Lodewijk, benteng terbesar di Asia yang masih reruntuhan - WisataHits
Jawa Timur

Lodewijk, benteng terbesar di Asia yang masih reruntuhan

penulis: Nadiyah Malya Khansa
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga

Benteng Lodewijk yang dibangun pada tahun 1808 M pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles oleh Pemerintah Hindia Timur Belanda di Desa Tajung Wedoro, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, tidak dapat diandalkan dari pembangunan jalan tol Anyer-Panarukan sepanjang jalan dipisahkan pantai utara pulau jawa. Benteng Lodewijk sendiri berjarak sekitar 6 mil (± 9,66 km) dari Kota Gresik dan sekitar 5 mil (± 8,05 km) dari Ujung Pangkah. Letak Gresik yang strategis di antara Selat Madura dan antar pulau menjadikan Gresik dikenal sebagai Suma Oriental atau kota terbesar dan terbaik di seluruh pulau Jawa, sekaligus permata Jawa karena memiliki laut yang sangat tenang untuk dijadikan pelabuhan. Didirikan pada tahun 1808, menghadap ke selatan dan berbatasan dengan Sungai Bengawan Solo.

Inilah tujuan utama didirikannya Benteng Lodewijk, yaitu sebagai pos jaga jika terjadi serangan pasukan Inggris, karena pada saat itu Hindia Belanda sedang berkonflik dengan Inggris. Dibangun di atas tanah yang cukup besar, dapat menampung sekitar 800 tentara dan dilengkapi dengan 102 senjata.

Pembuatan Benteng Lodewijk mendapat julukan sebagai benteng terbesar di Asia, meskipun bangunannya tidak begitu tinggi namun begitu kokoh. Nama Benteng Lodewijk berasal dari nama Raja Louis, seorang penguasa Kerajaan Belanda kelahiran Prancis. Penggunaan nama tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap Daendels saat diangkat menjadi Gubernur Jenderal. Namun, sulitnya pengucapan kata Louis oleh penduduk asli menyebabkan kata Louis diserap di Lodewijk.

Pada tahun 1857 pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk fokus membangun Surabaya dan meninggalkan Benteng Lodewijk, benteng terbesar di Asia. Kurangnya perawatan dalam memelihara sebuah bangunan menjadi salah satu penyebab hancurnya Benteng Lodewijk. Kayu anti abrasi yang dialihfungsikan warga sekitar sebagai tempat tinggal membuat Benteng Lodewijk hancur diterjang abrasi air laut.

Musta’in, Ketua Deaa Tajung Wedoro, mengatakan kondisi Benteng Lodewijk saat ini hanya 10%, dengan 90% dari luas daratan benteng 1,5 hektar hancur oleh abrasi dan menjadi lautan. Sisanya 10% dari benteng yang menyerupai benteng Brasil, hanya terdiri dari dua bastion, yaitu bastion barat dan timur laut, serta dua sumur dan sebuah gerbang. Sebagai kawasan cagar budaya, bahkan dapat dilihat dari kondisi tersebut bahwa Pemerintah Kabupaten Gresik tidak berupaya untuk menjaga atau melestarikan Benteng Lodewijk.

Pengamat budaya dan sejarah Gresik
Kriswanto Adji Wahono mengatakan, Pemkab Gresik harus mampu mewujudkan potensi Pulau Mengere sebagai pusat wisata budaya dan sejarah. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah revitalisasi atau produksi miniatur Benteng atau Museum Lodewijk. Meski ini merupakan salah satu upaya untuk memastikan bahwa Benteng Lodewijk sebagai benteng terbesar di Asia, bukan sekedar nama.

Pulau Mengere, kata Kris Adji begitu julukannya, masih memiliki bangunan peninggalan pemerintah Hindia Belanda, serta jalur kereta api. Oleh karena itu, Kris Adji sebagai salah satu budayawan menyarankan untuk mendirikan museum di Pulau Mengere karena Pulau Mengere memiliki potensi besar sebagai wisata budaya dan sejarah. Kris Adji juga menyampaikan bahwa Gresik memiliki potensi wisata budaya dan sejarah. Hal ini didukung dengan pengakuan Gresik sebagai permata Jawa karena memiliki laut yang sangat tenang.

Oleh karena itu, warisan budaya dan sejarah mengikuti perkembangan zaman. Gresik memiliki banyak akulturasi di beberapa daerah di Kabupaten Gresik. Dimana akulturasi muncul karena Gresik merupakan pintu gerbang peradaban dimana tidak hanya pemerintah Hindia Belanda tetapi juga penyebaran agama Islam di pulau Jawa dimulai di Gresik.

Sebagai seorang humanis, Kris Adji tidak tinggal diam. Ia mendirikan sebuah yayasan bernama Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik atau lebih dikenal dengan Yayasan Mataseger. Dalam mengelola yayasan tersebut, Kris Adji telah melibatkan banyak anak muda dengan membuat konten edukasi yang memperkenalkan generasi milenial dan milenial pada sejarah melalui platform media digital seperti Instagram, Facebook dan YouTube. Hal ini dilakukan agar anak-anak generasi milenial dan milenial lebih tertarik untuk mempelajari warisan budaya dan sejarah di Gresik.

Kini peninggalan sejarah di Pulau Mengere ini telah disulap menjadi kolam bagi warga karena tidak tahu bagaimana cara merawatnya. Hal ini disebabkan kurangnya edukasi atau sosialisasi pemerintah kepada masyarakat tentang cara merawat dan melindungi bangunan bersejarah. Sedangkan dalam melakukan pendidikan atau kehumasan, Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan wajib melakukannya. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pelestarian Budaya dan Undang-Undang Kemajuan Kebudayaan, sebagai dasar dan dasar perlindungan dan perawatan situs bersejarah. Selama ini Kris Adji dan yayasannya telah menjadi relawan dalam pendidikan dan sosialisasi karena kecintaan mereka pada sejarah dan budaya di Gresik.

Pada tahun 2008, Badan Arkeologi Nasional melakukan penyelidikan di Benteng Lodewijk. Berdasarkan hasil kajian, Benteng Lodewijk merupakan cagar budaya prioritas yang perlu dijaga dan dilindungi oleh pemerintah. Namun sejauh ini, pemerintah tidak melakukan apa pun untuk melestarikan atau melindungi Benteng Lodewijk. Kemudian, pada tahun 2017, Benteng Lodewijk diubah menjadi tempat wisata yang bernama Exotic Mengere.

Namun, minimnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan dan pengelolaan destinasi wisata heritage membuat benteng semakin parah. Kurangnya ketekunan pemerintah dalam melakukan pemeliharaan dan perlindungan juga didukung oleh pernyataan Musta’in selaku kepala desa Kramat: “Selama ini pemerintah hanya melakukan survei, tetapi belum ada kelanjutan dari survei yang telah dilakukan. keluar.” Benteng Lodewijk adalah bangunan terdaftar, tetapi pemerintah Gresik tidak berusaha untuk melindunginya. Sebagai benteng terbesar di Asia, Benteng Lodewijk hanya tinggal nama jika pemerintah tidak segera bertindak.

Oleh karena itu, sebagai milenial dan milenial yang merupakan generasi penerus bangsa, kita perlu mengetahui dan mempelajari warisan sejarah yang ada. Seperti yang pernah dikatakan Ir Soekarno, “Jangan jadi redcoat”, artinya jangan pernah meninggalkan sejarah, karena sejarah bukan hanya masa lalu.

Namun, kita harus memahami masa lalu dan menggunakannya untuk menyusun strategi untuk masa kini dan meraih masa depan yang gemilang. Jika generasi mendatang tidak mengetahui ceritanya, Indonesia akan pecah dalam penjajahan baru. Karena kesalahpahaman bahwa Indonesia dibangun oleh Bhineka Tunggal Ika, yang berbeda tetapi tetap satu. Kris Adji mengatakan tidak ada pohon yang tumbuh besar dan kuat tanpa akar. Sebagai generasi milenial dan milenial yang akan menjadi generasi penerus bangsa, mereka perlu memahami akar sejarah dan adat istiadat karena akar yang kuat akan tumbuh dan bermanfaat bagi banyak orang.

Source: surabayapost.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button