Sejarah Runtuhnya Jembatan Ciputrapinggan-Pangandaran Tahun 1950 - WisataHits
Jawa Barat

Sejarah Runtuhnya Jembatan Ciputrapinggan-Pangandaran Tahun 1950

Ternyata Jembatan Ciputrapinggan di Pangandaran pernah runtuh pada tahun 1950. Sementara itu, pada Oktober 2016, masyarakat Pangandaran dihebohkan dengan ambruknya Jembatan Ciputrapinggan. Jembatan ini merupakan pintu masuk utama Bandung-Pangandaran yang terletak di kawasan Puteranggan.

Beberapa orang mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Karena usia jembatan yang sudah tua, maka pembangunannya sudah dilakukan sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Bagaimana sejarah jembatan di Puterapinggan atau sebelumnya lebih dikenal dengan nama Tjiputrapinggan (Ciputrapinggan)?

Berdasarkan beberapa temuan data dari surat kabar berbahasa Belanda, salah satunya “Courant India untuk Belanda“Pada tanggal 3 Agustus 1952, diketahui bahwa jembatan ini telah hancur oleh banjir bandang pada pertengahan 1950-an.

Meski tidak memakan korban jiwa, namun ambruknya Jembatan Ciputrapinggan telah menimbulkan kerugian yang cukup besar, khususnya bagi sektor ekonomi daerah di Pangandaran.

Akibatnya, informasi dan komunikasi antar masyarakat di kawasan Pangandaran, Kalipoetjang (Kalipucang) dan Padaherang terganggu. Publik juga terisolasi dari berita dan informasi nasional karena kesulitan pemasok Alquran mengantarkan koran terbarunya ke Pangandaran.

Baca juga: Jembatan Ciputrapinggan-Pangandaran runtuh meninggalkan banyak pengemudi di belakang

Dalam artikel sejarah singkat ini, penulis ingin menjelaskan peristiwa hancurnya Jembatan Ciputrapinggan pada tahun 1950.

Peristiwa ini menjadi bukti bahwa runtuhnya Jembatan Puteranggan 2016 bukanlah yang pertama kali terjadi.

Sejarah Jembatan Ciputrapinggan-Pangandaran hancur diterjang banjir bandang tahun 1950

Menurut catatan sejarah di surat kabar berbahasa Belanda, penyebab banjir bandang di kawasan Ciputrapinggan yang merusak jembatan utama jalur Bandung-Pangandaran itu rupanya karena luapan air sungai di kawasan Lakbok, Bandjarsari (Banjarsari).

Tingginya luapan sungai di Lakbok itu rupanya karena cuaca yang tidak bisa diprediksi. Hujan mengguyur kawasan tersebut selama berhari-hari. Akibatnya, utang air terus meningkat dan meluap, sehingga terjadi bencana banjir.

Dampak kejadian banjir bandang akibat jebolnya bendungan air di kawasan Lakbok, Banjarsari menyebabkan air sungai meluap di beberapa wilayah. Seperti sungai di daerah Padaherang, Tjiseeel (Ciseel), Tjiputerahadji (Ciputrahaji) dan Ciputrapinggan.

Namun, wilayah yang terkena banjir dan menimbulkan korban jiwa berada di kawasan Ciputrapinggan. Banjir telah menyebabkan rusaknya jembatan utama yang menghubungkan jalan raya Bandung-Pangandaran, yang vital bagi pembangunan ekonomi.

Pengamat dari Dinas Pengairan setempat mengatakan, banjir terjadi dengan luapan besar di Ciputrapinggan karena kontur atau sifat sungai yang masuk ke laut (muara) secara langsung.

Baca juga: Kisah tenggelamnya turis Belanda di Pangandaran pada tahun 1938

Meski berhari-hari Ciputrapinggan tidak hujan seperti yang terjadi di Lakbok, Bandjarsari. Namun mengingat sifat sungai yang termasuk dalam kategori aliran muara, maka memiliki resiko yang tinggi.

Jembatan runtuh seiring bertambahnya usia

Sedangkan surat kabar berbahasa Belanda “Courant India untuk Belanda” (3 Agustus 1952), menyebutkan kerusakan jembatan di Ciputrapinggan tahun 1950 karena usia jembatan.

Kerusakan jembatan yang disebabkan usia ini kemudian menjadi kendala dalam pekerjaan renovasi. Karena usia jembatan, pemerintah pusat mendanai pembangunan jembatan baru di Ciputrapinggan pada tahun 1950.

Oleh karena itu, renovasi Jembatan Ciputrapinggan membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni sekitar dua tahun pembangunannya.

Salah satu konsekuensi dari masa konstruksi selain renovasi total. Alasan lainnya, pengiriman alat berat terhambat oleh sempit dan sempitnya jalur Bandung-Pangandaran menuju Ciputrapinggan.

Apalagi saat kendaraan berat ini melewati hutan Karang Nini yang tidak memiliki keselamatan lalu lintas. Jadi Anda harus berhati-hati karena jalannya sangat berbahaya untuk jatuh ke jurang.

penghambatan laju distribusi

Banjir bandang yang menyebabkan jebolnya Jembatan Ciputrapinggan pada tahun 1950 telah menghambat laju distribusi seluruh lapangan di Pangandaran.

Salah satu jenis penyaluran yang terhambat oleh acara ini adalah kebutuhan pokok. Seperti bahan makanan instan (mie), perlengkapan susu anak dan bahan baku kain untuk kebutuhan perlengkapan sandang.

Selain itu, kendala pemisahan pintu tol Bandung-Pangandaran ke Ciputrapinggan sangat mempengaruhi distribusi pasokan kopra (kelapa kering) yang menjadi sektor pendapatan utama daerah di Pangandaran saat itu.

Terpisahnya Jembatan Ciputrapinggan-Pangandaran pada 1950 juga membuat masyarakat Pangandaran buta informasi. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah surat kabar yang dapat dibaca. Sedangkan radio dan televisi saat itu merupakan komoditas yang masih terbatas.

Akibat kendala yang ditimbulkan oleh masalah jembatan ini, perjalanan wisata Pangandaran yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda terhenti.

Wisatawan yang suka menghabiskan akhir pekan di Pantai Pangandaran harus berpuasa selama dua tahun.

Baca juga: Perampokan Pangandaran 1953: Kuwu tewas, 14 rumah terbakar!

Pelaku industri pariwisata di pantai Pangandaran juga terhambat. Penghasilan mereka berkurang hingga akhirnya mereka kembali bekerja sebagai nelayan dan petani.

Perbaikan jembatan selesai, kembali beroperasi pada tahun 1952

Setelah runtuh pada 1950, meski memakan waktu cukup lama, yakni dua tahun berturut-turut, Jembatan Ciputrapinggan, akses utama Tol Bandung Pangandaran, akhirnya selesai dibangun. Pada tahun 1952 jembatan itu secara resmi dioperasikan kembali.

Kejadian ini digambarkan dalam keterangan surat kabar berbahasa Belanda yang berjudul “Algemeen dagblad India: de Preanger Bode“, 6 Desember 1952.

Sebelum jembatan ini didedikasikan untuk umum, jembatan ini terlebih dahulu diuji oleh insinyur pemerintah yang andal dengan menempatkan beban kendaraan berat di atasnya.

Upaya ini juga berhasil, karena tekanan yang dihasilkan setelah upaya tersebut tidak ada perubahan sedikitpun pada struktur jembatan. Artinya, Jembatan Ciputrapinggan yang selesai dibangun tahun 1952 bisa digunakan kembali.

Berdasarkan informasi dari surat kabar di atas, ia hadir pada peresmian pembukaan kembali Jembatan Ciputrapinggan, kepala layanan umum wilayah Priangan, atau sekarang identik dengan jabatan Gubernur Jawa Barat pada tahun 1952, yaitu Sanusi Hardjadinata.

Tak lama setelah Gubernur Sanusi meresmikan Jembatan Ciputrapinggan, beberapa pengusaha kopra kembali aktif di kawasan Tjikemboelan.

Truk-truk besar yang mengangkut kelapa kering sebelum peresmian jembatan akhirnya melaju dengan selamat melewati Ciputrapinggan menuju pusat kota. Tujuannya untuk mendistribusikan kopra dan segera menjualnya ke beberapa investor besar di Jakarta.

Selain beroperasinya pabrik kopra pasca perbaikan Jembatan Ciputrapinggan, beberapa pemudik dari Bandung juga datang ke Pantai Pangandaran.

Mereka tidak tega pergi berlibur menikmati pantai. Mereka juga ingin menginap di wisma tepi pantai Pangandaran peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda tahun 1939. (Erik-R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Source: www.harapanrakyat.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button