Gunung Raya, rumah gajah Sumatera yang hilang
- Sebelum tahun 1990-an, Gunung Raya di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan, merupakan rumah besar bagi ratusan gajah sumateraeRa [Elephas maximus sumatranus]. sekarang, diperkirakan tersisa lima ekor gajah betina.
- Sekitar 142 individu gajah sumateraera direlokasi dari Gunung Raya dan sekitarnya. Dikirim ke Kalimantan, Bali, Surabaya, dan lah. Pemindahan ini karena kawanan gajah berkonflik dengan manusia yang mengakibatkan kematian 14 orang.
- konflik manusia dengan Gajah karena sebagian besar habitatnya gajahIni adalah Horangutan Lung Gunung Raya diserbu oleh masyarakat untuk perkebunan kopi dan PEBaik
- Saat ini Hanya sekelompok gajah yang tinggal di sekitar Gunung Raya. Kelompok ini terdiri dari lima perempuan. Dilaporkan bahwa ada anak gajah dalam kelompok tersebut. Tetapi informasi ini membutuhkan bukti.
Gunung Raya adalah rumah besar bagi ratusan gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] tinggal di dataran tinggi Sumatera Selatan. Itu dulu.
Setelah tahun 1990-an, hanya sedikit orang yang selamat. Mengapa gajah menghilang?
“Saya dan teman-teman menangkap sekitar 142 ekor gajah di Gunung Raya, Buay Pemaca dan sekitarnya. Kami menangkap dan mengangkut gajah dari tahun 1990 hingga 1996,” kata Akromi [62]mantan pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan, di Desa Gunung Raya, Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Sabtu Selatan [17/12/2022] kemudian.
Sekitar 87 gajah ditangkap oleh Gunung Raya. Gajah yang tersisa berada di Buay Pemaca, sekitar Gunung Pesagi dan Bukit Sigigok.
“Gajah-gajah itu ditangkap dan dikirim ke Kalimantan [sekitar 18 individu]Bali [sekitar 8 individu]dan Surabaya [3 individu]. Selebihnya dibawa ke PLG Lahat, yang kemudian dialihkan ke PLG Padang Sugihan,” kata Akromi yang pernah menjadi anggota DPRD OKU Selatan ini.
“Saat itu gajah yang tersisa di Gunung Raya sekitar tiga ekor,” lanjutnya.
Membaca: Catatan akhir tahun: Gajah Sumatera terusir dari habitatnya
Gunung Seminung berdiri kokoh di tepi Danau Ranau, Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, dilihat dari Gunung Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia
Gunung Raya merupakan daerah dataran tinggi di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan yang terhubung dengan Gunung Pesagi [Sumatera Selatan-Lampung]Bukit Sigigok dan Sukau [Sumatera Selatan-Lampung].
Bentang alamnya merupakan ekosistem hutan hujan tropis, topografinya bergelombang, berbukit, dengan ketinggian antara 500 sampai 1.643 meter di atas permukaan laut. [mdpl].
Sejak tahun 2001, Gunung Raya telah ditetapkan sebagai suaka margasatwa seluas 50.950 hektar dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 76/Kpts-II/2001.
SM Gunung Raya terletak di antara tiga kecamatan: Kabupaten Buay Pemaca, Warkuk Ranau Selatan dan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT]Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Lampung Barat, Lampung.
Dikutip dari website BKSDA Sumsel, Suaka Margasatwa Gunung Raya tidak menyebut gajah sumatera.
Baca: Kantong Gajah Sumatera Hilang di Koto Panjang [Bagian 1]
Mendokumentasikan penangkapan gajah Sumatera di Gunung Raya milik Akromi. Penangkapan dan pemindahan ini dilakukan dari tahun 1990 hingga 1996. Foto: Yusuf B
Mengapa gajah-gajah tersebut dijebak dan diangkut di Gunung Raya?
“Kawanan gajah menewaskan 14 orang. Kebanyakan dari mereka adalah warga desa Gunung Raya,” kata Akromi.
“Teror gajah saat itu membuat banyak anak tidak bisa sekolah. Saya pernah menggendong belasan anak sekolah yang tidak bisa pulang karena dihadang kawanan gajah di desa Gunung Raya,” kata Akromi.
Konflik antara gajah sumatera dan manusia di Gunung Raya berlangsung dari tahun 1985 hingga 1990.
“Untuk saat ini aman. Desa Gunung Raya dan sekitarnya tidak lagi diganggu oleh gajah,” ujarnya.
Akromi saat ini mengelola Wisata Alam Puncak Bersemi di Desa Gunung Raya. Di tempat ini ia menyimpan dua album berisi foto-foto penangkapan gajah, termasuk foto para korban [manusia] diserang gajah.
“Itu bukti sejarah,” katanya.
Baca Juga: Hilangnya Kantung Gajah Sumatera di Koto Panjang [Bagian 2]
Jejak gajah di desa Pilla yang terletak di kaki pegunungan Gunung Raya di kabupaten OKU Selatan Sumatera Selatan. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia
Mengapa gajah menyerang manusia?
“Gajah-gajah itu menyerang warga atau warga desa Gunung Raya karena habitatnya yang merupakan habitat dibuka, dijadikan perkebunan dan pemukiman,” kata Akromi.
Berdasarkan pencarian Mongabay Indonesia, pada tahun 1980-an, desa Gunung Raya terletak di dekat Hutan Lindung Gunung Raya. Kawasan hutan lindung merupakan habitat gajah. Sedangkan desa Gunung Raya merupakan perlintasan gajah atau koridor dari Gunung Pesagi ke Gunung Raya.
Sebagian besar hutan lindung telah diambil masyarakat untuk dijadikan perkebunan kopi. Intervensi ini telah dilakukan oleh pemerintah kota sejak awal 1980-an.
Pada pertengahan tahun 1980-an, penduduk desa Gunung Raya dipindahkan ke Rantau Kumpai oleh pemerintah kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] atau sebelum pemekaran Kabupaten OKU Selatan. Pemindahan ini karena perambahan hutan lindung Gunung Raya.
Desa Gunung Raya yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Warkuk Ranau Selatan dihuni oleh para pendatang dari Jawa, Lampung dan sejumlah suku di OKU Selatan seperti Semendo, Ogan dan lain-lain.
Selain bercocok tanam kopi, sebagian masyarakat di Gunung Raya dan desa sekitarnya, seperti desa Kiwi Raya dan Remanam Jaya, juga membudidayakan alpukat, kayu manis, dan palawija.
Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Raya, masyarakat yang tinggal di daerah di atas Gunung Raya terlihat tidak peduli dengan sungai. Mongabay Indonesia menyaksikan seorang warga membuang sampah ke sungai di desa Kiwi Raya. Terlihat sungai dipenuhi limbah rumah tangga milik masyarakat.
Beberapa anak sungai ditemukan di jalan utama desa, menggenangi jalan. Aliran keluarnya, mungkin dari mata air di kaki bukit, tidak dialirkan melalui parit atau ditempatkan di kolam.
Sebuah sungai di desa Kiwis Raya yang terletak di Gunung Raya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat pembuangan sampah. Foto: Yusuf B
Sarki membenarkan penangkapan gajah oleh Akromi dan teman-temannya [60]warga Desa Sidodadi, Buay Pemacah, Kabupaten OKU Selatan.
“Tahun 1992, sekitar empat ekor gajah ditangkap di desa kami oleh Pak Akromi dan kawan-kawannya,” kata Sarki, mantan Kepala Desa Sidodadi.
“Penduduk desa kami tidak menangkap mereka. Tugas kami hanya memberi makan gajah yang ditangkap dan dirantai kakinya,” jelas Sarki.
Iptoni [57]warga Desa Tanjung Kemala, Buay Pematang Seribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten OKU Selatan, menjelaskan bahwa pada tahun 1993, puluhan ekor gajah memasuki persawahan di desa Pilla dan Tanjung Kemala yang berada di kaki lanskap Suaka Margasatwa Gunung Raya. Menurunnya kawanan gajah ini akibat perambahan masyarakat terhadap habitatnya di Gunung Raya.
“Setahun kemudian, seekor gajah ditangkap di desa Pilla. Gajah itu lumpuh setelah ditembak dengan peluru penenang tepat di samping kuburan kami,” katanya.
Syamsuardi, Direktur PJHS [Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa]Kamis [22/12/2022]menjelaskan: “Gunung Raya dulunya adalah rumah besar gajah sumatera yang hidup di dataran tinggi.”
Syamsuardi menjelaskan gajah sumatera terbagi menjadi dua bagian, yaitu gajah hidup dataran rendah [rawa gambut] dan gajah yang hidup di dataran tinggi.
“Kemungkinan besar gajah di Gunung Raya adalah gajah yang sudah ratusan tahun hidup di dataran tinggi,” ujarnya.
Selain itu, bentang alam Gunung Raya memungkinkan kehidupan gajah yang nyaman. Selain banyak sumber air dan makanan, juga terdapat banyak dataran baik di perbukitan maupun di lembah.
Salah satu tempat yang dulunya menjadi tempat peristirahatan rombongan gajah di Gunung Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia
Dikutip dari berita yang dipublikasikan Pos Sriwijayaberjudul “Menangkap Gajah “Nakal” di Gunung Raya: Ada Menangis Di Balik Kesuksesan” pada Mei 1992, ditulis tentang keberhasilan tim BKSDA Sumsel yang terdiri dari Akromi, Gatot, Samak Sanghai, Jumiran, Bejo dan Seman, ditulis dalam Tangkapan Seekor Gajah, menyebut “pembunuh” lima warga desa Gunung Raya pada 10 Mei 1992.
Lima hari sebelumnya, gajah dikabarkan telah menabrak Mastur [43] sampai mati. Mastur adalah kepala sekolah SD Talangbaru.
Tertulis pula bahwa Akromi sedih setelah menangkap gajah tersebut. Pasalnya, gajah tersebut mati tak lama setelah kakinya dirantai.
Dalam pesan lain, “Akromi: Lebih baik beternak gajah daripada manusia,” Akromi menjelaskan bahwa sekitar 60 ekor gajah hidup berkelompok di hutan lindung Gunung Raya. Di berita tertulis bahwa Akromi berhasil menangkap delapan ekor gajah. Lima di antaranya dijinakkan dan dikirim ke Pusat Latihan Gajah [PLG] Wow. Gajah-gajah itu diberi nama Lena, Ria, Tongki, Heri dan Eka.
Jalur Gajah Sumatera yang menghubungkan Gunung Raya dan Gunung Pesagi di Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, dibuka warga untuk dijadikan perkebunan kopi. Lokasi ini berada di desa Kiwi Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia
bayi gajah?
Saat ini hanya satu kelompok gajah yang hidup di sekitar Gunung Raya. Rombongan lima ekor gajah betina melintasi kawasan Buay Pemaca dan Buana Pemaca antara Gunung Raya dan Bukit Sigigok.
Kelompok gajah ini banyak dijumpai di sejumlah desa di Buay Pemaca dan Buana Pemaca, Hutan Lindung Saka Gunung Raya dan PT. PML [Paramitra Mulia Langgeng].
Pada Agustus 2017, rombongan gajah inilah yang diduga menginjak Abdurrahman [80] hingga meninggal dunia di perkebunan kopinya di desa Durian Sembilan, Buay Pemaca. Sebelumnya, seorang pawang gajah yang mencoba menggerakkan kawanan gajah tewas setelah terinjak seekor gajah.
Seekor gajah tunggal terlihat Rabu di kawasan Desa Suka Mulya, Air Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, saat dikejar warga [06/07/2022]. Foto: Yudi Semai/Mongabay Indonesia
Selama beberapa tahun, terutama setelah ratusan gajah dipindahkan pada tahun 1990-an, tidak ada satu pun gajah atau jantan yang ditemukan. Minimnya gajah jantan membuat populasi gajah di sekitar Gunung Raya tidak bertambah.
Namun, sebulan terakhir ini ada warga sekitar yang melihat ada anak gajah dalam rombongan gajah tersebut. “Usianya sekitar tiga bulan, kata warga kampung kami yang melihatnya,” kata Ari Irawansyah [29]warga desa Sinar Danau, Buana Pemaca.
“Namun informasi ini tidak kuat karena warga sekitar yang melihat tidak mengambil foto. Jika ada bukti, saya mungkin akan mempercayainya. Tapi mungkin BKSDA harus melacak kebenaran informasi ini dengan mencari kelompok gajah tersebut,” katanya.
Mungkinkah ada gajah jantan di sekitar Gunung Raya?
“Saya lupa apakah ketiga gajah yang kami biarkan hidup atau tidak kami tangkap semuanya jantan atau betina,” kata Akromi.
Unggulan, satwa liar, Hutan Indonesia, kearifan lokal, degradasi lingkungan, konflik sosial, perburuan, satwa liar, satwa liar yang dilindungi, Sumatera, Sumatera Selatan
Source: news.google.com