Temui Realif Batik, cara baru melestarikan Candi Borobudur - WisataHits
Jawa Tengah

Temui Realif Batik, cara baru melestarikan Candi Borobudur

Temui Realif Batik, cara baru melestarikan Candi Borobudur

Himpunan Batik Sawut Sewu dan Yayasan EHI PASSIKO mengadakan Workshop Realif Batik di Dapur Limasan Jalan Balaputadewa, Wanurejo, Magelang, Jawa Tengah pada Minggu (15/1/2023).

Restoran bernuansa budaya Jawa di Borobudur ini menghadirkan pakar relief dan sejarah Borobudur bernama Drs. Handaka Vijjananda, Apt sebagai narasumber dalam workshop tersebut.

Banyak wawasan baru untuk melestarikan Borobudur sebagai warisan budaya leluhur kita, salah satunya adalah penggunaan tie-dye sebagai alternatif generasi milenial dalam melestarikan Borobudur.

Lebih menarik lagi karena narasumber menghadirkan dekonstruksi sejarah Borobudur dalam diskusi. Handaka menyebut cerita Borobudur 3 tingkat itu tidak akurat.

Karena menurut hasil penelitian Handaka, sebenarnya Candi Borobudur memiliki struktur bangunan 10 tingkat.

Baca juga: Kisah Lief Java, grup musik Keroncong pertama di Indonesia

Pernyataan ini tentu saja mengejutkan semua orang yang hadir. Mereka penasaran bagaimana hal itu bisa terjadi, beberapa dari mereka mempertanyakan lebih dalam dari mana Handaka mendapatkan sumbernya?

Berikut pembahasan menarik dalam workshop yang juga dihadiri oleh kontributor Historia, Azi Wansaka.

Realif Batik: Alternatif Melestarikan Borobudur

Batik Realif merupakan upaya milenial untuk melestarikan Borobudur. Oleh karena itu, diharapkan workshop dapat bekerja sama dengan generasi milenial untuk bersama-sama melestarikan Borobudur dengan menggunakan tie-dye sebagai media visual.

Misalnya batik dengan gambar Borobudur, atau lebih tepatnya batik dengan motif dari realif Borobudur.

Selain melestarikan Borobudur, teknik ini juga dapat memperkenalkan isi Borobudur yang sebenarnya tanpa harus pergi ke tempat yang berisiko merusak candi.

Sementara itu, menurut narasumber Bengkel Batik Realif, Drs Handaka Vijjananda, Apt, Borobudur adalah candi yang penuh realisme. Oleh karena itu, teknik mengutip Realif dan mengaplikasikannya pada media kain (batik) bisa menjadi alternatif milenial untuk meregenerasi pelestari Borobudur.

Sebagai salah satu bentuk kader generasi pecinta Borobudur, Workshop Batik Realif juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap budaya Indonesia, termasuk batik.

Secara tidak langsung, diskusi ini membawa banyak manfaat bagi para peserta. Mereka memiliki perspektif baru tentang bagaimana mengolah teknik pelestarian budaya bangsa secara sederhana namun “bermakna”.

Namun tidak ada yang lebih penting dari sosialisasi Batik Realif Borobudur ini untuk meminimalisir rasa penasaran pengunjung terhadap isi candi.

Karena wisatawan tidak perlu naik ke kompleks candi untuk mengetahui realifnya. Mereka cukup melihat bahkan membeli kain batik bergambar Borobudur secara realistik.

Baca juga: Kapten Westerling, Kisah Sadis Panglima Baret Hijau Belanda

Isi sebenarnya dari Borobudur tentu saja sangat kaya akan cerita. Isi dari realif ini dapat menceritakan tentang sebuah era dan penduduk dunia yang berbeda dari hari ini.

Misalnya ada hewan dan tumbuhan yang mungkin belum bisa kita temukan saat ini. Mereka tinggal di Borobudur saat itu hanya sezaman dengan peradaban.

Promosi Batik Nusantara

Selain membahas solusi untuk mengurangi resiko kerusakan Candi Borobudur, Bengkel Batik Realif juga mempromosikan Batik Nusantara kepada masyarakat.

Tidak hanya untuk masyarakat lokal, acara ini mencoba mempopulerkan Batik Nusantara di mancanegara (internasional).

Dua sponsor utama acara ini (Asosiasi Batik Sawut Sewu) dan (Yayasan EHI PASSIKO) sengaja mengadakan workshop untuk belajar tentang manfaat batik. Selain berperan sebagai pakaian adat yang sarat makna dan simbol nusantara, ternyata batik juga bisa menjadi media solusi kerusakan Candi Borobudur.

dr Handaka Vijjananda, Apt mengusulkan Borobudur sebagai tujuan wisata Go internasional Sudah selayaknya batik diwujudkan sebagai media visual yang dapat menggantikan rasa penasaran pengunjung terhadap isi candi Borobudur itu sendiri.

Pengurus dan pengelola pusat budaya harus mampu menyebut kain ikat celup kehidupan nyata sebagai kawasan industri bagi masyarakat sekitar.

Sehingga tidak hanya menjual batu andesit dalam bentuk uleg dan koboi. Namun pelaku wisata di Borobudur juga bisa menjual berbagai bentuk karya batik asli. Salah satunya adalah batik asli berupa “hiasan dinding”.

Handaka juga menyarankan agar pengelola Candi Borobudur membatasi pengunjung dengan “kuota per hari”.

Dengan begitu masyarakat akan merasa dihargai karena ternyata Candi Borobudur masih bisa dikunjungi masyarakat. Bukan berarti Borobudur ditutup permanen sebagai tempat wisata.

Pasalnya, baru-baru ini sempat beredar wacana penutupan Candi Borobudur dari wisatawan karena akan kembali menjadi tempat ibadah umat Buddha.

Baca juga: Kisah buruh batik yang menjadi bangsawan kecil di Surakarta, 1919-1922

Dekonstruksi sejarah Borobudur

dr Handaka Vijjananda, Apt mendekonstruksi sejarah Borobudur yang sudah ada sebelumnya berdasarkan wawasan sejarawan Jerman. Menurut Handaka, sejarawan Jerman keliru mendefinisikan Borobudur sebagai “candi bertingkat tiga”.

Karena sejatinya Borobudur adalah candi Budha yang memiliki 10 tingkat. Oleh karena itu, sejarah Candi Borobudur terdiri dari 3 tingkatan (Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu) tidak cocok untuk menggambarkan tingkat keseluruhan candi.

Handaka sendiri senang dengan adanya workshop Realif Batik karena bisa mensosialisasikan dekonstruksi sejarah ini di komunitas yang berbeda. Salah satunya adalah komunitas batik Realif dan pecinta budaya Indonesia dari berbagai daerah. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button