14 Wisata Religi di Jogja: Masjid, Pura hingga Pura - WisataHits
Yogyakarta

14 Wisata Religi di Jogja: Masjid, Pura hingga Pura

solo

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu destinasi wisata yang selalu ramai dikunjungi saat musim liburan. Jogja tidak hanya menawarkan wisata alam dan budaya tetapi juga wisata religi yang layak untuk dikunjungi.

Dengan wisata religi Anda dapat menemukan kedamaian batin dan menjelajahi seluk-beluk sejarah bangunan religi. Di Jogja ada beberapa wisata religi yang bisa Anda kunjungi, mulai dari masjid tertua hingga goa Maria.

Penasaran wisata religi apa saja yang bisa kamu kunjungi di Jogja? Mendengarkan.

Daftar Wisata Religi di Yogyakarta:

Sebuah masjid

Ada beberapa masjid bersejarah di Yogyakarta. Salah satunya bahkan dibangun pada abad ke-15. Apa saja masjid yang ada di Yogyakarta?

1. Masjid Agung Kotagede

Mengutip website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diperkirakan Masjid Mataram Kotagede dibangun oleh Panembahan Senopati pada masa pemerintahan 1571-1601 Masehi. Sumber lain menyebutkan masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Hal ini terlihat dari tanggal prasasti yang ditulis dalam bahasa Arab dan Jawa. Prasasti yang terdapat di masjid tersebut menyatakan bahwa masjid tersebut pada hari Minggu Kliwon pada tanggal 6 Rabiulakhir 1188 H atau 6 Rabiulakhir Alip 1699 JW (Pura kemudian Winayang Jalma). Menurut kalender Gregorian, tanggal ini adalah 27 Juni 1773.

Masjid Raya Kotagede terletak di Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, DIY. Area masjid ini memiliki banyak ornamen Jawa seperti ukiran dengan motif sulur rindang.

Di kompleks Masjid Agung Kotagede juga terdapat makam-makam yang dikelola oleh Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta. Di areal makam ini terdapat lubang yang diyakini masyarakat sekitar sebagai pintu masuk ke Makam Ki Ageng Mangir Wonoboyo karena jenazahnya tidak boleh masuk ke pintu gerbang. Karena Ki Ageng Mangir adalah musuh, namun dalam keluarga ia diterima sebagai menantu Panembahan Senopati.

2. Masjid Agung Kauman

Masjid Agung Yogyakarta atau lebih dikenal dengan nama Masjid Kagungan Dalem Gedhe Kauman merupakan bagian tak terpisahkan dari Kesultanan Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman adalah tanda Jogja sebagai kerajaan Islam.

Masjid Gedhe Kauman didirikan pada tahun 1773 M di situs Keraton Yogyakarta. Pendirian tersebut bercirikan Candra Sengkala, yang berbunyi Gapura Trus Winayang JalmaSanggahan itu tertulis pada prasasti di serambi masjid.

Masjid Gedhe didirikan atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Kiai Fakih Ibrahim Diponingrat sebagai kepala keraton. Kemudian arsitek masjid dibuat oleh Kiai Wiryokusumo.

Gaya arsitektur Masjid Gedhe mewarisi gaya Masjid Demak. Ciri utamanya terletak pada empat tiang utama yang disebut Saka Guru, berupa lambang Tajug Teplok, atau atap bertingkat tiga. Selain itu, keistimewaan masjid ini milik Sultan adalah terdapat mahkota atau mustaka berbentuk bunga di bagian atas atapnya.

Pada masa awal Kesultanan Yogyakarta, masjid ini juga digunakan sebagai tempat untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hukum Islam, khususnya masalah perdata. Pimpinan administrasi masjid adalah kepala keraton yang berada dalam struktur Abdi Dalem Pamethakan.

Salah satu abdi dalem yang bertugas di masjid ini bernama Raden Ngabei Ngabdul Darwis, juga dikenal sebagai Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Sebagai Khatib Amin, ia memiliki tiga tanggung jawab utama, yaitu bergilir khutbah Jum’at bersama delapan khatib lainnya, menjaga serambi masjid dan menjadi anggota Raad of Islam Hukum Keraton.

3. Masjid Pathok Negara

Masjid Pathok Negara adalah sebuah masjid di Kesultanan Yogyakarta Nagarage. Masjid ini tidak hanya memiliki fungsi keagamaan sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai tempat pertahanan umat.

Mengutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, masjid ini dibangun di wilayah perdikan atau bebas pajak, tetapi memiliki tugas khusus untuk dilakukan. Tugasnya adalah membantu Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Pengadilan Surambi dan membawahi Masjid Raja di daerah tempat ia ditempatkan.

Ada beberapa Masjid Pathok Negara, yaitu:

Masjid Mlangi dibangun pada tahun 1723 atau sebelum berdirinya Kesultanan Yogyakarta. Penunjukan Masjid Mlangi sebagai Masjid Pathok Negara dan Desa Mlangi sebagai Desa Perdikan merupakan penghormatan Sultan HB I kepada Raden Sandiyo atau Kiai Nur Iman sebagai kakak laki-lakinya. Di kompleks Masjid Mlangi, Anda juga bisa mengunjungi makam jalur pertama Kraton Jogja, Patih Danureja I yang wafat pada tahun 1799. Masjid Mlangi sekarang terletak di Dusun Mlangi, Desa Nogotirto, Gamping, Sleman dan dikenal dengan Masjid Jami’ Mlangi.

Masjid Ploso Kuning diperkirakan dibangun setelah tahun 1724. Sejarah pembangunannya erat kaitannya dengan Kiai Mursodo (putra Kiai Nur Iman). Masjid Ploso Kuning terletak di Dusun Ploso Kuning, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Sleman.

Masjid Dongkelan dibangun berkat peran Kiai Syihabudin I yang berhasil mengusir pemberontakan Raden Mas Said dari kawasan Kraton Jogja pasca Kesepakatan Giyanti. Atas jasa-jasanya, Sultan HB I menganugerahkan kekuasaan kepada Kiai Syihabudin I dan memerintahkannya untuk membangun masjid. Kiai Syihabudin I juga diangkat menjadi Abdi Dalem Pathok Negara.

Diperkirakan juga Masjid Dongkelan dibangun setelah Perjanjian Salatiga tahun 1757. Masjid Dongkelan terletak di Kauman, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Bantul.

Masjid ini dibangun pada tahun 1774 pada masa pemerintahan Sri Sultan HB I. Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Babadan pernah dimaksudkan untuk digunakan sebagai gudang senjata untuk keperluan perang.

Oleh karena itu, banyak orang Babadan pindah ke utara ke Kentungan termasuk relokasi Masjid Babadan. Rencana Jepang untuk menjadikan Babadan sebagai pusat penyimpanan amunisi dibatalkan, sehingga masyarakat kembali ke Babadan dan membangun kembali masjid mereka. Untuk menuju Masjid Babadan, anda bisa mencarinya di Desa Kauman Babadan, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Bantul.

Masjid Wonokromo ini merupakan satu-satunya masjid yang semula tidak berstatus Pathok Negara. Karena masjid ini merupakan perpanjangan dari Masjid Babadan.

Masjid Wonokromo dibangun di Desa Wonokromo, sebuah desa feodal pemberian Sultan HB I Kiai Haji Muhammad Fakih atau Kiai Welit. Kiai Haji Muhammad Fakih adalah guru dan ipar Sultan Hamengku Buwana I.

Anda harus tahu bahwa Masjid Wonokromo tidak dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Pembangunannya berlangsung pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IV. Anda bisa mengunjungi Masjid Wonokromo di Desa Wonokromo, Kecamatan Plered, Bantul.

Selanjutnya ada Gua Maria dan juga candi tertua di Jogja…

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button