Jadi ibu kota negara, ya Bahagia, ya Senep - WisataHits
Jawa Tengah

Jadi ibu kota negara, ya Bahagia, ya Senep

Jadi ibu kota negara, ya Bahagia, ya Senep

RADARSOLO.ID – Ibukota negara adalah magnet baru bagi pendatang baru. Nah, di satu sisi, warga sekitar menyambut baik karena daerahnya akan berkembang. Tapi di sisi lain, mereka juga takut.

WIBATSU ARISUDEWO, Penajam Paser Utara, Radar Solo

Lahan parkir di titik nol ibu kota negara (IKN) Nusantara ini sebenarnya luas. Namun, terasa sempit karena banyaknya kendaraan yang diparkir. Ada bus kecil, mobil pribadi, dan sepeda motor. Termasuk belasan motor trail untuk off-roader dari peserta B2DE. Bahkan terasa kurang luas karena di sisi lain berdiri bangunan Pendapa seperti tenda limas memanjang.

Menurut laporan, kondisi seperti ini terjadi hampir setiap hari. Titik nol IKN-Nusantara yang menjadi simbol penetapan lokasi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada 14 Maret 2022, berubah menjadi destinasi wisata baru.

Ada ratusan turis yang mengunjungi tempat itu setiap hari. Mereka berasal dari berbagai daerah di Pulau Kalimantan. Bahkan ada yang berasal dari pulau lain, termasuk Jawa. Namun, tidak ada satupun stand di dekat alun-alun. Nampaknya otoritas pengelola IKN melarang pendirian tribun di tempat ini.

Titik nol IKN tidak sejajar dengan tempat parkir. Namun, titik monumental tempat diadakannya ritual Kendhi Nusantara (upacara penyatuan tanah dari 34 provinsi Indonesia) adalah di lembah di lereng bukit sebelah kiri tempat parkir.

“Ini tangga turun, ke nol. Kita turun tangga,” kata Pakdhe Marno sambil menunjuk tangga di tengah sisi kiri Pendapa.

Tangga beton ditutupi dengan papan kayu keras. Terdapat rangka besi pengaman di kiri dan kanan. Akses ke nol tidak lurus. Tapi agak melengkung. Panjangnya sekitar 30 meter dengan puluhan anak tangga. “Akan baik-baik saja nanti sangat lelahtambah Kang Zam, yang juga turun ke wilayah titik nol.

Di kaki tangga terdapat area berbentuk lingkaran berdiameter kurang lebih 12 meter yang menyambut pengunjung. Area tersebut dilapisi dengan batu bulat Persegi panjang. Di tengah area melingkar ada area kecil, juga melingkar, ditutupi karpet hijau kusam. Di tengahnya ada tiang semen biru setinggi sekitar 50 sentimeter.

Tugu berwarna biru ini disebut Simpul IKN-Nusantara. Pelat logam bundar berwarna kuning keemasan dengan tulisan tertancap di bagian atas monumen

“Titik Tetap Geodesi”. Di bawah tanah, tepat di sebelah tugu biru, terkubur bejana berisi tanah dari seluruh provinsi di Indonesia. Penyatuan negara-negara tersebut dimaksudkan untuk melambangkan Bhineka Tunggal Ika yang telah menyatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebaliknya ada bangunan tambahan di tepi area melingkar yang dilapisi batu paving. Di bawah ini adalah kursi yang dibangun dengan pola melingkar. Di tempat ini puluhan pengunjung duduk santai. Di seberangnya ada tulisan besar: titik nol nusantara.

Font putih besar, yang terlihat seperti terbuat dari logam, melekat pada rangka besi yang dilapisi cat hitam. Di sampingnya berdiri sebatang besi seukuran betis orang dewasa, dengan papan penunjuk arah yang dipasang di atasnya menunjuk ke berbagai arah. Di setiap plakat tertera nama sebuah kota di Indonesia. Diantaranya Sabang, Merauke, Istana Negara, Mangrove Ecopark dan lain-lain.

Prasasti Titik Nol Nusantara dan Monumen Penanda Titik Nol menjadi magnet utama yang menarik pengunjung. Selain pengunjung rela berjalan jauh dan mengeluarkan tenaga untuk sampai ke Titik Nol, pengunjung juga rela mengantri untuk sekedar berjalan kaki di bawah prasasti Titik Nol Nusantara dan di atas tugu berwarna biru yang berada di tengah area melingkar untuk memotret tempat tersebut. “Foto Diskon. kami Tidak tahu kapan kamu akan kembali. Buat oleh-oleh nanti,” kata Pakdhe Marno kemudian.

Selain rombongan peserta B2DE, sore itu puluhan pengunjung memadati lokasi. Salah satunya Agus. Pria berusia sekitar 35 tahun itu mengaku tinggal di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, sekitar 70 kilometer dari Ground Zero.

“Saya asli dari Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Tapi dia sudah lama hijrah ke Semboja. Itu datang ke sini pertama kali. Aku hanya ingin melihat-lihat saja,” ucapnya lalu berpamitan pulang karena hari sudah sore.

Pengunjung lainnya, termasuk peserta B2DE, kemudian berangsur-angsur naik kembali ke pelataran parkir. Beberapa langsung menuju ke kendaraan mereka dan keluar dari tempat parkir. Ada juga yang berhenti dan duduk di sekitar pohon besar Memperbarui cerita media sosial dan mengirim foto dan video ke kerabatnya. Selain itu, ada juga yang melakukan video call untuk menunjukkan kehadirannya kepada keluarga atau teman di Titik Nol IKN.

“Koneksinya sangat cepat. Saya dulu mengirim 24 foto dan video segera dikirim. Tidak pakai lama,” kata salah satu pengunjung.

Segera setelahnya, Pemimpin ajak peserta keluar dari tempat parkir di titik nol ibukota negara bagian. Lapangan Taruna di Desa Bukit Raya, ibu kota Kecamatan Sepaku, menjadi sasaran selanjutnya. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke lapangan. Hanya sekitar 15 menit dari Titik Nol IKN. Di lapangan ini ada dua tenda militer besar. Di bawah ini adalah puluhan tempat tidur kamp. Di sini para peserta tinggal.

Sedangkan di bagian lapangan lainnya terdapat tribun. Meja dan kursi ditata di bawah atap tribun, yang digunakan untuk makan dan bersosialisasi di malam hari. Tidak hanya itu sound system dengan unit keyboard dan kursi juga ditata di tempat yang sama.

Namun, tidak semua peserta langsung beristirahat. Ada yang memilih mencari SPBU untuk mengisi bahan bakar sepeda motor. Ada juga yang mencari tempat cuci motor untuk menghilangkan lumpur dan debu yang menempel hampir di setiap bagian motor. “Belok kiri di pintu masuk lapangan. Ada SPBU sekitar 100 meter di kanan jalan,” kata seorang satpam yang bertugas di lapangan.

Petugas SPBU menginformasikan ada tempat cuci motor tidak jauh dari SPBU. Pak Dicky adalah peserta pertama yang mencapai tempat cuci motor kecil di sisi kiri jalan. Pemilik tempat cuci motor ini berasal dari Kecamatan Sepaku. Wanita paruh baya ini mengerti bahkan fasih berbahasa Jawa.

Di sebelah tempat cuci motor ada warung sederhana. Atapnya adalah tenda plastik. Tidak ada dinding yang menutupinya. Satu set kursi dan meja kayu sederhana berfungsi sebagai tempat duduk bagi para pembeli kopi. “Tolong Pak Pinarak. Ngersakne Coffee Napa Teakata wanita berusia 40 tahun yang mengelola kafe tersebut.

Lalu dia memperkenalkan dirinya. Dia mengaku namanya Amber. Ia dilahirkan dalam sepak bola. Orang tuanya adalah transmigran dari Ponorogo, Jawa Timur. Ia juga mengatakan mayoritas warga Kecamatan Sepaku adalah etnis Jawa. Mereka merupakan keturunan transmigran dari berbagai daerah di Jawa yang mulai menjajah dan membuka hutan di sepaku sejak akhir tahun 1970-an.

“Sekarang di sini semakin padat. Apakah Anda ingin menjadi ibu kota negara? Ya, nek, saya senang, Pak. Tapi nek diarani seneb ya senep. Indah sekali, karena di sini menjadi kota, menjadi ibu kota negara. kesunyiansampai sekarang saya belum membagikan tentang harga ganti rugi kebun sawit saya seluas dua hektar. Masih murah,” tambah Amber. (Kelanjutan)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button