Tradisi Meron Jadi Magnet Wisata Budaya, Begini Asal-usulnya - WisataHits
Yogyakarta

Tradisi Meron Jadi Magnet Wisata Budaya, Begini Asal-usulnya

WARTAPHOTO.net.SUKOLILO – Ribuan orang memadati Jalan Pati – Purwodadi, lebih tepatnya Desa/Kecamatan Sukolilo, Pati, pada Minggu, 9 Oktober 2022. Mereka antusias mengikuti tradisi Meron yang diadakan rutin setiap tahun untuk memperingati Maulid Nabi.

Tahun ini 13 gunung telah dipersiapkan. Gunung ini bertengger dengan Jajanan, Ronce dan puncaknya terdapat patung ayam jago yang dikelilingi rangkaian bunga. Gunungan ini dibuat oleh kepala desa dan seluruh perangkat desa. Sementara konten sedang disiapkan oleh komunitas. Pegunungan ini terbentang dari Pasar Sukolilo hingga dekat kantor BNI Sukolilo.

Pj Bupati Pati Henggar Budi Anggoro mengatakan tradisi ini menjadi magnet bagi wisata budaya di Kota Mina Tani. Meron merupakan tradisi yang diklasifikasikan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tradisi ini telah diakui secara nasional.

“Kita patut berbangga karena pada tahun 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menganugerahkan Desa Sukolilo dengan potensi budaya Meron, yang diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda sejak 2016, di bawah Program Promosi Budaya desa terpilih,” kata Bupati bertindak.

Bahkan, kata Henggar, tradisi Meron juga mendapat pengakuan di tingkat nasional sebagai nominasi tiga besar kategori Festival Tradisi Anugerah Pesona Indonesia.

Berdasarkan capaian dan potensi tersebut, Pj Bupati menyampaikan bahwa pelestarian budaya Meron harus mendapat dukungan bersama sehingga dapat menjadi landasan yang kuat untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya daerah.

“Mari jadikan Meron sebagai magnet wisata budaya yang dapat menjadi pengungkit untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujarnya.

kisah Meron

Seorang kepala desa setempat, Ali Zuhdi, mengungkapkan bahwa tradisi ini pertama kali terjadi pada awal abad ke-17 pada masa Kesultanan Mataram. Dengan izin Sultan Agung. Penggunaan nama Meron sendiri menandakan kerumunan Tyrons, atau kerumunan tiruan. Ini meniru tradisi Sekaten.

Meron merupakan tiruan dari adat Sekatenan dalam menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW di Mataram atau Yogyakarta.

Sejarah tradisi Meron dimulai dari desa Sukolilo yang merupakan Kademangan di bawah kekuasaan Kadipaten Pati, kemudian dipimpin oleh Adipati Pragola. Setelah perang Kesultanan Mataram melawan perlawanan Adipati Pati sekitar tahun 1600, sisa-sisa prajurit Mataram yang bertugas di Kademangan Sukolilo tidak kembali ke Mataram. Mamun istirahat (istirahat) di Kademangan Sukolilo.

Para prajurit mengenang bahwa ke-12 Maulud di Mataram mengadakan upacara sekaten untuk memperingati maulid Nabi. Prajurit mendapat izin untuk tidak pulang sebagai tindakan pencegahan untuk mencegah pembangkangan dan juga mengajukan mosi untuk mengadakan upacara Sekatenan di Sukolilo.

Berkat izin tersebut, Kademangan Sukolilo diperbolehkan mengadakan upacara seperti Sekaten di Sukolilo setiap tahun. Namun tidak lagi dengan nama Sekaten, melainkan berubah menjadi Meron. Tradisi ini dipertahankan setiap tahun oleh warga Sukolilo hingga saat ini.

Reporter: Putra, Arton

Penerbit: Revan Zaen

Source: wartaphoto.net

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button