Cara Erick Thohir memoles bangunan tua kota Jakarta agar relevan dengan masa kini - WisataHits
Jawa Tengah

Cara Erick Thohir memoles bangunan tua kota Jakarta agar relevan dengan masa kini

JAKARTA, KOMPAS.com – “Yang Sarinah bisa, yang lain juga bisa”.

Demikian seru Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melalui akun Twitter resminya @erickthohir usai meninjau Gedung Jasindo di Kota Tua dan Blok Pos di Pasar Baru, Sabtu (5/7/2022).

Erick melanjutkan, fasilitas bersejarah ini masih perlu perbaikan. Oleh karena itu, gedung-gedung tua dan terbengkalai Kementerian BUMN di kawasan kota tua sedang direnovasi dan menjadi sentra industri kreatif.

Erick tidak ingin bangunan bersejarah peninggalan zaman penjajahan Belanda ini dibiarkan begitu saja tanpa adanya kegiatan ekonomi.

Baca Juga: Melihat Potensi Wisata Sejarah Kota Tua

Keinginan itu semakin bertambah, apalagi setelah Kementerian BUMN berhasil menyelesaikan renovasi Sarinah yang kini menjadi concept site populer. hutan kota di ibu kota Jakarta.

“Tahun depan kita bangun agar kota tua (Jakarta) bisa seperti kota lama Semarang, kita bisa revitalisasi gedung BUMN ini,” kata Erick.

gedung jasindo

Gedung Jasindo terletak di sisi utara Taman Fatahillah dan menghadap ke timur. Adalah Eduard Cuypers dan Marius Hulswit yang bertindak sebagai arsitek bangunan ini pada tahun 1912.

Pada saat itu, Cuypers dan Hulswit, bersama dengan Fermont te Weltevreden, sedang membangun sebuah biro arsitek dan insinyur di Hindia Belanda bernama Architect en Inenneurs Bureau Hulswit Fermont Ed. Cuyper.

Sebelum menjadi milik PT Asuransi Jasindo, gedung ini dikenal dengan nama NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgebouwen West-Java Handel Maatschappij.

Tertulis dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1074 Tahun 2019 tentang Penetapan Gedung Jasindo Taman Fatahillah Sebagai Cagar Budaya, Gedung Jasindo merupakan salah satu bangunan cagar budaya Jakarta.

Gedung Jasindo di kota tuaKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Jasindo Gedung di Kota Tua Gedung Jasindo berdiri di atas sebidang tanah seluas 816 meter persegi dengan luas bangunan 2.448 meter persegi.

Berbatasan dengan Gedung Dasaad Musin di sebelah utara, Cafe Batavia di sebelah barat, Jalan Cengkeh dan Kantor Pos Indonesia di sebelah timur, dan Taman Fatahillah di sebelah selatan.

Gedung Jasindo terdiri dari tiga lantai dengan struktur beton bertulang bergaya Art Deco. Gaya desain ini berasal dari negara-negara benua Eropa sebelum Perang Dunia Pertama.

Cukup banyak bangunan bersejarah di Indonesia yang mengadopsi gaya Art Deco, misalnya Stasiun Tanjung Priok di Jakarta Utara.

Atap bangunan Jasindo berbentuk simetris dengan ornamen kubah di atasnya. Ada dua kubah di kanan dan kiri atap.

Gedung Jasindo di kota tuaKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Jasindo Gedung di Kota Tua, arsitek profesional Relan Masato menjelaskan, kubah berfungsi untuk mengeluarkan udara panas dari dalam gedung.

“Istilah fisika ini efek cerobong asap karena mengalir atau menarik udara panas ke atas,” jelasnya Kompas.comSelasa (5/7/2022).

Kubah itu sekarang jarang digunakan. Sebagai gantinya, kini sudah ada kipas turbin rooftop yang bekerja dengan cara yang sama dan biasanya digunakan oleh bangunan pabrik.

“Ini (roof turbine fan) fungsinya sama, tapi sayangnya hanya memenuhi aspek fungsional saja, tidak memperhatikan estetika,” tambah Relan.

Tidak lebih dari itu, karena roof turbine fan lebih murah dari dome dan dapat digunakan untuk keperluan industri dan umum.

Di setiap lantai terdapat sejumlah jendela persegi panjang dengan kombinasi kaca patri.

Dengan eksterior berwarna putih dan dikelilingi pepohonan di sekitarnya, gedung Jasindo sering dijadikan tempat berteduh oleh pengunjung atau seniman di Kota Tua.

Gedung Jasindo di kota tuaKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Gedung Jasindo Maharani di Kota Tua Di depan Gedung Jasindo terdapat monumen jalur trem yang pernah ada di Jakarta. Jalur trem ditutupi oleh bingkai kaca, memungkinkan pengunjung untuk melihat dari atas.

Di bagian atas bangunan terdapat tulisan “Gedoeng Jasindo”, yang dulu disebut “WEVA” sebelum direnovasi untuk menghindari keruntuhan.

Menurut pantauan langsung Kompas.com, tangga di gedung Jasindo berada di tengah gedung atau tepat setelah pintu masuk utama.

Terlihat salah satu ruangan ditutup oleh pintu kayu dengan kaca patri di atasnya.

Jika melihat gambar yang diunggah Erick, interior gedung Jasindo menggunakan kayu.

Terlihat juga lantai bangunan yang terbuat dari bata merah klasik, ubin kuning dan hitam yang berpadu serasi.

Rupanya, penjaga Gedung Jasindo Wawan harus meminta izin kepada pengunjung yang ingin melihat desain interior gedung ke Gedung Siemens Asuransi Jasindo, Jakarta Selatan.

“Kami sebenarnya selamat datangtapi harus ke pusat dulu,” kata Wawan kepada Kompas.com, Selasa (28/6/2022) saat bertugas di gedung Jasindo.

blok surat

Blok Pos di Pasar Baru, Jakarta PusatKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Pos Blok di Pasar Baru, Jakarta Pusat Dalam unggahannya, Erick juga menyebut Gedung Filateli Jakarta yang kini telah diubah menjadi tempat pertemuan modern bernama Blok Pos.

Karya indah yang menjadi pilot project pembangunan gedung tua di Kota Jakarta sesuai kebutuhan kekinian ini merupakan hasil kerjasama antara PT Pos Properti Indonesia dan PT Ruang Kreatif Pos.

Melalui ulasannya, Erick mengapresiasi Pos Blok yang kini berkembang baik untuk memasarkan ke UMKM, seni dan budaya.

Perlu dicatat bahwa Gedung Filateli ini dulunya bernama Post Telefon en Telegraf atau Kantor Pos dan dibangun oleh arsitek Belanda JF Von Hoytema pada tahun 1912-1929.

Gedung tersebut sudah lama tidak digunakan untuk layanan pos karena kantor pos baru dipindahkan ke gedung baru di Jalan Lapangan Banteng Utara, Jakarta Pusat.

Gaya dan arsitektur Gedung Filateli masih banyak dipengaruhi oleh budaya Eropa, baik sebelum maupun sesudah revitalisasi.

Blok Pos di Pasar Baru, Jakarta PusatKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Pos Blok di Pasar Baru, Jakarta Pusat Arsitektur khas Gedung Filateli adalah jendela lengkung berhias kaca. Warna bangunan tua menggunakan pola oranye dan putih yang melambangkan warna logo Pos Indonesia dan memiliki makna dinamis dan cepat.

Sebelumnya kantor ini diresmikan pada tahun 1746 oleh Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff dengan tujuan untuk menjamin keamanan surat-surat penduduk.

Khususnya bagi mereka yang berdagang dari kantor-kantor di luar Jawa dan datang dari atau pergi ke Belanda.

Sejak direvitalisasi pada akhir tahun 2021, gedung ini berkembang menjadi ruang pos dan kreatif bagi masyarakat.

Ada puluhan UMKM yang mengisi kekosongan di Pos Blok. Ada juga banyak ruang terbuka yang digunakan pengunjung untuk bersantai dan mengobrol sambil makan.

Titik penjualan UMKM tersebar di sayap kanan dan kiri gedung. Di tengah bangunan terdapat aula utama yang dilengkapi dengan teras tempat duduk.

Tidak sedikit orang yang menghabiskan waktu di sana untuk berbicara hingga menyelesaikan pekerjaan.

Bagian dalam Blok Pos juga dihias dengan kaca patri berwarna biru, merah, kuning dengan cat putih.

Interior Gedung Pos Blok Pasar Baru, Jakarta PusatKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Interior gedung Pos Blok di Pasar Baru, Jakarta PusatDari pengamatan langsung Kompas.comsepertinya pengelola menerima setidaknya dua kunjungan dari warga yang tertarik menyewa kamar di Pos Blok.

Baik pengelola maupun calon penyewa terlihat berkeliling mengamati ruang-ruang kosong di Blok Pos yang siap diisi.

Hal ini menunjukkan sisi keberhasilan revitalisasi Blok Pos dari bangunan lama menjadi salah satu pusat ekonomi kota.

dapatkan pembaruan pesan yang dipilih dan berita terkini setiap hari dari Kompas.com. Jom join grup Telegram “Kompas.com News Update” caranya klik link lalu join. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Source: www.kompas.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button