Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif - WisataHits
Jawa Tengah

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif

Semarang, IDN Times – Pemerintah Kota Semarang (Pemkot) diminta melibatkan masyarakat setempat dalam mengembangkan potensi wisata di Kampung Melayu. Pasalnya, menurut pakar cagar budaya Unika Soegijapranata Semarang Tjahjono Raharjo, karakteristik Kampung Melayu dan Kota Lama sebagai bagian dari kawasan Semarang kuno sangat berbeda.

“Dibanding kawasan Kota Lama yang sudah ditinggalkan warganya, Kampung Melayu masih dipenuhi rumah-rumah penuh warga. Oleh karena itu, Pemprov DKI harus mengikutsertakan peran aktif Pemprov DKI untuk membuka potensi wisata di sana,” kata Tjahjono kali IDN di Hero Caffee, Jalan Kepodang Semarang, Rabu (25/01/2023).

1. Kearifan lokal perlu ditingkatkan

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif untuk merawat bangunan tuaPakar bangunan cagar budaya oleh Unika Soegijapranata Semarang Tjahjono Raharjo memberikan informasi perkembangan wisata Kampung Melayu di Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Ia mengungkapkan, peran masyarakat nantinya bisa dijadikan pertimbangan dan masukan untuk memilih karakter wisata Kampung Melayu. Salah satunya menggali potensi kearifan lokal (lokal kebijaksanaan) sebagai pelengkap daya tarik wisata.

Lokal kebijaksanaan yang perlu dimunculkan, khususnya dalam hal kuliner seperti nasi kebuli sebagai pelengkap tempat wisata,” kata Tjahjono.

Baca Juga: Pemugaran Masjid Menara Melayu Semarang Butuh Dana Rp 170 Miliar

2. Penataan Kampung Melayu lebih baik dari Penataan Kota Lama

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif untuk merawat bangunan tuaPenari Tim Polda Jateng tampil di halaman Gereja Blenduk, Semarang. (Dok Polda Jateng)

Selain itu, selama ini dia memuji proses pengembangan pariwisata di Kampung Melayu yang cenderung lebih baik dari desain kota lama. Menurutnya, Pemkot Semarang mulai menyadari bahwa Kampung Melayu tidak membutuhkan lampu jalan sebanyak Kota Lama.

Pada desain lampu jalan di Kampung Melayu saat ini, kata dia, bentuk rumah warga lebih mencolok dibandingkan lampu sorot. Hal ini berbanding terbalik dengan konsep pemasangan lampu di kawasan kota lama yang lebih dominan menutupi bangunan tua di sepanjang Jalan Letjen Soeprapto, Semarang.

“Kami melihat penanganan di Kampung Melayu lebih baik daripada di kota lama. Tidak ada deretan lampu jalan. Di kota tua terdapat banyak lampu jalan yang menutupi bangunan. Jadi ketika Anda melihat lampu di malam hari, lampu menyala. Sedangkan keindahan bangunan bersejarah itu tersembunyi di balik lampu,” katanya.

3. Ketinggian jalan merusak keindahan bangunan Kampung Melayu

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif untuk merawat bangunan tuaHiruk pikuk jalur utama dari Kampung Melayu Semarang di sore hari. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Meski demikian, ia menyoroti kondisi Jalan Layur sebagai pintu masuk utama Kampung Melayu yang ditinggikan Pemkot Semarang. Dia menegaskan peninggian badan jalan justru merusak keindahan arsitektur bangunan tua Kampung Melayu. Selain itu, banyak rumah adat yang terlihat rapuh dan roboh.

Ketinggian jalan juga membuat bentuk rumah Kampung Melayu menjadi kerdil dan tidak sedap dipandang oleh wisatawan.

Lanjutkan membaca artikel berikut

Favorit Editor

“Di Kampung Melayu, sayang sekali bentuk bangunannya terasa lebih rendah dari jalanan. Proporsi bangunan lebih pendek dan kehilangan keindahan. Juga, banyak yang rapuh dan runtuh. Saran saya kepada Pemerintah Kota Semarang, saat melakukan revitalisasi jangan meninggikan jalan karena dapat merusak bangunan yang terdaftar. Ketika bangunan runtuh tidak menarik,” katanya.

4. Mengatasi banjir tidak dilakukan dengan meninggikan jalan

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif untuk merawat bangunan tuaProses revitalisasi Kampung Melayu Semarang di Jalan Layur, Kampung Kuningan. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Menurutnya, peninggian jalan bukan cara mengatasi banjir di Kampung Melayu Semarang. Yang perlu dilakukan untuk mengatasi banjir adalah memperbaiki saluran drainase air.

“Menangani banjir tidak dilakukan dengan meninggikan jalan, melainkan dengan memperbaiki saluran air. Dan berurusan dengan kepadatan rumah dan perkampungan kumuh ketika berhadapan dengan konsep mempercantik kementerian PUPR saya rasa kurang tepat. Tidak tepat hanya memoles tampilan tanpa mengikutsertakan partisipasi masyarakat,” jelasnya.

5. Insentif harus ditawarkan kepada warga Kampung Melayu

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif untuk merawat bangunan tuaWarga Kampung Melayu Semarang duduk saat pengukuhan Pokdarwis. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Selain itu, dosen arsitektur tersebut mengimbau kepada Pemkot Semarang agar mengeluarkan dana insentif untuk membantu warga yang merawat rumah adat dan bangunan bersejarah di Kampung Melayu. Pasalnya, upaya pemeliharaan bangunan tua membutuhkan biaya yang tinggi.

“Merawat bangunan tua itu mahal Kamu tahu. Dengan demikian, akan ada upaya pemerintah kota untuk mendorong warga merawat bangunan bersejarah di Kampung Melayu. Dan yang perlu dipikirkan kembali adalah proses pengusulan insentif yang sangat sulit dan memakan waktu lama untuk diperbaiki. Selama ini, banyak pemilik bangunan terdaftar yang kesulitan mengajukan subsidi. Dalam menyelenggarakan pariwisata di Kampung Melayu, jangan hanya membidik pariwisata saja. Dampak langsungnya harus dirasakan oleh masyarakat. Jangan sampai seperti Kota Lama dimana restoran dan kafe tidak memperhatikan lingkungan masyarakat,” imbuhnya.

6. Kepala Desa Dadapsari meminta masukan dari para akademisi

Warga Kampung Melayu Semarang harus diberi insentif untuk merawat bangunan tuaDadapsari Lurah Puji Winarni (baju merah) berpose bersama anggota PKK. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sementara itu, Puji Winarni, Kepala Kelurahan Dadapsari mengatakan, kawasan yang bertugas mengelola Kampung Melayu ini nantinya akan dinilai seberapa besar potensi wisatanya.

“Kami mendirikan Pokdarwis. Pokdarwis juga sudah berjalan selama sebulan. Nah itu PR kita bagaimana membuat pariwisata menjadi menarik sehingga Kampung Melayu menjadi destinasi Semarang kuno yang menyatu dengan Kota Tua, Kauman dan Pecinan,” ujarnya. kali IDN.

Saat ini sudah ada 90 warga yang terlibat sebagai anggota Pokdarwis Kampung Melayu. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mencari masukan dari kalangan akademisi dan pemerhati sejarah untuk mengembangkan konsep wisata Kampung Melayu seperti apa yang akan digarap.

“Kami masih berkoordinasi dengan Pemprov DKI agar ada kajian teknis yang mendalam,” pungkasnya.

Baca Juga: KPTS Jelajah Kampung Melayu Semarang, Lihat Rumah Jawa Tionghoa Hadramaut

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button