Kenapa nasi angkringan disebut nasi kucing? - WisataHits
Yogyakarta

Kenapa nasi angkringan disebut nasi kucing?

jakarta

Berwisata ke Yogyakarta, traveler bisa dengan mudah menemukan Angkringan jualan nasi kucing. Pernahkah Anda berpikir mengapa disebut nasi kucing?

Bagi yang datang ke kota Solo dan Jogja pasti sudah tidak asing lagi dengan jenis warung makan Angkringan atau Wedangan yang juga dikenal dengan nama Hik. Angkringan bukan hanya tempat makan, tapi juga tempat berkumpulnya warga dari berbagai kalangan.

Berbagai jenis makanan tradisional menjadi signature dish di Angkringan, seperti: Seperti aneka gorengan, jadah, sate usus, tempe tahu bacem dan aneka makanan lainnya. Tentu saja minuman hangat seperti teh, jahe dan lain-lain tidak boleh dilewatkan.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Salah satu yang tidak boleh dilewatkan adalah nasi kucing. Paket ini biasanya berisi nasi dengan pelengkap irisan bandeng dan sambal. Seiring berkembangnya zaman, lauk nasi kucing ini bisa diganti dengan berbagai macam menu, seperti telur atau tumisan.

Nasi bungkus dengan nasi dan bandeng inilah asal mula penyebutan nasi kucing. Karena makanan yang dikandungnya mirip dengan makanan yang biasanya diberikan untuk memberi makan kucing.

Selain itu, ukuran nasi bungkus juga menjadi alasan penyebutan nasi kucing.

“Alasannya disebut nasi kucing karena porsinya yang sedikit seperti memberi makan kucing,” tulis Ratih Kartika dalam bukunya yang berjudul Angkringan: Unik dan abadi.

Sejarah Angkringan

Angkringan JaluAngkringan. Foto: detikcom/Riska Fitria

Dalam bukunya, Ratih menulis bahwa awal mula berdirinya Angkringan berasal dari perantau dari Klaten. Sekitar tahun 1930, seorang warga Kecamatan Bayat, Klaten, bernama Karso Djukut, mulai mengenalkan Angkringan kepada masyarakat Kota Solo.

Ia berjualan sembako dengan angkringan yang dipakainya dan jalan-jalan keliling kampung.

Lambat laun, banyak orang mengikuti jejaknya, seiring dengan perkembangan Kota Solo yang memiliki banyak pusat keramaian, seperti kegiatan Selikuran malam, pendirian bioskop di Sriwedari, dan munculnya beberapa tempat hiburan.

Dalam perkembangannya, para pedagang angkringan yang berjualan keliling kini hampir punah. Kebanyakan mereka berjualan melalui pemukiman, baik di pinggir jalan raya maupun di desa.

Sedangkan di Jogja adalah penjual yang dikenal sebagai penjual angkringan pertama, Pairo dari Kecamatan Cawas, Klaten. Seperti Karso Djukut, ia juga awalnya berjualan sambil jalan-jalan.

Seiring waktu, ia memutuskan untuk menjual secara permanen di dekat stasiun Tugu. Sementara itu, warung angkringan juga menjamur di Jogja, seperti halnya di kota Solo.

Artikel ini dimuat di detikJateng.

Tonton video “Murah dan Meriah! Makan nasi kucing dengan 15 lauk pilihan Anda”.
[Gambas:Video 20detik]
(Pena/Pena)

Source: travel.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button