Pengantin di Jatitur Sragen Wajib Mandi di Mata Air: Tak Ada Yang Berani Menyakitinya Karena Takut Kuwalat - WisataHits
Jawa Tengah

Pengantin di Jatitur Sragen Wajib Mandi di Mata Air: Tak Ada Yang Berani Menyakitinya Karena Takut Kuwalat

Pengantin di Jatitur Sragen Wajib Mandi di Mata Air: Tak Ada Yang Berani Menyakitinya Karena Takut Kuwalat

Laporan wartawan TribunSolo.com Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN- Ada tradisi unik di Desa Jatitur, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Setiap calon pengantin wajib mandi dengan air Sendang Kun Gerit.

Keberadaan mata air yang kini telah berubah menjadi tempat wisata sangat berarti bagi warga Desa Jatitur.

Bayangkan, Desa Jatitur yang terletak di sebelah utara Bengawan Solo merupakan daerah gersang yang sangat sulit bagi warganya untuk menggali sumur.

Mereka harus menggali lebih dari 40 meter di bawah tanah untuk menemukan sumber.

Warga juga mengandalkan air dari Sendang Kun Gerit untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mandi, mencuci pakaian dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Maka tidak heran jika warga sudah mencapai kesuksesan atau merayakan sesuatu, mereka tidak lupa mengadakan festival di sumbernya, yang oleh warga disebut Sendang Panguripan.

Sugiman, Direktur BumDes Sumber Rejeki selaku pengelola wisata Sendang Kun Gerit mengatakan, warga Desa Jatitur masih menjunjung tinggi tradisi ini.

“Sendang masih digunakan untuk melakukan tradisi, misalnya pada pernikahan ketika pengantin dibawa ke sini untuk mandi, untuk perayaan orang masih membawa sesajen ke Sendang, masih ada sampai sekarang,” katanya kepada TribunSolo.com.

Selain itu, warga juga rutin menggelar tradisi bersih desa yang dilakukan di setiap desa Weton, yakni pada hari Jum’at Pahing.

Menurut Sugiman, hal ini tetap dilakukan untuk melestarikan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun.

Baca Juga: Berpura-pura Pakar Kecepatan di Jalan Sukoharjo, 37 Pemuda Lesu Pakai Motor Brong Ditangkap Polisi

Baca juga: Kisah Mistis Jurug Jembatan Penghubung Karanganyar-Solo: Sosok Gaib Menghilang di Tengah Jembatan

Ia menjelaskan, tradisi mengarak manta dilakukan setelah kedua mempelai bertemu dalam prosesi pernikahan Jawa.

“Dalam prosesi pernikahan, jadi setelah ada kesepakatan ada tradisi temu, setelah temu barulah kedua mempelai memandikannya,” jelasnya.

“Dulu cerita-cerita, pengantin dimandikan di sini (Sendang Kun Gerit), tapi sekarang tidak ada yang dibawa ke sini, air diambil untuk dibawa pulang,” tambahnya.

Menurutnya, tradisi menghormati air sebagai sumber kehidupan dilakukan saat kedua orang tersebut dipertemukan.

Pengantin baru tidak melupakan budaya yang sudah ada di daerah tersebut.

“Karena tidak peduli dengan keberadaan air, tapi selalu keluar dengan sendirinya, jadi sebagai bentuk rasa syukur sekaligus berharap agar pasangan ini mau kembali menjunjung tinggi adat budaya dan kearifan lokal. ,” pungkasnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button