Kisah inspiratif dukungan komunitas nelayan Malang Selatan - WisataHits
Jawa Timur

Kisah inspiratif dukungan komunitas nelayan Malang Selatan

Pendiri Lembaga Sahabat Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (SALAM), Andik Syaifudin. (adalah)

BACAMALANG.COM – Banyak kisah inspiratif yang bisa dipetik dari berbagai kisah dalam dunia pengabdian masyarakat di Malang Selatan.

Berjuang untuk manfaat yang luas, mengorbankan diri untuk membantu orang lain sampai berakhir dengan negasi peran Anda sendiri.

“Gerakan kita dimulai dari Nglurung di Desa Purwodadi, Donomulyo, Nelayan Pantai Jonggring Saloko, Mentaraman Donomulyo, Kondang Merak, Nganteb, Bajulmati dan Sendang Biru,” ujar pendiri Lembaga Pelestarian dan Pemberdayaan Masyarakat Sahabat Alam Indonesia (SALAM) tersebut. , Andik Syaifudin, Sabtu (15.7.2022).

Dari data tersebut terlihat bahwa banyak nelayan yang bernasib buruk dan membutuhkan pertolongan.

“Sekarang. Tugas kita adalah mendukung mereka. Menciptakan kesadaran. Membangun kemandirian. Tujuan kita sebagai aktivis adalah kita tidak peduli (bukan berarti kita tidak bisa menggunakannya). Tapi pengetahuan dan jaringan kita diserap oleh warga. Akhirnya kegiatan itu dilakukan dan dilanjutkan. Oleh, oleh dan untuk rakyat. Setelah dikuatkan lalu dilaksanakan,” imbuhnya.

Dia menekankan pentingnya kemerdekaan untuk menyeimbangkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan.

“Bangun kemandirian. Mandiri secara ekonomi, kesehatan keluarga dan pengasuhan anak. Jika itu masalahnya, maka kita dapat berbicara tentang konservasi. Karena tidak akan mungkin bicara konservasi ketika orang kelaparan, pendidikan anak-anak mereka terabaikan, kesehatan keluarga mereka menurun, semua itu harus dijelaskan. Berbicara tentang penegakan hukum juga tidak akan pernah adil jika kita tidak pernah menjangkau, mendidik, menawarkan solusi, dan membantu. Prinsipnya kekecewaan, ketimpangan sosial, ketimpangan dan ketidakadilan harus dibalas dengan kemerdekaan,” jelasnya.

Dia menjelaskan keberadaan SALAM. “Home base kami di Kota Malang. Di Graha Dewata mereka masih meminjam rumah anggota untuk rapat, rapat dan surat menyurat. Untuk base camp di Kondang Merak,” jelasnya.

Kehidupan sehari-harinya penuh dengan cerita tentang ketekunan dan perjuangan.

“Tidak ada gaji. Semuanya adalah relawan. Sebelas (11) tahun tanpa sponsorship, CSR dan pendanaan. Semuanya swadaya dan dibiayai sendiri. Tidak ada lagi uang untuk bekerja. Ada yang nelayan, penyelam, musafir, mahasiswa, dosen dan lain-lain,” ujar pria yang tinggal di Panggungrejo Kepanjen ini.

Untuk memperkuat gerakan, ia berencana untuk bekerja sama. “Mungkin tahun ini kami akan mencoba bekerja sama dengan pihak ketiga untuk memperluas gerakan dan dampak. Selalu tahan. Kebijakan yang baik didukung dan diperkuat. Jika tidak sesuai, kritik dengan solusi dan kontribusi. Jika Anda telah berkontribusi, menciptakan sinergi dan bekerja sama, maka kritik itu sah-sah saja. Jadi bukan sekedar candaan saja,” ujarnya.

Ia menjelaskan peran kemitraan yang dilakukan selama ini. “Kami juga menjalin kerja sama dan komunikasi yang baik dengan dinas. Ya, Anda tidak perlu melakukannya.
Kadang Dinas Angkatan Laut (urusan nelayan dan lain-lain), kadang Dinas Lingkungan Hidup (urusan sampah dan lain-lain), kadang Dinas Sosial (urusan Jamkesda, Jamkesmas dan lain-lain),
Kadang Dinkes, kadang Dispendukcapil (urus KTP, KK, Ijazah dan lain-lain),
Kadang rumah sakit atau rumah sakit swasta (perawatan orang sakit, dll),” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan sinergi yang dicapai. “Sinergi Kabeh. Asalkan warga dan konservasi. Misalnya ada nelayan sakit yang tidak memiliki BPJS, Jamkesda bisa mengurusnya. Kalau ditolak, ditangani BPJS. Tempat-tempat seperti itu banyak. kan ada prosesnya. Bakti sosial, rumah sakit dan lain-lain. Belum lagi kalau kondisinya kurang. Misalnya harus memisahkan KK dan lain-lain,” lanjutnya.

Dia dipanggil untuk membantu orang lain karena dia bersimpati dengan “penderitaan” menjadi orang awam

“Karena terkadang orang tidak mengerti alurnya. Karena kita tahu bagaimana rasanya cemas, panik, tidak punya uang, bingung dan sebagainya. Sopo kontak arep yang bingung. Telepon darurat tidak berbunyi. Iku sing duwe hp, lek no (bingung siapa yang harus dihubungi karena nomor telepon ambulans tidak diketahui. Ini untuk yang punya ponsel, bagaimana dengan yang tidak). Peran kita di sana,” jelasnya.

Meski bukan orang yang mapan (mapan), ia merasa bersyukur karena memiliki koneksi dan jaringan yang luas.

“Kami bukan orang kaya. Tapi kami memiliki pengetahuan dan jaringan. Insya Allah akan lebih bermanfaat. Jaga orang sampai mereka mati. Sering juga, hehehe,” lanjutnya.

Agar ada, dia hanya melakukan pekerjaan sambilan paling banyak. Mulai dari wisatawan yang terkadang dipandu hingga scuba diving hingga berjualan ikan.

“Tidak ada pemandu wisata. Tapi punya sertifikat. Jarang melakukan penyelaman. Lebih umum Dolen Dewe dan pengawasan atau pengawasan kegiatan mereka sendiri. Yo Diving, Yo Safety Officer, Yo Nelayan, Yo Dodol Iwak. Freelance itu,” tambahnya.

Ia bersyukur memiliki banyak media partner yang membantu terlibat dalam “jihad” melalui storytelling dan reportase.

“Terima kasih telah mendidik masyarakat tentang kekuatan menulis. Semoga menginspirasi banyak orang dan membawa banyak cerita perubahan,” pungkasnya.(had)

Source: bacamalang.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button