Lihat kehidupan suku Osing Banyuwangi yang masih lestari - WisataHits
wisatahits

Lihat kehidupan suku Osing Banyuwangi yang masih lestari

Suku Osing Banyuwangi merupakan suku asli Banyuwangi yang masih memegang teguh adat dan budayanya hingga saat ini.

Banyuwangi adalah sebuah kabupaten yang terletak di ujung timur pulau jawa. Selain memiliki destinasi wisata yang indah, Banyuwangi juga masih memiliki masyarakat adat yang memiliki adat dan budaya yang kuat.

Jika Anda berlibur ke Banyuwangi, pastikan untuk mampir ke Desa Kemiren, karena Anda akan menemukan suku Osing Banyuwangi di sana.

Sekilas Suku Osing Banyuwangi

Suku Osing Banyuwangi berasal dari Banyuwangi. Mereka menempati beberapa kecamatan di Banyuwangi seperti Rogojampi, Kemiren, Sempu, Gelagah dan masih banyak lainnya.

Suku ini juga memiliki budaya dan adat istiadat yang kuat dan masih dipertahankan hingga saat ini. Kehidupan sehari-hari suku ini terutama bertani dan berkebun. Sebelumnya, suku ini menganut agama Hindu seperti pada zaman kerajaan Majapahit. Namun, seiring penyebaran Islam yang merambah Indonesia, banyak dari mereka yang memeluk agama Islam.

Sejarah dan asal usul nama

Suku Osing atau Suku Osing berasal dari Banyuwangi yang juga dikenal dengan Laros, singkatan dari Lare Osing atau Wong Blambangan. Osing sendiri berarti “tidak”. Julukan osing itu tidak serta merta merupakan keinginan rakyat Blambangan, melainkan ekspresi frustrasi rakyat Belanda karena gagal membujuk rakyat Blambangan untuk mau bekerja sama.

Karena masyarakat Blambangan saat itu cenderung menarik diri dari masyarakat baru dan lebih suka mengasingkan diri. Namun seiring perkembangan zaman, sikap tersebut mulai luntur dan mulai menerima perubahan zaman.

Awalnya adalah runtuhnya kerajaan Majaphit saat perang saudara sekitar tahun 1478 M, seiring dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan tersebut, terutama kerajaan Malaka, mempercepat keruntuhan kerajaan Majapahit.

Setelah mengalami keruntuhan, rakyat Majapahit pergi menyelamatkan diri dan memulai hidup baru. Mereka menyebar ke berbagai daerah seperti lereng Gunung Bromo yang sekarang dikenal dengan suku Tengger, Blambangan yang dikenal dengan suku Osing dan Bali.

Setelah itu, orang-orang yang mengungsi ke Blambangan mendirikan Kerajaan Blambangan yang menjadi kerajaan terakhir bergaya Hindu-Budha. Kedekatan sejarah ini terlihat dari budaya suku Osing yang mendirikan kerajaan dengan gaya kerajaan Majapahit.

Suku Osing juga percaya bahwa Alas Purwo atau lebih dikenal dengan Taman Nasional Alas Purwo adalah tempat persembunyian orang-orang Majapahit dari pengejaran Kerajaan Mataram.

Kerajaan Islam Mataram dalam sejarahnya tidak pernah memperpanjang kekuasaannya untuk mengukuhkan kekuasaannya di kerajaan Blambanagan. Karena faktor-faktor tersebut, masyarakat Osing memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat Jawa, bahkan masyarakat Osing lebih cenderung memiliki kesamaan dengan masyarakat Bali. Hal ini terlihat dari kemiripan struktur bangunan dengan rumah adat Bali.

Bahasa

Suku Osing memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Osing. Bahasa ini juga lebih mirip dengan dialek Jawa kuno dan berbeda dengan dialek Jawa pada umumnya. Seperti penggunaan Paran (apa) isun (saya) dan banyak lainnya.

Kekerabatan dengan suku Osing

Prinsip dasar kekerabatan adalah kekerabatan. Namun dalam kehidupan bermasyarakat seolah-olah memiliki lapisan atau strata.

Mata pecahan

Sebagian besar masyarakat Osing hidup dari pertanian dan berkebun, dan sebagian kecil sebagai PNS, pedagang, dll.

Memercayai

Pada masa lalu, suku Osing menganut kepercayaan yang sama dengan masyarakat Majapahit, yaitu menganut kepercayaan Hindu-Budha. Namun dengan pesatnya perkembangan kerajaan Islam yang menyebar, menyebabkan pesatnya penyebaran Islam di kalangan suku Osing yang menerimanya. Namun, banyak masyarakat Osing yang masih menganut kepercayaan yang diajarkan oleh nenek moyang mereka.

Rumah adat

Rumah adat suku Osing berada di desa Kemiren. Rumah adat ini memiliki kekhasan yaitu rumah adat ini tidak boleh dibangun menghadap gunung, melainkan harus menghadap jalan raya.

Ciri khas rumah adat suku ini adalah atapnya yang memiliki tiga bentuk berbeda. Atapnya disebut Tikel Balung, Csrocogan dan Baresan. Tikel Balung adalah alas atau pondasi suatu bangunan yang terdiri dari empat atap (bidang).

Model atap Tikel Balungan ini biasanya terdapat di rumah setiap warga.
Baresan adalah bangunan yang lebih sederhana dari Tikel Balung yang hanya memiliki tiga rabi, tetapi Baseran tidak dapat berdiri sebagai satu kesatuan, biasanya Baseran dibangun untuk menambah ruang jika ruang utama tidak mencukupi atau anggota keluarga bertambah.

Sedangkan Cerocogan merupakan tipe bangunan yang lebih sederhana dari dua bangunan sebelumnya. Cerocogan bukanlah bangunan dasar, biasanya Cerocogan digunakan sebagai bangunan dapur atau sebagai bangunan tambahan yang dianggap kurang untuk menampung rumah.

Tradisi

Seperti suku-suku lain yang tersebar di seluruh Indonesia, suku Osing juga memiliki tradisi unik yang masih dilestarikan hingga saat ini.

bahasa asing

Kehidupan sehari-hari masyarakat ini menggunakan bahasa Osing. Mengingat banyak anak muda zaman sekarang yang bahkan mungkin tidak mengetahui bahasa adatnya. Selain itu, mereka juga memiliki lagu-lagu tradisional sendiri dan tentunya menggunakan bahasa Osing.

Tradisi Guedhogan

Tradisi gedhgan merupakan perkumpulan ibu-ibu yang menumbuk hasil bumi seperti tepung dan beras. Dengan cara ini, tumbukan stik drum menghasilkan suara yang memiliki tempo yang merata. Dan mengatur nada yang baik.

Memang alat seduh ini sangat jarang digunakan, namun tetap dilestarikan dan menjadi tontonan bagi wisatawan atau wisatawan yang melintas.

Barong Ider Bumi

Tradisi ini bertujuan untuk menolak kayu gelondongan yang masuk ke daerah ini. Beberapa waraga membentuk kelompok barongan yang melingkar dari timur ke barat seperti arak-arakan karnaval. Tradisi ini dilakukan setahun sekali, yaitu setiap hari kedua bulan Syawal.

Uniknya, di tengah arak-arakan, banyak warga yang melempar koin untuk menolak datang ke wilayahnya. Tapi kalaupun koin biasanya bisa terkumpul hingga 15 juta atau bahkan lebih.

Tradisi Desa Bersih

Tradisi desa sendiri ini dilakukan setelah mereka berhasil memanen hasil pertanian sebagai bentuk rasa syukur. Dalam tradisi ini, masyarakat menyajikan makanan khas Banyuwangi yaitu Pecel Pitik. Makanan yang mengandung ayam suwir dan sayuran diurapi dengan kelapa parut.

kasur

Tradisi mepe kasur atau menjemur kasur sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Osing. Biasanya kasur mepe dilakukan oleh banyak orang jika kasurnya basah. Namun tidak bagi masyarakat Osing. Tradisi unik ini biasanya dilakukan setiap bulan Dzulhijjah dan dilakukan bersamaan dengan acara salut kampung.

Masyarakat secara bersamaan akan mengeringkan kasur mereka karena mereka percaya tradisi ini dapat menjaga keharmonisan dan keharmonisan keluarga. Uniknya, setiap kasur di desa ini memiliki warna yang sama yaitu merah dan hitam. Warna ini melambangkan penolakan bala dan kelangsungan kehidupan keluarga.

Main Angklung Paglak

Bermain Angklung Paglak dilakukan saat musim panen tiba, tujuannya untuk menghibur para petani yang sedang memanen hasil panennya. Sekaligus mengajak masyarakat untuk membantu para petani memanen. Tradisi ini menegaskan nilai gotong royong.

Alamat

Anda bisa mengunjungi Desa Wisata Osing yang terletak di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur.

Biaya masuk

Harga tiket masuk desa Osing cukup terjangkau, hanya dengan membayar Rp 5.000, anda sudah bisa menikmati wisata di desa Osing.

Meredakan

Berbeda dengan tempat wisata lainnya. Tempat wisata ini tidak hanya memiliki fasilitas seperti toilet dan tempat parkir, tetapi juga fasilitas untuk berbagai platform yang bisa Anda kunjungi seperti sanggar tari yang biasanya menyajikan tarian daerah yang dapat dinikmati para wisatawan.

Selain itu, desa ini juga memiliki penginapan yang bisa Anda sewa. Untuk menyewa hostel ini, Anda cukup membayar Rp 165.000/malam. Penginapan ini berisi 2 orang. Bahkan hostel ini memiliki desain rumah tradisional, sehingga Anda bisa merasakan sensasi menginap di rumah adat Osing.

QnA

Berikut pertanyaan-pertanyaan terkait kehidupan suku asli Banyuwangi:

Kesimpulan

Tempat wisata yang berbeda dengan tempat wisata lainnya adalah Desa Kemiren. Di desa ini, Anda bisa melihat kehidupan sehari-hari suku Osing Banyuwangi yang masih terjaga kelestariannya.

Source: dolanyok.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button