Autodidak, berharap lebih banyak ruang untuk berekspresi - WisataHits
Jawa Tengah

Autodidak, berharap lebih banyak ruang untuk berekspresi

Temui Magrin RM Epa Pemenang Solo Category Competition di Festival Musik Anak Jalanan

Mengingat banyaknya anak muda Papua yang memiliki potensi atau bakat di bidang tarik suara, Komandan Korem 172/PWY Brigjen JO Sembiring terbujuk untuk memberikan ruang bagi anak-anak muda tersebut untuk menggelar kompetisi festival musik bertema ‘Festival Musik Anak Jalanan’. ” membuka.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Festival musik anak jalanan ini berlangsung selama dua hari berturut-turut. Pembukaan dimulai pada Rabu (20 Juli) dan berakhir pada Kamis (21 Juli). Pada hari Rabu, bahkan 34 peserta ikut ambil bagian, semuanya berkesempatan untuk bertanding, namun dari 34 peserta yang mengikuti, 16 peserta berhasil lolos ke babak final.

Kemudian, pada hari kedua, 16 kontestan yang lolos final kembali mengikuti kompetisi untuk melihat siapa yang keluar sebagai pemenang kompetisi. Khusus untuk kategori solo Anak Jalanan yang keluar sebagai 1 (satu) pemenang adalah Magrin RM Epa. Sementara kategori Group Band jatuh ke grup Ozam band, kategori Folksong atau musik/lagu tradisional jatuh ke grup Creative Kitchen.

Penghargaan yang diterima ketiga peserta ini berbeda-beda, khusus untuk grup band mendapat penghargaan pembinaan sebesar Rp 10 juta, dengan piagam penghargaan, dan untuk kategori lagu daerah mendapat Rp 10 juta plus piagam penghargaan. Namun, kategori Anak Jalanan Solo cukup berbeda dengan kategori lainnya.

Untuk anak jalanan solo, selain biaya pembinaan Rp 5 juta dan piagam penghargaan, ia juga mendapat kesempatan rekaman di studio rekaman. Penasaran seperti apa persiapan dan pelatihan yang dilakukan ketiga pemenang lomba tersebut, Cenderawasih Pos pun mencoba mendekati ketiga peserta tersebut.

Pos cenderwasih pertama mendekati Magrin RM Epa. Ia lulus dari Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih. Epa sendiri memiliki bakat menyanyi sejak kecil, dengan terbiasa mengisi paduan suara di Gereja GKI Sion, Padang Bulan, bakatnya akhirnya terbina.

Hari-harinya berlatih di rumah dengan modal peralatan seadanya tidak menyurutkan semangatnya untuk terus berlatih. Berhubung ada informasi akan ada lomba festival musik anak jalanan, ia pun tak mau melewatkan kesempatan ini dan mendatangi Korem 172/PWY untuk mendaftar.

Sebelum kompetisi berlangsung, dia sendiri tidak pernah berpikir untuk memenangkan kompetisi tersebut. Namun, hal terpenting yang ia perhatikan saat memasuki kompetisi adalah bagaimana tampil profesional.

Penguasaan panggung bukanlah hal baru bagi perempuan berdarah Papua ini. Karena sebelumnya ia juga pernah mengikuti perwakilan paduan suara Uncen di Palembang. Saat itu ia masuk dalam kategori suara terbaik. Dengan bakat dan pengalaman yang cukup, menyelenggarakan festival musik anak jalanan ini tentu bukan hal baru baginya.

Epa berharap festival musik anak jalanan ini tidak hanya dilakukan oleh Korem, tetapi juga pemerintah kota harus memberikan ruang bagi pemuda Papua untuk berekspresi. Karena bagi Epa, dunia seni bukan hanya sekedar bakat saat ini, melainkan menjadi pekerjaan utamanya.

“Kalau bisa jangan hanya festival musik tapi juga buat kegiatan sosial lainnya karena banyak bakat yang dimiliki anak-anak Papua saat ini, namun bakat-bakat tersebut seolah terpendam karena tidak ada ruang bagi anak-anak Papua untuk berekspresi,” kata Efa. Cenderawasih Pos pada Kamis (21/7).

EPA juga mengharapkan masukan dari para pemangku kepentingan pariwisata di Kota Jayapura agar festival musik yang dicanangkan Korem ini tidak hanya sekedar acara seremonial tetapi lebih berdampak dari kegiatan ini, terutama dengan menyediakan ruang kerja bagi anak-anak Papua.

“Karena kegiatan ini menyangkut PHRI dan mereka juga mengklaim memberi ruang bagi kami untuk mengisi paduan suara di kafe hotel dan tempat wisata lainnya, saya berharap pengakuan itu bisa terwujud sehingga kami bisa mendapatkan pekerjaan kasar,” kata Epa.

Setelah mendengar cerita dan pengalaman Epa, Cenderawasih Pos pun menghampiri pemenang kategori lagu daerah, yakni Penggolola. Dia sendiri ternyata mahasiswa Uncen yang juga belajar musik di gereja. Mereka mengatakan kepada saya bahwa berlatih menyanyi di gereja hanya untuk mengisi paduan suara, dan mereka sendiri tidak pernah berpikir bahwa kebiasaan itu akan sangat bermanfaat.

“Kalau dibilang bakat yang kita miliki hanya otodidak. Dan karena kami tinggal di asrama yang sama di Waena, jadi kami berlatih menyanyi setiap hari, berdasarkan informasi tentang kompetisi ini, pada awalnya kami hanya berpartisipasi dalam animasi festival, tetapi ternyata kuasa Tuhan ingin kami melakukannya. menang. ujar perwakilan Penggolola ini.

Mereka berharap festival musik jalanan ini tidak hanya dijalankan oleh Korem, tetapi juga perlu ada jawaban dari pemerintah kota. Sebab, menurutnya, festival seperti ini memungkinkan para pemuda Pupua berekspresi. Tentu saja, dalam kompetisi festival seperti ini, mereka juga mengevaluasi sesuatu yang paling penting bagi pemuda Papua untuk belajar bagaimana bekerja. (*/tri)

Source: cenderawasihpos.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button