Menyelamatkan Yang Tersesat di Kota Tua Bandung - WisataHits
Jawa Barat

Menyelamatkan Yang Tersesat di Kota Tua Bandung

BandungMobile.idKota Bandung memang selalu memiliki pesona tersendiri, bahkan Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand memilih menghibur diri saat kehilangan putrinya. Sebagai penawar sakitnya, ia memutuskan untuk berlibur ke Bandung pada tahun 1896. Memilih Bandung adalah keputusan terbaik, dia bahkan menghabiskan beberapa hari di Bandung dan menikmati keindahan alam, menonton pacuan kuda di Tegalega, mendiskusikan kisah Panji dengan bupati dan dia kagum melihat bangunan bergaya Eropa terlihat di Bragaweg (Jalan Braga). . Ya, Bandung dengan budayanya memang mampu membuat semua orang kembali lagi.

Bandung memiliki banyak potensi, terutama nilai sejarahnya yang dapat dijadikan sebagai nilai eceran Daerah. Mulai dari kuliner jaman dulu yang masih eksis sampai sekarang. Kemudian warisan geologi yaitu taman terumbu karang di gunung yang hanya ada dua di dunia. Selain itu, terdapat pula situs penemuan manusia purba di Gua Pawon dan penemuan yang menjawab mata rantai yang hilang terkait manusia purba di Jawa Barat.

Dari sekian banyak potensi sejarah yang dimiliki Bandung, penulis tertarik untuk membahas wujud budaya fisik berupa bangunan cagar budaya. Bangunannya unik art deco campuran arsitektur Eropa dan Indonesia. Tempat yang pada masanya menjadi tujuan para elit kolonial dan bangsawan lokal untuk menghabiskan waktunya. Tempat ini juga memberikan julukan Bandung Paris van Java. Tempat itu dikenal dengan nama Jalan Braga.

Ternyata Braga memiliki sejarah “mewah” yang mengiringi sejarah kota Bandung. Braga merupakan representasi yang dapat menunjukkan perkembangan kota Bandung sejak perkembangan masif pada abad ke-19. Bagaimana tidak, sejak abad ke-19 Braga merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi yang paling komersial saat itu, bahkan jika Braga mendahului pembangunan Pusat Pemerintahan Bandung yang baru dilaksanakan pada awal abad ke-20.

Oleh karena itu, tidak semua orang bisa memasuki Jalan Braga, hanya bangsawan Eropa dan pribumi saja yang bisa mengunjungi Braga. Istilah yang muncul saat itu adalah “Verboden untuk anjing inlander” yang artinya anjing dan pribumi dilarang masuk, dari kalimat ini bisa dibayangkan betapa sulitnya pribumi memasuki kawasan paling elite kota bandung.

Seiring berjalannya waktu, bangunan Braga lama kelamaan menjadi bangunan cagar budaya yang kosong dan terbengkalai bahkan diganti dengan bangunan baru yang lebih modern. Banyak dari bangunan bersejarah ini sekarang terbengkalai dan beberapa sedang dihancurkan untuk membuka jalan bagi bangunan baru. Toko-toko seperti NV Luyks, Hellerman dan Gedung Gas yang merupakan distributor gas di kota Bandung pada masa penjajahan Belanda kini tutup rapat dan terbengkalai.

Nasib yang lebih buruk menimpa Hotel Braga (sebelumnya dikenal sebagai Hotel Wilhemina), di mana bangunan yang terdaftar telah direnovasi total dan diubah menjadi hotel baru berlantai tiga belas. Hal terakhir yang terjadi adalah gedung nomor 68, gedung LKBN, karya arsitektur AF Aalbeurs dengan karakter bangunan art deco akhirnya harus diratakan dengan tanah dan dibangun kembali dalam bentuk yang berbeda dari sebelumnya.

Sangat cocok untuk bangunan yang terdaftar dan harus dilindungi dan dilestarikan sesuai peraturan daerah. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bandung (Perda) Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya, seharusnya menjadi kekuatan dan tidak seperti macan ompong yang tidak memiliki nilai. Selain itu, Undang-Undang Pelestarian Budaya RI No. 11 Tahun 2010 juga harus ditegakkan. Bahkan, bangunan cagar budaya di Kota Bandung pun berangsur-angsur menghilang. Sejak 2009, lebih dari 20 bangunan terdaftar telah hilang dan lebih dari 500 bangunan tua lainnya menunggu penyelamatan pemerintah.

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, mengapa hal ini terjadi? Meskipun pemerintah pusat dan daerah telah mengeluarkan peraturan tentang upaya pengelolaan dan pelestarian bangunan cagar budaya. Atau kita bisa menunggu sampai semuanya terjadi dan kita hanya bisa melaporkan Bandung sebagai laboratorium arsitektur art deco kepada anak cucu kita tanpa meninggalkan apapun. Di negara-negara Eropa seperti Italia, Inggris, Jerman dan negara-negara maju lainnya sangat memperhatikan bangunan bersejarahnya karena mereka paham bahwa kota-kota yang memiliki peninggalan sejarah justru akan memiliki daya tarik wisata.

Revitalisasi kota tua Jakarta adalah contoh ideal Braga. Sebelum kebangkitan, kawasan Kota Tua Jakarta berada pada level yang memprihatinkan. Hal ini dijelaskan oleh Radika, pengelola Historia Food and Bar Jakarta: “Beberapa bangunan seperti Darmaniaga, Jasindo, Rotterdam Lloyd dan Kertaniaga tidak terawat dan hampir roboh.”

Namun, setelah revitalisasi kota tua Jakarta yang dimulai pada tahun 1972 dan diprakarsai Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, wajah kota tua berubah total. Kepala UPK Kota Tua Norviandi Setio Husodo mengatakan, “Dalam waktu tiga hari sejak 15 Juni 2018, jumlah pengunjung Kota Tua Jakarta tercatat sebanyak 220.000 orang.” Hal ini tentu membuktikan bahwa potensi wisata sejarah dapat menjadi nilai jual daerah. titik . Lalu bagaimana dengan bangunan budaya-sejarah di Braga? Apakah pemerintah sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan terhadap bangunan cagar budaya di Braga?

Pemerintah Kota Bandung harus menetapkan dan memperkenalkan moratorium pembongkaran dan izin bangunan warisan, pemerintah perlu mulai menyadari pentingnya bangunan cagar budaya. Di satu sisi, perubahan fungsi bangunan tidak bisa dihindari untuk mengikuti perkembangan zaman. Meski demikian, pelestarian bangunan bersejarah tetap sangat penting demi menjaga identitas kota.

Selain itu, pemerintah harus memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk bangunan yang terdaftar. Menurut anggota DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan, Gedung DPRD Kota Bandung dilansir wartawan Pikiran Rakyat Muhammad Fikry Mauludy bisa saja bermasalah dengan pemilik gedung di Bandung dengan nilai PBB yang harus dibayar. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan pembebasan biaya PBB khusus untuk bangunan yang terdaftar.

Baca juga: Jatuh Bangun Pusparita Tedjasari Pemeliharaan bangunan cagar budaya dengan hasil penjualan kue
RS Dustira dan Lemasmil II Cimahi Sah sebagai bangunan cagar budaya
Sahabat Pusaka Indonesia: Mencintai Warisan Budaya Bersama Masyarakat

Peran generasi muda

Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam pelestarian bangunan cagar budaya. Partisipasi tersebut dapat diwujudkan melalui sosialisasi gagasan agar upaya penyelamatan cagar budaya Braga menjadi perhatian bersama..

Menulis memang merupakan ciri perlawanan kelas intelektual di awal abad ke-20. Hal yang sama juga dilakukan oleh tokoh-tokoh terpelajar seperti Sukarno, Suwardi Suryaningrat dan tokoh intelektual lainnya. Penulis berharap melalui artikel ini masyarakat dapat memahami pentingnya Braga dan pengaruhnya terhadap kota Bandung.

Sebagai generasi yang hidup di era digital, menggunakan media sosial untuk menyebarkan ide bisa menjadi salah satu cara. Kesadaran akan hal ini bisa menjadi kunci perubahan tidak hanya bagi warga Bandung tetapi juga bagi Braga sendiri dan sejarahnya yang masih tersembunyi dan menunggu untuk diungkap.

Orang tanpa sejarah akan kehilangan identitasnya. Begitu juga dengan sebuah kota. kehilangan kekayaan warisan di Bandung juga merupakan bagian dari proses hilangnya rangkaian peristiwa yang menghubungkan sejarah perkembangan budaya masa lalu, masa kini dan masa depan, yang dapat bermanfaat dan menjadi kebanggaan generasi penerus.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button