Tradisi menjadi cara suku Tengger menjaga toleransi dan gotong royong - WisataHits
Jawa Timur

Tradisi menjadi cara suku Tengger menjaga toleransi dan gotong royong

Jakarta: Masyarakat suku Tengger menjunjung tinggi nilai toleransi, gotong royong, kerukunan dalam bermasyarakat melalui berbagai kegiatan tradisi dan budaya suku Tengger di lereng Gunung Bromo Jawa Timur, sehingga menggairahkan wisatawan untuk mendapatkannya.

Ada beberapa kegiatan budaya suku Tengger yang semakin menarik minat wisatawan. “Selain keunikan yang dilakukan, terdapat nilai-nilai toleransi, gotong royong, dan kerukunan yang terjalin di antara masyarakat Tengger Bromo,” ujar Digdoyo Djamaluddin, tokoh Tengger Semeru, seperti dilansir Antara. Di antaraKamis 22 Desember 2022.

Pada Hari Karo Yadnya, kata Dhe Yoyok, sapaan Digdoyo, ada tarian sodoran sebagai pengingat kapan manusia akan lahir, tumbuh dan akhirnya mati.

Apa pendapat Anda tentang artikel ini?

Yadnya Karo digelar selama 15 hari, diawali dengan “Tekane Ping Pitu” yang mengundang arwah leluhur untuk tinggal bersama keluarga, hingga “Mulihe Ping Pitu” saat arwah leluhur kembali ke nirwana, katanya.

Selama ini, kata Yoyok, keluarga menyediakan pakaian, sabun, shampo, sikat gigi, odol, makanan dan minuman kepada para leluhur yang diganti setiap hari. Dalam 15 hari akan ada rangkaian acara seperti Tari Sodoran, Tumpeng Ageng, Sesanding, Ojung, Nyadran dan lain-lain, jelas Yoyok.

Suku Tengger yang berada di lereng Gunung Bromo ini memiliki sebuah pertunjukan menarik yang rutin diadakan setiap tahunnya yaitu pertunjukan Gegeni Tengger. “Gegeni” Tengger berasal dari bahasa Jawa “geni” yang berarti api.

“Gegeni” sendiri merupakan istilah suku Tengger untuk kebiasaan mereka memasak bersama dan menggunakan perapian untuk menghangatkan ruangan. Dalam kebiasaan tersebut, warga berbaur, baik dengan keluarga maupun dengan tamu.
Baca Juga: Kearifan Lokal Suku Tengger Jadi Andalan Wisata Bromo

Gegeni Tengger tidak hanya menghangatkan tubuh. Tapi untuk menyatukan roh, mempererat ikatan kekeluargaan, menciptakan kekompakan, termasuk membicarakan masalah keluarga melalui “Gegeni”, termasuk kemampuan menyatukan roh dan persepsi dalam mencari solusi, ujarnya.

Sedangkan Tumang sendiri merupakan tempat menyalakan api dan menghangatkan tubuh saat memasak. Tumang adalah simbol kerukunan, karena tumang memungkinkan keluarga dan tamu berkumpul untuk kehangatan, Yoyok menjelaskan filosofi “Gegeni” Tengger.

Selain itu, ada hari Yadnya-Kasada atau Pujan-Kasada, yaitu hari dimana dilakukan upacara kurban berupa persembahan kepada Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Batara Brahma.

(MBM)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button