Keramba jaring apung lepas pantai di pesisir selatan Malang - WisataHits
Jawa Tengah

Keramba jaring apung lepas pantai di pesisir selatan Malang

Keramba jaring apung lepas pantai di pesisir selatan Malang

Bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memulai karya inovatif berupa Keramba Apung Lepas Pantai (KJA) di perairan Virgin Beach, Pantai Selatan Malang.

Bangunan lepas pantai ini tidak hanya berfungsi sebagai media budidaya ikan yang bermanfaat bagi masyarakat nelayan setempat, tetapi juga berfungsi sebagai hotel terapung untuk mendukung kegiatan pariwisata.

Karya inovatif Kampus Maritim ITS bertajuk Ocean FarmITS (OFITS) yang dibangun dengan dana Rp 1,3 miliar ini patut diapresiasi.

Pertama, bertujuan untuk bermanfaat bagi masyarakat nelayan dan kedua, untuk mengembangkan destinasi wisata bahari khususnya di Malang Selatan.

KJA lepas pantai ini bukan pertama kali dibangun dengan sejuta harapan. Pada tahun 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mendirikan budidaya ikan dengan metode keramba jaring apung lepas pantai (KJA Offshore) di tiga lokasi yaitu Karimun Jawa, Provinsi Jawa Tengah, di pantai selatan Pulau Jawa tepatnya Pangandaran dan Provinsi Sabang Aceh.

Harapannya sama, pembangunan KJA lepas pantai ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan potensi lahan budidaya laut di Indonesia yang hanya dua persen atau sekitar 281.000 ha dari total potensi budidaya laut seluas 12,08 ha yang dibudidayakan.

Ketiga keramba lepas pantai ini dibangun dengan mengadopsi teknologi dari industri perikanan Norwegia yang dianggap terbaik untuk teknologi salmonnya. Seperti keramba lepas pantai di Kanada, Thailand dan Vietnam, banyak yang mengadopsi standar Norwegia.

Pada 1.600 ton per periode vegetasi, target produksi dari tiga KJA lepas pantai yang dimulai oleh KKP untuk budidaya kakap putih cukup mengesankan. Sayangnya, tanpa perhitungan yang matang, keramba jaring apung (KJA) lepas pantai senilai Rp 131 miliar yang benihnya pertama kali ditebar Presiden Jokowi di Pantai Pangandaran, semuanya hancur diterjang ombak.

Berbeda dengan kolam air yang dibangun ITS di Desa Sidoasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, yang terletak di perairan tanpa ombak besar. Secara teknis, bangunan akan tahan lama.

Pemanfaatannya untuk kegiatan pariwisata lebih cenderung mengingat ketersediaan hotel atau penginapan di kawasan wisata Sidoasri masih minim. Terkait wisata bahari yang direncanakan, tim Ocean FarmITS akan memberikan skenario berupa paket wisata.

Dalam hal ini, pengunjung dapat menikmati suasana pantai selatan sesuai dengan preferensi mereka dengan tujuh paket wisata yang teridentifikasi.

Ketujuh paket wisata tersebut antara lain paket berenang, kopi, makan siang, akomodasi di OFITS, naik perahu nelayan, camping di kawasan Virgin Beach, serta pengenalan teknologi lepas pantai dan budidaya ikan keramba.

Sementara itu, dengan rencana kegiatan budidaya di keramba sedalam 7 meter di bawah bangunan hotel terapung, tidak jelas apakah bahan bakunya adalah tuna, lobster, tuna atau kerapu.

Terkait komoditas ikan yang akan dibudidayakan, pengelola yang melibatkan masyarakat nelayan setempat (pokmaswas) dan tidak melibatkan dinas kelautan dan perikanan provinsi tidak gegabah.

Selama ini teknologi budidaya ikan tuna dan tongkol di Indonesia belum berhasil dikembangkan, malah stagnan. Sebagai catatan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol (BPPBL) sudah puluhan tahun bereksperimen dan hanya mampu memproduksi benih tuna di tempat pembenihan.

Adapun perkembangan budidaya ikan tuna sirip kuning menjadi tanda tanya besar mengingat teknologi budidaya yang belum dikuasai.

Selama ini budidaya laut berkembang dengan baik dan berhasil, seperti: B. Kerapu, rumput laut, bandeng dan kerang. Biasanya masih dalam bentuk kegiatan skala kecil atau tradisional. Manfaat budidaya KJA dirasakan oleh para nelayan, sangat membantu untuk menunjang pendapatan para nelayan pada saat musim lapar ikan yaitu pada saat musim angin barat.

Sebagai perbandingan, waktu efektif nelayan melaut dalam setahun hanya sekitar 181 hari. Selain hari libur di musim barat, nelayan biasanya tidak melaut selama seminggu saat bulan purnama.

Bibit yang tersedia juga cukup untuk budidaya lobster, namun pasokan makanan menjadi kendala. Untuk beternak lobster 1 kg membutuhkan pakan berupa 50 kg ikan sampah. Akan terjadi konflik kepentingan antara peternak dan nelayan yang memperebutkan ikan rucah.

Sedangkan jaring cantrang digunakan untuk menangkap sampah yang dilarang. Hal penting lainnya, ilmu budidaya lobster masih belum dikuasai di Indonesia. Sebagian besar pembiakan masih mengandalkan alam, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Benturan kepentingan seputar penetapan lokasi KJA Ocean FarmITS sangat rentan mengingat lokasi tersebut berada di kawasan lindung laut dan telah mendapat izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PCKPRL) dari KKP berdasarkan Peraturan Direktur- Jenderal Pengelolaan Ruang Laut ( PRL) No. 03 Tahun 2016.

Limbah dari hotel tentunya akan berdampak negatif terhadap keseimbangan lingkungan di cagar alam. Selain itu, kegiatan budidaya di kawasan lindung juga memiliki faktor risiko yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Bisa diprediksi bagaimana nasib terumbu karang di kawasan tersebut.

Kegiatan pemanfaatan budidaya di kawasan lindung juga dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan apabila tidak ada norma operasional yang mengaturnya. Mendominasi kawasan berkembang membutuhkan modal besar, sehingga hanya investor besar yang bisa melakukannya. Lokasi budidaya di zona inti atau cagar laut tentu akan mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.

Oke Lukas
Dewan Pakar PWI Jawa Timur
Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Kelautan dan Perikanan

Source: beritajatim.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button