Curug Gondoriyo, Air Terjun Tersembunyi di Semarang - Halo Semarang - WisataHits
Jawa Tengah

Curug Gondoriyo, Air Terjun Tersembunyi di Semarang – Halo Semarang

AYO CEPAT Gemericik air terdengar dari air terjun setinggi 20 meter di Gondoriyo, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Air terjun dengan malu-malu bersembunyi di balik hutan, dikelilingi oleh pepohonan dan semak belukar serta rerumputan yang merambat. Untuk menikmati pesona air terjun, pengunjung harus menuruni jalan setapak sekitar 20 meter dari rumah warga terdekat.

Air Terjun Gondoriyo, begitu orang menyebutnya. Hal ini karena terletak di desa Gondoriyo, tepatnya di RT 03 RW 04. Di dekat air terjun kami menemukan satu yang berhasil mengubah hutan menjadi tempat wisata. Namanya Thousandsto, tokoh desa yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua RW.

Pak Ribut, begitu ia disapa, kita akan bertemu di sana setiap hari. Orang itu masih terlihat segar, tidak terlihat seperti pria berusia 55 tahun. Apalagi jika Anda mengenakan topi dan celana jeans pendek. Dialah yang setiap hari membersihkan sampah plastik di sungai, rumput liar dan daun-daun kering di sekitar air terjun.

Jika kita mengunjunginya sepuluh tahun yang lalu, kita mungkin hanya akan menemukan hutan liar yang masih alami. Sekarang diketahui bahwa air terjun dan sungai telah ada sejak lama. Penduduk setempat sering menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari mereka di masa lalu.

“Saya sering mandi dan mencuci pakaian di sini. Juga tidak ada air artistik pada 1980-an dan 1990-an. Selama sungai masih bersih, tidak ada sampah dan sampah,” katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya ke bawah.

Hingga tahun 2018, warga menyadari bahwa daerah tersebut memiliki potensi wisata. Kemudian dibentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Gondoriyo dan diberikan pengabdian kepada masyarakat. Dengan bantuan dana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Semarang, Air Terjun Gondoriyo diresmikan oleh Walikota Semarang Hendrar Prihari pada tahun 2019.

“Prosesnya terdiri dari empat bulan pengabdian masyarakat di mana kami bekerja sama untuk memperbaiki semuanya bersama. Ada yang membangun tangga, jalan, taman, kamar mandi, pintu gerbang dan kolam yang sebelumnya tidak terjamah perlahan mulai dikenal,” kata Ribut baru-baru ini.

Anggota Pokdarwis sekaligus pengelola, Suryanto, mengatakan Curug Gondoriyo menawarkan konsep wisata alam yang bisa dikunjungi hingga larut malam. Menurutnya, atraksi justru pada malam hari, saat terlihat eksotis dengan lampu warna-warni dari lampu dan jembatan berhias payung.

Sejak dibuka, air terjun ini menjadi viral dan menarik banyak wisatawan. Bahkan omzet yang dihasilkan bisa mencapai Rp 500.000 setiap harinya. Pada hari Minggu dan hari libur, penjualan bisa mencapai antara Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta.

Namun, dampak Covid-19 di Indonesia sejak Maret 2020 menjadi kendala tersendiri. Sejak saat itu, koordinasi dan pengelolaan terabaikan sehingga pengunjung air terjun ini tidak seramai dulu. “Sekarang anggota komunitas tidak cukup kuat, kami ingin seperti dulu mengelola gotong royong,” ujarnya lembut.

Talang Londo dan Patung di Goa

Sama seperti wisata lainnya, Curug Gondoriyo memiliki cerita dan peninggalan sejarah yang masih tersimpan dalam ingatan warganya. Suryanto mengatakan ada saluran air kayu di sekitar air terjun yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Saluran air itu disebut Talang Londo.

“Talang Londo panjangnya sekitar 20 meter dan terbuat dari kayu jati berusia ratusan tahun. Masih hidup dan belum membusuk (rapuh). Sawah diairi dengan itu,” jelas pria 59 tahun yang juga tertua di desa ini.

Tidak hanya Talang Londo, tempat ini juga memiliki peninggalan sejarah lainnya. Di dalam goa di bawah air terjun terdapat arca atau arca berbentuk monyet. Namun, patung itu rusak saat tangan dan kepalanya dicopot, sehingga sekarang terlihat seperti batu biasa.

“Suatu ketika seseorang memasuki sebuah gua dan bertemu dengannya. Dari komunitas pecinta alam, mereka dapat berpartisipasi karena mereka memiliki alat dan perlengkapannya. Konon goa ini juga sampai Kaliwungu di makam Sunan Katong,” tambah Ribut Suryanto.

Saat ini Curug Gondoriyo menjadi salah satu destinasi wisata alam kota Lumpia. Namun, Ribut sadar bahwa semua yang indah dan indah tidak akan menjadi terkenal kecuali diimbangi dengan strategi promosi melalui media sosial. Sekarang ini masalahnya.

“Pendidikan masyarakat di sini buruk, sehingga pengelola yang ingin menggunakan media tidak mengerti itu, apalagi saya sudah tua,” katanya.

Di sisi lain, anak muda desa yang hidup di era digital dan paham penggunaan media lebih memilih bekerja di luar daerah. “Setelah lulus SMA, kebanyakan masuk pabrik karena masalah ekonomi. Lulusan belum mau ke sini,” kata bapak tiga anak ini.

Ribut juga menyadari bahwa saat ini dibutuhkan staf yang bisa didedikasikan khusus untuk mempromosikan wisata ini melalui media sosial. Ia masih berusaha menjangkau anak muda di Gondoriyo untuk lebih mengembangkan pariwisata ini.

Karena dengan melihat potensinya, dengan pengelolaan yang baik, Curug Gondoriyo bisa menjadi aset berharga yang dapat membantu meningkatkan perekonomian warga sekitar. Sesepuh desa berharap potensi ini perlu didorong dan dikembangkan, oleh karena itu diperlukan kerjasama yang solid dan kompak dari seluruh warga. (HS)

Source: halosemarang.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button