Weni Widya Hapsari, bidan, pengusaha batik, salah satu pendiri Imah Batik Bandung - Halaman semua - WisataHits
Jawa Barat

Weni Widya Hapsari, bidan, pengusaha batik, salah satu pendiri Imah Batik Bandung – Halaman semua

pewarna dasi menjadi salah satu kain tradisional khas nusantara dan masih dilestarikan. Keunikan kain tie dye ini adalah setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dan menjadi kekayaan budaya yang dimiliki.

Kecintaan terhadap kain celup dan kain nusantara dirasakan oleh salah satu pendiri Imah Batik Bandung Weni Widya Hapsari (32).

Ia mengatakan jika pengusaha tie-dye biasanya turun temurun, tapi tidak dengan dirinya. Weni menjalankan toko tie-dye karena cinta untuk tie-dye.

Sejak sekolah dia sudah mulai berjualan baju, termasuk baju tie-dye, meski bukan tie-dye tulisan asli.

Co-founder Imah Batik Bandung, Weni Widya HapsariCo-Founder Imah Batik Bandung, Weni Widya Hapsari (Tribune Jabar/Putri Puspita)

Demi melanjutkan cita-citanya, Weni justru memutuskan untuk mendalami batik tulis langsung di bidang produksi batik setelah lulus SMA.

“Sebelum dijual, saya dan mitra saya belajar selama setahun dan memanggil ahli dari Yogyakarta. Saya juga kuliah tahun 2014 dan mulai jalan-jalan ke Museum Tekstil, Museum Batik Pekalongan, Solo, Sragen dan Madura Lasem,” kata Weni saat ditemui di Mercure Bandung City Center, Jalan Lengkong, Sabtu (15/10/2022).

Dari perjalanan ini, Weni hanya berani membuka fasilitas produksi di Lembang.

Hal yang menarik dari karir profesional Weni adalah ia pernah menduduki posisi kebidanan di Universitas Padjadjaran.

“Sebenarnya, saya ingin belajar kedokteran saat itu, tetapi saya tidak mendapatkan gelar. Kemudian saya diterima di Bidan Unpad. Menjadi pengusaha batik sekarang menjadi passion saya,” kata Weni.

Dia juga menjalani kebidanan dalam waktu satu tahun. Saat ini, Weni terus bekerja sebagai konsultan rumah sakit di bidang kesehatan.

Meski demikian, Weni Widya Hapsari tidak memungkiri bahwa dirinya menikmati menjadi bidan karena bisa membantu ibu-ibu saat melahirkan.

“Bidan adalah panggilan hati dan saya senang dengan kegiatan seperti Posyandu dan Balita karena penelitian saya tentang kader kesehatan masyarakat,” kata Weni Widya Hapsari.

Wanita kelahiran Juni 1990 ini kini fokus mengembangkan bisnis Imah Batik Bandung. Alasan mengapa dia ingin fokus pada tie-dye karena ada peluang pasar dan dia ingin memproduksi tie-dye dan membangun pendidikan tie-dye.

“Di Bandung sudah ada, sekarang di Lembang sudah jarang. Lembang juga merupakan destinasi wisata, sehingga wisatawan lokal maupun mancanegara bisa belajar tie-dye bersama kami,” ujarnya.

Tantangan besar dalam usaha ini adalah mengedukasi masyarakat bahwa proses pembuatan tie dye dilakukan secara bertahap dan proses pembuatan tie dye dilestarikan dengan canting.

Partisipasi dalam berbagai pameran di India

Berawal dari hobi dan kecintaan menggunakan kain dan kain tie dye nusantara, Weni Widya Hapsari (32) mengejar mimpinya untuk melestarikan tie dye.

Co-founder Imah Batik Bandung, Weni Widya HapsariCo-Founder Imah Batik Bandung, Weni Widya Hapsari (Tribune Jabar/Putri Puspita)

Weni mengaku puas dengan desain kain tie dye dan melihat bisnis tie dye potensial untuk dikembangkan.

Membangun perusahaan bernama Imah Batik Bandung memang tidak sembarangan. Weni sebelumnya pernah belajar membatik selama setahun.

Kemudian beliau membawa kembali ilmu yang didapat dalam membatik ini kepada para wanita daerah Lembang.

“Kami kurang familiar dengan tie-dye di Lembang. Jadi kami melatih masyarakat lokal yang tidak bisa membuat tie-dye terlebih dahulu, karena membuat tie-dye butuh latihan agar hasilnya terlihat halus,” kata Weni dari Mercure Bandung City Center , Jalan Lengkong, Sabtu (15/10).

Weni mengatakan ada tantangan dalam membuat batik dan itu dibuat di daerah Lembang.

Kendala yang dialaminya adalah cuaca yang dingin dan berbeda dengan cuaca yang sebelumnya ia lakukan tie-dye.

Untuk membuka produksi batik di Lembang, ia juga harus menjaga bahan bakunya agar tetap optimal di segala cuaca.

Imah Batik Bandung yang dijalankannya tidak hanya menampilkan produksi batik, namun pengunjung juga dapat menemukan galeri, workshop, dan edukasi membatik.

“Kami juga memberdayakan masyarakat sekitar. Selama pandemi, banyak wanita kehilangan pekerjaan dan kami juga melatih para ibu di sana. Sudah ada 15 orang dan hanya dua RW dan saya harap bisa terus bertambah,” ujarnya.

Adanya edutourism ini, kata Weni, juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin belajar membatik dari luar kota hingga manca negara.

Untuk itu, Weni Widya Hapsari bersyukur karena mimpi dan jerih payahnya dalam membangun Imah Batik Bandung telah membuahkan hasil.

“Ini adalah mimpi yang juga ingin saya berikan kepada masyarakat bahwa sebenarnya ada percetakan tie-dye di pasaran dan kami melestarikan tie-dye asli yang prosesnya masih menggunakan lilin panas dengan memperkenalkannya melalui jalur wisata,” ujarnya. dikatakan.

Tie dye buatan Imah Batik Bandung ini cukup unik dan berbeda dengan tie dye pada umumnya. Weni mengatakan ingin memperkenalkan motif ikat celup Jawa Barat ke daerah lain, seperti motif bangunan sate Jaipong, stroberi dalam cerita Sangkuriang.

Dalam rangka memperkenalkan produknya lebih luas, Weni Widya Hapsari juga mengikuti berbagai pameran bahkan di Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan India.

Sebagai perempuan yang tidak takut bermimpi, Weni Widya Hapsari mengaku optimis menghadapi rintangan.

“Jangan berkecil hati jika tidak sesuai dengan harapan Anda karena yang Anda butuhkan adalah menikmati prosesnya,” katanya.

Jika Anda jatuh, ia juga mengingatkan Anda untuk tidak takut untuk bangkit kembali, karena semua perbekalan sudah diurus. (tribun Jawa Barat/putri Puspita)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button