Jawa Tengah

Melihat lebih dekat keunikan Pura Ngawen di Muntilan Magelang

Magelang

Bangunan candi peninggalan Dinasti Syailendra di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini tidak hanya Candi Borobudur. Namun Pura Ngawen juga patut untuk dikunjungi.

Candi Ngawen merupakan bangunan bersejarah Dinasti Syailendra yang juga digunakan untuk persembahyangan umat Buddha. Pura ini terletak tepatnya di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

Bangunan candi ini memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri dibandingkan candi lainnya. Candi Ngawen ditemukan sekitar tahun 1927 atau pada masa penjajahan Belanda. Dimana pada masa pemugaran Candi Borobudur, warga sekitar Ngawen menemukan sebuah batu yang tertimbun tanah.

Kemudian warga yang menemukan batu bumi melaporkan tentang pemugaran Candi Borobudur. Setelah itu, mereka melakukan penelitian di sekitar Candi Ngawen.

Ada lima candi di sini, namun hanya candi kedua yang masih utuh sedangkan candi satu, tiga, empat dan lima belum sepenuhnya dipugar. Adapun nama Candi Ngawen, karena tidak ditemukan prasasti yang berhubungan dengan candi tersebut, penamaannya mengacu pada nama situs atau dusun setempat.

Pura Ngawen terletak di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Foto: Eko Susanto/detikJateng

“Candi Ngawen ditemukan tahun 1927, masih zaman Belanda. Ditemukan sebuah candi yang diberi nama Candi Ngawen karena prasastinya belum ditemukan, sehingga diberi nama dusun tempat ditemukannya,” kata Sumantoro, teknisi konservasi di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah. , Kamis (8/11).

Sumantoro mengatakan bahwa Candi Ngawen pertama kali dipugar pada tahun 1925-1927. Ada lima candi di sini, terdiri dari dua candi utama dan tiga perwara.

“Candi Keempat akan direnovasi kembali pada 2011-2012. Candi ketiga dan keempat belum dipugar,” kata Mantoro.

“Candi Ngawen digunakan untuk persembahyangan umat Buddha karena di candi kedua terdapat patung Dhyani Buddha Ratna Sambawa dan Dhyani Buddha Amitabha di candi keempat,” katanya.

Candi Ngawen, kata Sumantoro, merupakan akulturasi antara umat Hindu dan Buddha. Hal ini ditunjukkan dengan adanya stupa yang berbentuk bulat namun belum terpasang diatasnya. Kemudian ciri lainnya adalah patung singa di keempat sudutnya.

“Ciri khas Candi Ngawen di keempat sudutnya adalah patung singa yang melambangkan kekuatan dan ciri-ciri lainnya, ada relief pemikiran yang melambangkan Dewa Wisnu untuk ciri-ciri Hindu. Untuk ciri-ciri Buddhis tentunya ada patung Buddha,” ujarnya.

Adapun keunikan lainnya, Sumantoro mengatakan bahwa bangunan candi Budha biasanya menghadap ke barat, sedangkan Candi Ngawen menghadap ke timur.

“Itu punya keunikan tersendiri, biasanya kalau Hindu (candi) di timur, perwara di barat, jadi ada rangkaian akulturasi campuran Hindu-Budha,” katanya.

Penatausahaan Candi Ngawen dilakukan oleh BPCB Provinsi Jawa Tengah, seperti Candi Sewu, Gedong Songo, Dieng, Sukuh dan lain-lain.

“Ini terbuka untuk umum, budaya dan juga pariwisata untuk membantu desa Ngawen menjadi desa wisata. (Tiket masuk) saat ini tidak dipungut biaya karena Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah tidak diperbolehkan memungut retribusi, yang biasanya berasal dari pemerintah daerah, pariwisata. Tapi untuk saat ini gratis,” pungkasnya.

Tonton Video Respon Wisatawan Lokal dan Asing Terkait Tarif Masuk Candi Borobudur
[Gambas:Video 20detik]
(aplikasi/dil)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button