkatan penjualan mungkin dipicu oleh tidak banyak pesaing dan merek-merek fashion besar tidak menurunkan harganya,” katanya.

Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DI Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi sebelumnya mengatakan, industri fashion merupakan salah satu tulang punggung pariwisata di Yogyakarta. “Baik sebelum atau sesudah merebaknya Covid-19, fashion tetap menjadi kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

WICKSONO PRIBADI

Baca juga: Desa Sawai di Maluku, Satu Sungai, Keluar Rumah dan Berenang

Selalu update informasi terbaru. Lihat berita terbaru dan berita unggulan dari Tempo.co di saluran Tempo.co Update Telegram. Klik Pembaruan Tempo.co untuk bergabung. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram.

Source: travel.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button