Mempertahankan persawahan Kabupaten Karawang sebagai lumbung pangan - WisataHits
Yogyakarta

Mempertahankan persawahan Kabupaten Karawang sebagai lumbung pangan

Karawang (ANTARA) – Kabupaten Karawang dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Barat. Sawah tersebar hampir di seluruh kecamatan di kabupaten tersebut. Karawang berkomitmen menjadikan sektor pertanian sebagai daerah yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.

Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan daerah yang mengatur tentang batasan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yaitu Peraturan Daerah tentang Lahan Pertanian dan Pangan Lestari (LP2B). Peraturan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Pangan Karawang, luas areal persawahan di wilayah tersebut sejauh ini mencapai 97.000 hektar. Namun tidak menutup kemungkinan adanya potensi alih fungsi lahan pertanian di tahun-tahun mendatang. Namun, dengan adanya Perda LP2B, pengurangan luas areal persawahan dapat dikendalikan dengan baik.

Selain untuk menekan laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, salah satu alasan utama lahirnya Perda LP2B adalah untuk lebih meningkatkan produktivitas padi di Karawang.

Berdasarkan ketentuan Perda LP2B, Pemerintah Kabupaten Karawang telah menetapkan bahwa 87.000 hektar lahan sawah dilindungi dari segala bentuk alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

Artinya, dari total lahan pertanian seluas 97.000 hektar, 87.000 hektar tertutup atau tidak bisa dikonversi. Sisanya 10.000 hektar dibiarkan berubah fungsi.

Sedangkan menurut data dari sumber lain yaitu Keputusan Menteri (Kepmen) ATR/Kepala BPN No. 1589/Sk-Hk 02.01/XII/2021 disebutkan bahwa Karawang saat ini memiliki Lahan Lindung (LSD) seluas seluas 95.667,45 hektar.

Keputusan tersebut mengatur penetapan LSD di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

produktifitas

Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana beberapa kali menyebut produksi beras di daerahnya dari tahun ke tahun selalu melimpah, mencapai rata-rata 1,3 juta ton per tahun.

Dari produksi 1,3 ton beras dalam proses konversi menjadi beras, sekitar 800.000 ton beras tercapai. Sedangkan kebutuhan beras rata-rata masyarakat Karawang hanya sekitar 500.000 ton per tahun.

Dengan demikian, produksi pertanian di Karawang surplus. Artinya, sisa 300.000 ton beras yang diproduksi di Karawang akan didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia.

Pada semester I 2022, panen padi di Karawang baru mencapai sekitar 612.000 ton. Output itu kurang dari 50 persen dari target 2022 sebesar 1,4 juta ton.

Perbaiki susunannya

Untuk menjaga tingkat produktivitas dan menyelamatkan atau melindungi lahan sawah dari alih fungsi lahan untuk non pertanian, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyarankan perlunya perbaikan tata ruang.

Sistem penataan ruang yang ada saat ini masih perlu perbaikan sebagai bagian dari pelayanan perizinan yang cepat melalui Online Single Submission (OSS).

OSS harus mengacu pada ketentuan tata ruang dan melihat kondisi nyata di lapangan.

Misalnya, jika ada areal sawah teknis yang secara spasial disetujui untuk pembangunan perumahan, maka areal sawah dapat habis dalam waktu singkat karena OSS merespon permohonan persetujuan dengan cepat.

Dengan demikian, kegagalan untuk menyelaraskan kecepatan pelayanan perijinan dengan rencana tata ruang pada akhirnya akan menimbulkan penyesalan atas hilangnya sumber pangan.

Dedi Mulyadi juga mengatakan kalau soal sumber pangan, jangan hanya paham kalau punya uang bisa beli beras. Karena ketika negara lain mengalami krisis pangan, tentu mereka tidak mau menjual berasnya. Tapi Anda sebaiknya memblokir gudang untuk negara lain. Dalam kondisi seperti itu, kelaparan bisa terjadi.

Perlindungan pertanian dari perubahan penggunaan lahan harus disertai dengan regulasi. Namun, ada yang jauh lebih penting, yaitu perubahan paradigma tentang pertanian, tentang sawah.

Paradigma persawahan perlu diubah. Bicara sawah atau bercocok tanam tidak bisa dengan uang, masalah kebutuhan pangan sudah selesai. Karena ada fungsi estetika dan spiritual dari sawah.

Dari segi estetika, hamparan sawah bisa menjadi pemandangan yang sangat indah. Jika dikelola dengan baik, sawah tidak hanya akan menghasilkan beras, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi jika dikembangkan menjadi tujuan wisata, misalnya.

Belum lagi fungsi spiritualnya. Sampai saat ini di tanah Sunda terdapat adat tentang perlunya tanah pra panen atau pasca panen atau tanah ruwat.

Ini adalah bagian dari fungsi spiritual agar sawah dapat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.

Jika dipelihara dan dikembangkan dengan baik, adat juga dapat mendongkrak perekonomian dengan menjadikannya tujuan wisata.

Pemandangan persawahan tidak hanya dikaitkan dengan luasnya. Karena untuk menjaga estetika dan spiritualitas, halaman kantor bisa dijadikan persawahan, sawah bisa dibangun di kawasan industri. Padahal, sawah bisa ditanam di halaman belakang sekolah, misalnya.

Bentuk penggarapan lahan pertanian harus dilakukan dengan bukti yang kuat, bukan basa-basi. Artinya harus ada kewajiban bersama antara pemerintah dan pemilik ladang.

Di Karawang, sebagai lumbung padi, harus ada pertemuan antara pemerintah dan pemilik sawah untuk membahas masa depan sawah di tengah masifnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk.

Pemilik properti juga harus mengetahui ketentuan tata ruang. Dengan mengetahui penataan ruang, pemilik lahan sawah dapat diinstruksikan untuk tidak menjual lahannya jika berada di dalam kawasan terlarang.

Pemerintah Kabupaten Karawang yang menyatakan akan mengembangkan sektor pertanian, harus memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang pertanian dan pangan.

Kehadiran BUMD di bidang pertanian dan pangan dapat mendukung perlindungan lahan sawah dari alih fungsi lahan dengan menginvestasikan anggaran pembelian lahan sawah yang kemudian dikelola oleh BUMD tersebut. Sehingga BUMD tidak hanya mengurus sarana produksi di bidang pertanian dan pangan di bidang pertanian dan pangan.

Lahan garapan sebagai penyangga ketahanan pangan harus dilestarikan. Konversi lahan pertanian untuk keperluan non pertanian harus sangat selektif. Perlu pemetaan lahan pertanian dengan baik agar tidak menyusut dan berdampak kerawanan pangan.

Baca Juga: Kamsol Membajak Sawah di Desa Binuang

Baca Juga: Gubernur Kuansing Perkirakan Petani Terapkan Tiga Musim Tanam

Source: riau.antaranews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button