KPTS Menjelajah Kampung Melayu Semarang sambil belajar sejarah
Semarang, IDN Times – Kampung Melayu Semarang yang kini sudah hampir selesai revitalisasinya mulai menarik minat masyarakat untuk melihat ciri-ciri bangunan dari dekat. Salah satunya dilakukan oleh Komunitas Peduli Transportasi Kota (KPTS) Semarang yang menggelar acara berjalan wisata dengan menjelajahi kawasan Kampung Melayu bersama puluhan anggotanya.
1. KPTS melakukan wisata sejarah ke kampung Malaysia di Semarang
Suasana Kampung Melayu Semarang yang kini terlihat instagramable. (waktu IDN/bt)
Dengan menggagas acara jalan kaki bertajuk Sejarah Dolan, para penggiat transportasi juga menyusuri situs sejarah Semarangan mulai dari ujung Jalan Layur.
“Hanya dua hari setelah acara ini, 14 peserta mencapai 14 orang. Mereka hanya terlambat 10 menit dari jadwal yang ditentukan dengan menggabungkan stasiun BRT City Hall ke stasiun BRT Layur,” ujarnya. pendiri KPTS, Theresa Tarigan to kali IDN.
Baca juga: Kampung Melayu Semarang sudah direnovasi total, dilengkapi batu andesit mirip kota lama
2. Kampung Melayu Semarang sudah ada sejak tahun 1400 Masehi
Seorang pekerja membawa karung penuh bahan bangunan di Masjid Layur di Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto
Puluhan anggota KPTS kemudian berangkat sambil merenungi keunikan bangunan tua di sepanjang Kampung Melayu. Setelah melewati palang Jalan Layur, mereka sampai di taman Kampung Melayu dengan ornamennya Instagramable.
Nama Kampung Melayu sudah ada sejak tahun 1400 M, diawali dengan kedatangan Pangeran Pandan Arang pada tahun 1476 di Bukit Bergota untuk menyebarkan agama Islam.
Kemudian semakin banyak orang datang karena pelabuhan Mangkang dipindahkan ke Benteng Kota Lama di dekatnya, yang lambat laun menambah kesibukan para pedagang yang datang ke Kampung Melayu.
3. Berbagai Peranakan tinggal di Kampung Melayu
Lanjutkan membaca artikel berikut
Favorit Editor
Bangunan bersejarah di bekas Sleko Kota Lama Semarang ini menjadi tempat wisata sejarah yang menarik. (waktu IDN/bt)
Di sana diceritakan bahwa para pedagang dan orang-orang yang datang ke Kampung Melayu Semarang kebanyakan berasal dari pulau seberang yang berbahasa Melayu, selain orang-orang dari suku Hadramaut.
Adanya suku Hadramaut kemudian menikah dengan orang Jawa dan juga pendatang. Untuk memenuhi kebutuhan spiritual, dibangunlah masjid dua lantai yang telah lama dikenal sebagai Masjid Menara Layur pada tahun 1807. Kondisi lantai dasar Masjid Layur kini berada di bawah tanah.
Sementara itu, warga Peranakan Tionghoa memutuskan untuk membangun tempat pemujaan yang disebut Klenteng Kam Hok Bio. Meski keberadaan kelenteng organik Kam Hok sempat dibantah warga etnis Arab, namun berkat pendekatan warga Tionghoa oleh penguasa Belanda, pembangunan kelenteng bisa terlaksana.
4. Daftar nama desa di sekitar Layur
Seorang tukang becak terlihat melintas di depan Klenteng Kam Hok Bio, Jalan Layur, Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Menariknya, There dan anggota KPTS lainnya juga tertarik dengan desa-desa sempit di Jalan Layur. Mulai dari Desa Darat, Ngilir atau Ngeli, Kali Cilik, Pencikan, Geni, Cerbonan, Banjar, Peranakan dan Baru.
“Jumlah kampung ini menunjukkan bahwa Semarang memiliki sejarah masyarakat dari berbagai suku membentuk kampung-kampung kecil namun berdampingan secara harmonis. Materi sejarahnya dibawakan oleh Ibu Lelie Siang Pamungkas yang merasakan Kampung Melayu karena kakeknya berasal dari sini,” jelasnya.
5. Bisa menambah pengetahuan tentang sejarah Semarang
Beberapa anggota KPTS berpose di depan bekas Gedung Sleko, kota lama Semarang. (waktu IDN/bt)
Ia menambahkan, keikutsertaan aktif dalam sejarah KPTS Wisata telah menambah pengetahuan, selain memberikan pelatihan penggunaan angkutan umum, juga kemampuan berjalan sehat dan berekreasi bersama yang murah.
“Pemahaman kita mendorong kita untuk meningkatkan toleransi terhadap perbedaan antar warga agar kehidupan masyarakat di Kota Semarang selalu rukun seperti pada zaman nenek moyang,” pungkasnya.
Baca Juga: Kelenteng Bio Kam Hok di Semarang Disebut Mampu Tolak Bala Bantuan
Source: news.google.com