Sepenggal sejarah di geng berbagai merek kendaraan di Bandung - WisataHits
Jawa Barat

Sepenggal sejarah di geng berbagai merek kendaraan di Bandung

bandung

Permukiman RW 06, Desa Kacapiring, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung memang dikenal unik. Karena nama jalan di pemukiman tersebut menggunakan merek kendaraan yang berbeda.

Nama-nama geng tersebut adalah Opel, Marcedes, Holden, Morris, FIAT, Daihatsu, Suzuki, Honda, Yamaha, Harley hingga Lambretta. Suasana RW 06 Kecapir begitu asri. Diisi dengan tanaman pot. Keren, apalagi saat gerimis.

Menurut warga sekitar, nama jalan dengan merek kendaraan tersebut sudah ada sejak tahun 1980-an. Ia mengatakan penggunaan nama jalan ini agar mudah diingat.

Selain uniknya RW 06 Kacapiring, ada cerita lain. Pemukiman ini dikatakan telah mengoperasikan rumah produksi untuk barang-barang karet. Produksinya lebih banyak berkaitan dengan karet di dalam bola, seperti bola voli dan sepak bola.

Rumah kerajinan karet ini dikelola oleh keluarga Dadang Sukandar (66). Produksi barang-barang karet berupa bola bagian dalam, sarung tangan dan lain-lain sudah beroperasi sejak tahun 1960-an. Dadang Sukadar tinggal di Gang Yamaha.

Saat itu, Gang Yamaha masih bernama Gang VI Jalan Sukabumi Dalam. Dadang mengaku tidak tahu persis nama komplotan tersebut. Namun, dia membenarkan bahwa sudah seperti ini selama beberapa dekade.

Dadang juga memajang kuitansi jual beli kerajinan karet tahun 1960-an. Kuitansi itu berisi alamat lengkap rumah produksi yang dijalankan keluarganya. Nama perusahaan Fair, alamatnya Gang VI Jalan Sukabumi Dalam, Kota Bandung.

Jumlah izin pembuatan toko kerajinan karet yang dikelola keluarga Dadang pada saat itu juga tercatat dan diberi nomor 947/GAL/T/69. Biasanya dalam struktur surat, di akhir nomor surat mengacu pada tahun.

“Itu kan keluarga. Ya sekitar tahun 1960-an produksinya volly, kickball (sepak bola) dan lain-lain. Itu dulu,” kata Dadang saat berbicara, Jumat (9/9/2022).

Selain itu, Dadang mengatakan, produksi barang karet tersebut dilakukan atas kerja sama dengan perusahaan. Keluarga Dadang memperkuat masyarakat sekitar.

“Sejauh yang saya ingat, itu bisa mencapai 70.000 bola dalam sebulan. Tahun 1960-an ya,” kata Dadang.

Saat itu, produksi karet di dalam bola tidak banyak bersaing. Hingga akhirnya muncul saingan dari Majalengka, Sukabumi dan lain-lain. Dadang mengaku kondisi seperti itu membuat bisnis yang dijalankan ayahnya pusing.

“Dulu warga ikut membantu. Sekarang tidak lagi. Bangkrut tahun 1990-an,” kata Dadang.

Sekarang Dadang menganggur. Ia berharap produksi karet akan muncul kembali di Kacapiring Bandung. “Ya, sekarang tidak ada aktivitas sama sekali. Hanya menganggur,” kata Dadang.

(selatan/mso)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button