Ciptakan nama minuman berbumbu dengan filosofi khusus - WisataHits
Jawa Timur

Ciptakan nama minuman berbumbu dengan filosofi khusus

KUNJUNGAN ke kediaman Achmad Rifa’i, tidak jauh dari desa Ngaglik, kota Batu, sangat menyenangkan. Mengenakan gaya khasnya, gelang hitam dan aksesoris dengan kop surat, Rifa’i dengan anggun membuka pintu dan mempersilahkan wartawan surat kabar itu masuk. Naluri sebagai dukun segera muncul. Menggunakan cetakan, dia menyeduh minuman berbumbu yang ditumbuk. Dipadukan dengan susu, adas bintang, serai dan pandan.

Tangan pria kelahiran 3 Juni 1970 ini tampak sangat piawai menyiapkan minuman herbal. Berbeda dengan latar belakang pendidikannya sebagai lulusan SMA Ilmu Pelayaran Surabaya tahun 1993, Rifa’i sempat mengabdikan dirinya di dunia pelayaran hingga akhirnya memutuskan untuk fokus pada pembuatan jamu sejak tahun 1995. “Saya berasal dari keluarga produsen jamu. Setelah mengalami kehidupan di laut, ternyata saya lebih tertarik untuk hidup di darat,” ujarnya. Selama 27 tahun ia berkeliling pulau Jawa ke Madura untuk mempelajari khasiat masing-masing tanaman rempah.

Misalnya sambiroto yang rasanya sangat pahit. Untuk mengurangi rasa, sebaiknya sambiroto dimasak pada suhu 120 derajat selama 5 menit. “Hanya 3 gelas dengan 2-3 gram daun sambiroto yang dibuat dari 9 gelas air,” katanya. Dengan begitu, jamu pahit yang terkenal tidak terlalu kental rasanya.

Dengan pengalaman puluhan tahun di dunia jamu, kini Rifa’i mampu memadukan berbagai bahan dengan manfaat yang berbeda. Misalnya, paket obat herbal bernama Anoman untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Persiapannya terdiri dari serai, sekang, kapulaga, kayu manis, doro putih dan sambiroto.

Berbagai jamu pun ia kemas menjadi minuman kekinian, seperti aneka minuman yang dijual di kafe-kafe. Bahkan penamaannya memiliki filosofi tersendiri. Misalnya jamu Jagad Tirta. Minuman ini memiliki filosofi bahwa kehidupan manusia terdiri dari 70 persen air, seperti halnya tubuh manusia. Tetapi orang bisa mengalami dehidrasi karena kekurangan air.

“Tanaman endemik seperti alang-alang atau bunga yang bisa dimakan seperti krisan dan mawar bisa menyembuhkan dehidrasi. Jadi minuman jagad tirta ini punya cerita,” kata pria Gemini menjelaskan bahwa selalu ada cerita di balik khasiat dan ramuan obat yang digunakan.

Contoh lain adalah minuman yang disebut widodaren. Jamu itu mengeluarkan tiga warna utama yaitu kuning, merah dan biru karena berasal dari kunyit, secang dan telang. Khasiat sebagai obat reflek dan radang tenggorokan. Filosofinya tidak jauh dari gradasi tiga warna. Merah dimaknai sebagai perasaan marah yang mencapai puncaknya. Kemudian, ketika dia menginjak cat kuning, kemarahannya mereda. Mencapai warna biru berarti Anda merasa tenang.

Ada juga minuman unik lainnya dari Mad Berlin yang bernama Sendang Pitu. Dalam ramuan tersebut, bumbu dicampur dengan air yang diperoleh dari 7 mata air di Kota Batu. Mata air tersebut tersebar di tiga kecamatan. Yakni, arboretum di Kecamatan Bumiaji, Sumber Umbul, Sumber Cinde dan Sumber Banyuning. Kemudian Sumber Tanjung di kabupaten Batu dan Sumber Banyu Urip dan Sumber Jeding di kabupaten Junrejo.

“Selalu ada air Zam Zam di setiap jamu atau minuman yang saya campur,” jelas penduduk asli Ngaglik ini. Menurutnya, air Zam Zam adalah obat yang paling mujarab. “Dia Asyifa, jadi saya menambahkannya untuk membuatnya lebih banyak lagi,” tambahnya.

Ramuan Mad Berlin juga dinikmati warga dari luar negeri. Seperti India, Argentina, Cina, Arab Saudi. Semuanya adalah wisatawan yang datang ke Kota Batu untuk berlibur dan mencari minumannya.

Kebanyakan turis asing suka minum di luar ruangan. Karena itu, Mad Berlin juga sudah menyiapkan konsep minum jamu dengan piknik. Tempat wisata alam yang biasa digunakan adalah Bukit Jengkoang, Coban Rondo, dan Jalibar. Dan juga wisata alam di sepanjang Sungai Brantas. “Wisatawan dari Argentina tertarik untuk membawa jamu kering ke Bali. Saat menyiapkan minuman, saya selalu menjelaskan jenis, kelebihan, dan cara menyeduhnya terlebih dahulu,” jelas pria yang juga anggota Sapu Sampah Nyemplung Kali atau Saberpungli ini. Cara ini juga dipakainya saat memberikan pelatihan pembuatan jamu dimana-mana. Baik di tingkat kota maupun dari PKK hingga Balai Diklat Pertanian dan Perdesaan Cabang Kota Batu. Ia bahkan pernah melatih Banyumas, Purwokerto, dan Jogjakarta.

“Orientasi saya bukanlah penghargaan atau juara. Saya lebih memilih mengedukasi masyarakat untuk tetap mempromosikan minuman sehat,” jelasnya. Meskipun demikian, Mad Berlin berkeliling dunia untuk festival jamu nasional. Pertama, pada tahun 1998, ia mengikuti festival di WTC Surabaya. Terakhir, pada tahun 2019 sebelum pandemi, ia mengikuti Festival Jamu di Kota Batu.

Saat ditanya tentang mimpinya, Mad Berlin ingin semua sempadan sungai, khususnya di Kota Batu, digunakan untuk menanam rempah-rempah. Terutama serai, kunyit, jahe, kencur dan lain-lain. Cara ini tidak hanya menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dengan menjual rempah-rempah di sempadan sungai. (*/gemuk)

Source: radarmalang.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button