Jawa Timur

Pusat Wisata Kuliner Surabaya Ramai Bukan Cuma Faktor Lokasi

JawaPos.com – Kota Surabaya memiliki 48 Sentra Wisata Kuliner (SWK) yang tersebar di berbagai daerah, menurut catatan. Setelah pandemi mereda, SWK menjadi solusi bagi roda perekonomian nasional. Meski masih banyak kendala, upaya tersebut menimbulkan harapan besar.

“SWK merupakan motor penggerak perekonomian. Terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, saya melihat pemerintah kota perlu melakukan tekanan besar-besaran,” kata Zuhrotul Mar’ah, anggota Komite B DPRD Surabaya.

Zuhro mengaku masih melihat beberapa SWK yang perlu dibenahi oleh Pemprov DKI. Apalagi SWK yang sepi pengunjung. Menurutnya, tugas Pemprov DKI tidak hanya sebatas penyediaan tempat.

Ia menyarankan pengecer perlu mendapatkan pelatihan seperti pengemasan yang higienis, variasi menu dan strategi pemasaran point-of-sale. Anggota Dewan Pertimbangan (Bamus) DPRD Surabaya menyatakan Nomor Induk Usaha (NIB) tidak kalah pentingnya. “Pemerintah kota perlu mencermati apakah ada dealer SWK yang belum memiliki NIB,” tambahnya.

Sekretaris Komisi B Mahfudz mengatakan beberapa lokasi SWK tidak strategis sehingga SWK sepi pengunjung. Politisi PKB itu menambahkan, sebuah SWK berada di kawasan pemukiman. Tidak dekat jalan bebas hambatan.

Mahfudz meminta pemerintah kota mengecek apakah ada SWK baru. Lokasi merupakan poin penting bagi SWK. “Misalnya, ada juga SWK yang letaknya bersebelahan dengan sekolah. Namun, kebijakan sekolah melarang siswa makan jajanan. Jadi bagaimana?” kata kepala Garda Nasional Surabaya.

Menentukan lokasi jelas merupakan hal yang penting. Yang terlihat misalnya di SWK Ketintang yang baru diresmikan Rabu (17/8) dalam rangka HUT RI ke-77. Lokasi dekat dengan kampus, perkantoran dan perumahan.

Ketua Asosiasi Pusat Wisata Kuliner (SWK) Ketintang Djumadi mengatakan pendapatan pedagang saat ini mencapai 75 persen, seperti penjualan di pinggir jalan. “Belum 100 persen kembali, bertahap ya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, SWK Ketintang tidak pernah sepi pengunjung sejak dibuka. Selain lokasi, hal ini disebabkan oleh infrastruktur struktural yang baik. Jumlah pengunjung selalu stabil setiap hari dan meningkat pada malam hari. “Bisa mencapai seribu orang per hari,” katanya.

Salah satu faktor pendukung aktifnya SWK adalah pembayaran, yang dapat berupa cashless maupun non-cash. Bagi mereka, ini berarti lebih mudah mencari uang receh dan keamanan yang lebih aman sehingga tidak perlu repot menyiapkan uang tunai.

Saat ini, pedagang belum dikenakan biaya operasional. Namun, di masa depan, biaya tersebut akan digunakan untuk membiayai konsumsi listrik dan air. Nominal biaya operasional belum ditetapkan, namun skema aslinya Rp 350.000. Diakuinya, Kementerian Perdagangan dan Koperasi tidak memungut biaya jasa sebesar Rp 5 juta. “Itu biaya antara klub dan pemilik tanah,” jelasnya.

Terlepas dari itu, Tata Sri Sulistiani, Sekretaris Serikat Pedagang Kaki Lima, berharap para pembuat kebijakan akan mengadakan acara di SWK-SWK. Selain untuk revitalisasi, cara ini dinilai cocok untuk menghadirkan SWK ke publik. “Yah, di SWK tidak ada agenda seperti itu,” katanya.

SWK Manukan Lor, Kecamatan Tandes, memiliki inisiatif. Ada komunitas Tresno Zumba dan komunitas pedagang pasar yang membuat tempat ini semakin semarak. Markt-Snack-Verein yang membuka stand di kanopi SWK menjadi referensi masyarakat yang ingin membeli dalam jumlah banyak dari retailer dan grosir.

Ketua Komunitas Jajan Pasar Anik Indrayani mengatakan 100 anggotanya telah diberikan tempat khusus untuk berjualan. Meski berada di emperan SWK, seluruh anggota masyarakat tetap bisa berjualan dengan nyaman. “Ramah. Kayak pasar pagi, jadi tempat kulak makan jajanan pasar,” ujarnya.

Anik mengatakan SWK tidak terlalu ramai. Efek domino positif diharapkan dari ruangan khusus pedagang jajanan pasar. “Mudah-mudahan SWK juga bisa terpengaruh oleh keramaian,” ujarnya.

Selain Ikatan Pedagang Jajan Pasar, ada komunitas Zumba yang rutin melakukan kegiatan di SWK Manukan Lor. Tokoh masyarakat Tresno Zumba Listyawati Ningsih mengatakan bahwa anggota berkumpul di SWK setiap hari Rabu untuk mengadakan tarian Zumba.

Selain masalah infrastruktur, masalah lain adalah kemungkinan hilangnya pendapatan asli daerah (PAD). Salah satunya adalah retribusi. Sumber Pemkot mengungkapkan, utang balasan pedagang SWK ke Pemkot (klaim) mencapai puluhan juta rupiah. “Misalnya SWK di Pegirian. Sangat sulit bagi kami untuk mengumpulkannya,” katanya.

Belum lagi masalah persewaan stand ilegal. Stand SWK disewakan kepada pihak lain selain retribusi. Sebenarnya, tidak hanya denda nominal, Pemprov DKI juga mengatur sanksi bagi penyewa stand yang terlambat membayar. Tepatnya dalam Pasal 6 Perwali 78/2016. Nominal denda sebesar 2 persen dari biaya pembalasan sebesar Rp60.000-63.000 per bulan.

Hubungkan cabang ke E-Peken

TENGAH Wisata Kuliner (SWK) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Berbagai upaya terus dilakukan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Mulai dari dukungan perizinan hingga merombak desain SWK.

Koordinator Bidang Pelayanan Penanaman Modal dan Pengawasan Industri DPMPTSP Surabaya Erringgo Perkasa menjelaskan, sejauh ini pihaknya telah melaksanakan program pemungutan di setiap kecamatan. Pemangku kepentingan UMKM dikumpulkan dan dibantu dalam pengajuan NIB. Ada pejabat yang bersedia membantu sampai persetujuan diberikan.

“Namun, kami merasa masih ada kekurangan di kecamatan. Makanya sosialisasi dan permohonan izin kami perbanyak. Kami juga sudah memperluas jangkauan ke SWK,” jelasnya.

M. Fikser, Kepala Diskominfo Surabaya, membangun aplikasi belanja bernama e-peken. Awalnya, aplikasi ini ditujukan untuk toko kelontong. Sekarang banyak produk SWK disertakan.

“Sejauh ini ada 1.737 penyedia produk di e-peken. Jumlah tersebut terdiri dari 820 toko kelontong, 751 UMKM, 165 sentra wisata kuliner (SWK) dan 1 rumah potong hewan (RPH),” jelasnya.

Toko dan UMKM mempresentasikan barangnya di e-peken. Dimulai dengan kebutuhan pokok dan diakhiri dengan kerajinan atau kerajinan tangan. SWK juga mampu menyediakan makanan dan minuman untuk berbagai kegiatan.

Fikser mengatakan transaksi e-Peken juga mengalami peningkatan yang signifikan. Dari Juli 2021 hingga Juli 2022, nilainya tercatat Rp 19,2 miliar. Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan besarnya beban aplikasi.

Sementara itu, beberapa SWK telah dipulihkan. Pemkot Surabaya memberikan terobosan baru di tempat-tempat ini. Misalnya dalam hal tampilan dan tata letak tempat.

“Pekerjaan sebelumnya sudah selesai. Saat ini kami sedang mengerjakan pembangunan SWK baru di Kecamatan Kalijudan,” kata Iman Krestian Maharhandono, Kepala Gedung Badan Pertanahan dan Permukiman Rakyat (DPRKPP) Surabaya.

Arsitektur SWK juga saat ini menjadi masalah. Ikuti kepentingan umum. Misalnya, penataan ruang yang lebih terbuka.

MEMBANGUN DAN MEMBANGUN SWK

– Jumlah SWK di Surabaya: 48 lokasi

– Renovasi Selesai: 19 lokasi

– Gedung baru SWK: 1 lokasi

– Jumlah pedagang yang ditempatkan: 1.116 pedagang

– Sewa booth: Rp 60.000-90.000 per bulan

Source: www.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button