Saat anak-anak belajar membatik di Batik Linggo - WisataHits
Jawa Tengah

Saat anak-anak belajar membatik di Batik Linggo

SEMARANG, KOMPAS.com– Sekelompok anak menganimasi booth workshop Kabupaten Kendal pada Grand Maerakaca Fair 2022. Duduk diam mewarnai pola tie-dye yang disediakan.

“Atraksi harus memiliki nilai edukasi, jadi bukan sekedar jalan-jalan dan makan,” kata Zachroni, pemilik Batik Linggo, dalam keterangannya. KOMPAS.com.

Batik Linggo tidak hanya menjual produk tie-dye berwarna natural, namun secara rutin membuka wisata edukasi bagi anak-anak untuk merasakan proses pembuatan tie-dye pada spanram tie-dye kecil.

Baca Juga: Batik Sasambo Karya SMKN 5 Mataram Sukses Masuk Pasar Internasional

“Selama ini anak-anak tahu tentang tie-dye, tapi prosesnya tidak tahu. Ada kain, lilin, canting dan pewarna,” jelas Roni.

Roni sapaan akrabnya sengaja mendesain booth Edutourism agar pengunjung anak-anak bisa mendapatkan pengalaman berharga saat berwisata sekaligus memahami warisan budaya Indonesia.

Pameran yang diikutinya dimulai dari 27 Agustus hingga 4 September 2022. Pada hari kerja hanya maksimal 5 pengunjung anak-anak karena anak-anak sekolah.

Namun di akhir pekan, Roni mengajak belasan anak untuk berkunjung. Hanya sedikit dari 50 bahan lukis batik asli untuk anak-anak yang masih tersedia.

Mahira, siswa kelas dua dari Kendal, mewarnai motif ikat celup ikan. Didampingi orang tuanya, ia tampak sibuk mengukir setiap warna pada media batik spanram.

Bahkan sang ibu mencoba meniru batik dan membuat pola sendiri di samping putrinya. Rombongan keluarga kecil yang baru saja tiba dari Boja, Kendal langsung menuju booth karena anaknya ingin mewarnai tie-dye.

Baca Juga: Mengenal Ciri-Ciri Motif dan Warna Pesisir Tie-Dye di Beberapa Daerah

“Pada hari libur” menyegarkan Kemari. Begitu saya melihat anak-anak sedang sibuk, saya langsung mampir. Biarkan anak-anak mencoba mewarnai tie-dye,” kata Yanuar, ayah Mahira.

Untuk anak usia sekolah dasar, Roni hanya mengajarkan proses tie-dyeing. sedangkan proses canting dan lain-lain dijelaskan secara lisan.

“Anak-anak yang masih kecil berbahaya jika dipegang dengan ujungnya sendiri, tetapi mereka tetap tidak bisa memperhatikan karena takut terkena lilin,” jelas Roni.

Di luar pameran, Roni rutin memberikan les membatik di dua sanggarnya. Dia juga bekerja dengan banyak lembaga pendidikan. Dari anak usia dini hingga universitas.

Baca Juga: Batik Air Buka Kembali Penerbangan Dari Bandara Halim Perdanakusuma

“Setidaknya anak kelas 5 dan 6 bisa mengajari anak-anak cant,” ujarnya.

Lingkup kegiatan edu-tourism yang didanai meliputi Kendal dan Semarang. Mahasiswa asing program pertukaran UNNES juga sudah sering belajar batik di bawah bimbingannya.

“Batik pada dasarnya adalah warisan budaya Indonesia kepada dunia. Jadi saya pikir penting bagi anak-anak kita untuk memahami budaya kita sebelum orang lain,” katanya.

Roni mengatakan sejak tahun 2013 kurang lebih rombongan mahasiswa asing dari 25 negara rutin belajar di tempatnya. Di tengah pandemi Covid-19, program tersebut terpaksa dihentikan.

dapatkan pembaruan pesan yang dipilih dan berita terkini setiap hari dari Kompas.com. Jom join grup Telegram “Kompas.com News Update” caranya klik link lalu join. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Source: regional.kompas.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button