Cacar Monyet Datang ke Indonesia, Menkes Anjurkan Masyarakat Tidak Panik Karena Sulit Menularnya - WisataHits
Yogyakarta

Cacar Monyet Datang ke Indonesia, Menkes Anjurkan Masyarakat Tidak Panik Karena Sulit Menularnya

Harianjogja.com, JAKARTA—Kasus cacar monyet pertama kali ditemukan di Indonesia. Namun, masyarakat tidak perlu panik.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat untuk tidak panik dengan penyakit ini dalam konferensi pers beberapa waktu lalu. Hal ini disebabkan beberapa faktor, seperti sulitnya penyebaran monkeypox dibandingkan dengan Covid-19.

BACA JUGA: Penambahan Rute Penerbangan Internasional YIA ke Singapura, Malaysia, dan Turki

“Sejak diidentifikasi, ada 35.000 kasus cacar monyet di seluruh dunia. Di saat yang sama ada jutaan korban Covid-19, kenapa? karena penularan monkeypox jauh lebih sulit dibandingkan dengan Covid. Penularan terjadi ketika sudah bergejala, sedangkan sebelum bergejala Covid sudah bisa menular, sehingga Covid menyebar lebih cepat,” kata Budi, Senin (22/822).

Budi menegaskan penularan cacar monyet terjadi setelah penderita cacar monyet mengalami berbagai gejala seperti lesi kulit dan nanah, sedangkan penderita Covid-19 terkadang tidak menunjukkan gejala.

“Karena kalau orang Covid-19 tidak tahu dia sakit, kita dekat dengannya, dan ternyata kita terinfeksi. Kalau cacar monyet, pertama-tama harus ada bercak di kulit, keluar nanah, baru bisa menular, kalau tidak keluar bercak tidak menular. Jadi lebih mudah menyebar karena bintik-bintik itu terlihat secara fisik dan kita bisa menghindari untuk mendekat,” lanjut Budi.

Budi juga menjelaskan mengapa penyebaran monkeypox lebih sulit daripada Covid-19 karena harus dilakukan melalui kontak fisik, tidak seperti Covid-19 yang bahkan bisa menyebar melalui udara. tetesan kecil. “Penularannya juga harus kontak fisik, tidak seperti Covid-19 yang hanya melalui udara saat berbicara. Monkeypox sudah ada, tapi penyebarannya sulit,” tambah Budi.

Indonesia pernah mengalami wabah penyakit cacar, sebelum tahun 1980. Hal itu juga disampaikan Budi, beberapa dari mereka yang lahir sebelum tahun 1980 yang sudah mendapatkan vaksin saat itu, antibodinya masih ada. Maka hal ini dapat mengurangi risiko tertular monkeypox.

“Perbedaan vaksin Covid dengan vaksin monkeypox adalah vaksin Covid berlaku selama enam bulan sedangkan vaksin monkeypox berlaku seumur hidup. Jadi kalau teman-teman yang lahir tahun 1980 ke bawah sudah divaksin terlindungi, jadi prevalensi di Asia lebih rendah dari Eropa karena Asia sudah lebih lama terkena wabah cacar daripada Eropa, jadi masih ada antibodinya,” ujarnya.

Budi mengatakan, meski WHO menyebut tercatat 35.000 kasus cacar monyet, hanya 12 orang yang meninggal. Selain itu, menurut Budi, kematian 12 orang yang terjangkit bukan karena virus monkeypox, melainkan infeksi sekunder.

“Angka kematiannya juga rendah, dari 35.000 yang dilaporkan WHO, hanya 12 yang diidentifikasi mati, orang, itu bukan karena virus, karena pada kulit tidak dapat menyebabkan kematian, itu karena virus. . infeksi sekunderSetelah infeksi, kulit masih tergores di sana-sini, lalu infeksi paru-paru karena pneumonia atau infeksi bakteri di otak atau meningitis,” jelas lulusan ITB ini.

Budi mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dengan cacar monyet, meski kasusnya sudah dikonfirmasi di Indonesia. Selain itu, Budi juga mengimbau untuk mematuhi protokol kebersihan dan kesehatan, dan jika mengalami gejala cacar monyet, segera ke fasilitas kesehatan terdekat dan hindari kontak fisik.

BACA JUGA: Sportourism, Sport and Tourism to Net International Markets

“Jangan khawatir, kalaupun terjadi di Indonesia, pesan saya jaga prosedur, jaga kebersihan, dan jika ada yang memiliki flek di kulit, segera laporkan dan jangan sentuh tangan orang di depan Anda. Dan khusus untuk cacar monyet ini di area genital,” jelas Budi.

Budi juga mengatakan kasus monkeypox di Indonesia sangat mungkin bukan jenis monkeypox yang mematikan. “Cacar monyet itu ada dua jenis, Afrika Barat dan Afrika Tengah, satu fatal dan satu tidak, biasanya banyak di Eropa dan Indonesia tidak fatal, tapi sekarang kita tidak tahu varian mana, tapi kemungkinan tidak fatal,” kata Budi.

Source: news.harianjogja.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button