Rayakan HUT Sobokarti ke-93, Pertunjukan Tari Taja dan Trutuk Ketoprak Semarangan
Lakon Ketoprak Trutuk Semaragan “Lehden Tayub” yang disutradarai oleh Toton Pamungkas memukau penonton selama pertunjukan HUT ke-93.
Semarang – Sanggar Seni Sobokartti (Sobokartti Association) Semarang menyelenggarakan pertunjukan tari Trutuk Semarangan dan Ketoprak yang semakin langka. Kesenian tradisional ini diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-93 gedung Sobokartti yang disutradarai oleh Totok Pamungkas, dengan lakon: “Ledhek Tayub”. di Gedung Sobokartti, Semarang, Sabtu (22/10/2022).
Tayangan ini juga disiarkan secara langsung di kanal Youtube Sobokartti Dance Studio. Dikenal sebagai wahana penjelajahan seni Jawa, Gedung Seni Sobokartti yang terletak di Jalan Dr. Cipto 31-33, Semarang didirikan pada tanggal 5 Oktober 1929.
Tarian Gambyong Pareanom yang mempesona karya Sanggar Sobokartti. (Kristen Saputro)
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Semarang Wing Wiyarso Poespoyoedho, Sekretaris Disbudpar Samsul Bahri Siregar, Kepala Dinas Kebudayaan Arief Tri Lakssono, Kasubbag Atraksi Wisata Disbudpar Saroso, Ketua Sobokartti D Soetrisno Budoyodipuro, Sadam Bustomi dari Dompet Dhuafa dan lainnya tamu undangan.
Ketua Pelaksana Kegiatan Darmadi dalam sambutannya mengatakan bahwa acara ini merupakan bentuk pengakuan bagi para pendiri gedung Sobokartti. Selain itu, Darmadi mengatakan bahwa Sobokartti mengadakan acara ulang tahun dua kali setiap tahun.
“Pertama-tama, setiap tahun di bulan Desember kita memperingati berdirinya Asosiasi Sobokartti yang didirikan pada tahun 1920. Kedua, setiap bulan Oktober, HUT memperingati berdirinya gedung Sobokartti yang didirikan pada 5 Oktober 1929,” jelas Darmadi yang juga koordinator jurusan tari Sobokartti.
Ia menambahkan, pada acara Dies Natalis ke-93 yang disponsori oleh Dompet Dhuafa, Sobokartti Studio dimeriahkan dengan penampilan penampilan seni siswa Sobokartti Studio berupa; Tari Walang Sunu (Tari Anak Kelas A-1), Tari Abyor (Tari Anak Kelas A-2), Tari Inclining (Tari Anak Kelas B), Tari Gambyong Pareanom (Tari Kelas Remaja), dan Ketoprak Trutuk Semarangan (Tari Kelas Dewasa) . “Semua performance presenter adalah mahasiswa Sanggar Sobokartti. Semoga Sobokarti tetap eksis kedepannya dan berperan dalam kurasi seni tradisi khususnya Jawa,” tutup Darmadi.
Kepala Biro Kebudayaan dan Pariwisata Semarang Wing Wiyarso Poespoyoedho, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam sambutannya mengatakan, Pemkot Semarang sangat mengapresiasi Sobokartti sebagai budaya hulu yang mencakup kesenian tradisional khususnya Jawa, secara konsisten terus dikembangkan dan dilestarikan. .
“Ini berasal dari bahasa Jawa Kuno, sesuai dengan nama Sobokartti, yaitu Sabhā yang berarti tempat atau ruang pertemuan, dan Kīrti, yang berarti perbuatan baik,” kata Wing Wiyarso.
Dilihat dari sejarahnya, bangunan cagar budaya ini selain sebagai cikal bakal budaya, adalah Sobokartti, sebagai saksi pelaksanaan kebijakan etika Belanda, yaitu visi politik yang menempatkan masyarakat adat dan bangsa Belanda yang membutuhkan.
“Gedung Sobokartti yang masih kokoh berdiri ini juga menjadi markas gerakan hulu budaya dan seni tradisional. Gedung Sobokartti juga terlibat dalam banyak peristiwa sejarah. Dari kantor Boedi Oetomo ke Markas Pemuda dalam peristiwa pertempuran 5 hari di Semarang. Sekarang bangunan tersebut sudah menjadi cagar budaya, inilah cikal bakal budaya untuk menggerakkan generasi muda untuk mengembangkan dan melestarikan seni tradisional,” pungkas Wing Wiyarso.
Sementara itu, sebagai sponsor acara ini, Sadam Bustomi dari Dompet Dhuafa mengapresiasi pertunjukan seni yang disuguhkan oleh Sobokartti Studio yang sarat dengan muatan budaya tradisional. Dompet Dhuafa bersyukur bisa bekerjasama dengan Sobokartti Studio untuk menyelenggarakan hiburan edukatif sekaligus mengedukasi masyarakat untuk terus berperan dalam perkembangan seni tradisional. “Kerjasama dengan Sanggar Sobokartti ini sejalan dengan lima pilar visi Dhompet Dhuafa, salah satunya adalah pengembangan budaya. Ini pertama kalinya Dompet Dhuafa berkolaborasi menampilkan kesenian tradisional. Ini adalah salah satu area fokus utama kami di Jawa Tengah. Semoga kita bisa bekerja sama lagi di masa depan,” kata Sadam.
Ketoprak Trutuk Semarangan
Ketoprak Truthuk adalah salah satu bentuk seni teater tradisional dari kota Semarang. Dari segi sejarah, awalnya kesenian ini terutama dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu pada saat bulan purnama. Kesenian ini dulunya merupakan tempat berinteraksi dan berekspresi melalui penggunaan media apa adanya, baik itu lokasinya, pakaiannya maupun musik pengiringnya.
Pada mulanya, lanjutnya, pengiringnya hanya berupa bunyi-bunyian yang berasal dari poni atau gong bambu yang bila dipukul terdengar seperti tuk tuk, kemudian disebut ketoprak trutuk. Sedangkan lakon biasanya mengusung legenda, mitos dan sejarah kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Kini dengan berbagai inovasi, Ketoprak Trutuk Semarangan telah dihidupkan kembali dengan cerita dari kehidupan sehari-hari dan isu-isu hangat dengan musik yang lebih bervariasi.
Setelah sekian lama kesenian Truthuk ini jarang dimainkan dan dipentaskan, kini mulai hidup kembali. Dalam rangka HUT ke-93, Sobokartti tidak hanya menggelar pertunjukan tari tetapi juga Ketoprak Trutuk Semarangan.
Ketroprak Trutuk Semarangan yang diperankan oleh anggota Sanggar Sobokartti yang disutradarai oleh Totok Pamungkas ini mengusung cerita “Ledhek Tayub”. Pertunjukan ini menceritakan tentang keseharian Cipluk, seorang penari Ledhek yang hidupnya memprihatinkan karena kurang mendapat respon. Kisah drama rumah tangga ini diawali dengan tarian kontemporer yang menggambarkan gelombang kehidupan Ledhek, yang dibawakan dengan apik oleh penari senior Sobokartti Lies Sukardi dan kawan-kawan.
Pertunjukan Ketoprak Trutuk Semarangan “Ledhek Tayub” diorganisir dengan baik oleh Totok Pamungkas dan dibawakan secara atraktif oleh anggota Sanggar Sobokart. Buktinya, penonton tak bergeming hingga pertunjukan usai, termasuk pimpinan Budpar Sayap Kota Semarang Wiyarso bersama rombongan (Christian Saputro).
Source: news.google.com