Wajah baru Fort Van den Bosch yang eksotis, berusia 178 tahun - WisataHits
Jawa Timur

Wajah baru Fort Van den Bosch yang eksotis, berusia 178 tahun

Wajah baru Fort Van den Bosch yang eksotis, berusia 178 tahun

Setelah dipugar selama dua tahun, bangunan bersejarah yang dibangun antara tahun 1839 dan 1845 ini siap menjadi ikon baru pariwisata, pendidikan, dan cagar budaya di Kabupaten Ngawi dan Jawa Timur.

KEBENARAN, kompleks bangunan bergaya Eropa abad ke-18 ini belum resmi dibuka dan terbuka untuk umum. Namun, sejak akhir tahun lalu, Benteng Van den Bosch sudah dibanjiri pengunjung. Ribuan turis dari Ngawi dan tempat lain datang dan pergi.

Mereka ingin melihat bangunan dengan nama lain Benteng Pendem itu setelah dipugar sejak 21 Desember 2020. Tentu hasil renovasi fasad benteng yang terletak di Desa Pelem Kabupaten Ngawi ini bisa menarik perhatian setiap orang yang memandang. Bahkan jika mereka hanya diizinkan menonton dari halaman.

Wajah Benteng Van den Bosch sebenarnya sudah berubah 180 derajat. Dulu, sebelum dipugar, bangunan ini sangat terbengkalai. Pepohonan dan tanaman liar, bau tak sedap, kotoran kelelawar menjadi “hidangan utama”.

Pasca pemugaran, benteng yang terletak di pertemuan dua sungai yakni Bengawan Solo dan Bengawan Madiun ini begitu estetis. “Beda banget dengan saat saya berkunjung tahun 2019 lalu,” kata Riyaya Hajja Nugrohowati, warga Desa/Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi.

Kecantikan wajah Benteng Pendem juga membuat Aprilia Putri warga Cepu, Blora, Jawa Tengah jauh-jauh pergi. Menurutnya, pemandangan bangunan bergaya Eropa ini bisa menjadi background foto yang bagus untuk ditampilkan di media sosial. “Bagus untuk foto-foto,” katanya.

Pemugaran Benteng Pendem dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Menggunakan konsep reuse adaptif. Yakni mengembalikan konstruksi bangunan ke kondisi semula dengan meminimalisir perubahan.

Selain itu, fungsinya juga akan diubah. Ini bukan lagi benteng pertahanan tetapi tujuan dan museum untuk wisata heritage. “Karena tujuannya untuk melestarikan makna budaya,” ujar Kasat PPPW II Any Virgiany.

Pemugaran Benteng Van den Bosch mencakup 13 bangunan utama. Rinciannya 7 bangunan inti, 4 bastion (benteng) dan 2 pintu masuk: depan dan belakang. Selain perbaikan struktur bangunan, bagian dalam dan luar Benteng Pendem juga direnovasi. Sejumlah fasilitas baru untuk mendukung fungsi bangunan juga telah ditambahkan. Seperti mekanikal, elektrikal, plumbing dan pedestrian di sekitar benteng.”Pekerjaan sudah 100 persen selesai,” tandasnya.

Dinding benteng juga diperbaiki. Plester lama dicopot lalu diganti dengan yang baru. Dengan konsep plesteran bernapas. Hingga kini, kandungan garam yang tinggi dan kelembapan di sekitar benteng membuat struktur tembok rentan rusak. “Dengan konsep stuko bisa bernafas. Air di dalam tembok bisa bocor keluar dan air dari luar tidak bisa masuk,” jelasnya.

Namun, tidak semua dinding benteng diplester dan dicat ulang. Ada beberapa yang meninggalkan batu yang terlihat. “Ini merupakan media untuk mengedukasi masyarakat tentang sejarah struktur bangunan,” ujarnya.

Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono menegaskan Benteng Van den Bosch akan memiliki tiga fungsi utama. Yakni pendidikan sejarah, destinasi wisata dan pengembangan ekonomi umat. “Akan ada multiplier effect. Pengembangan sektor pariwisata tidak hanya sebagai sarana edukasi, tetapi juga berdampak pada perekonomian warga sekitar,” ujarnya.

Memori pertempuran Pangeran Diponegoro

RESTORASI Benteng Van den Bosch merupakan titipan Presiden Joko Widodo usai berkunjung ke Ngawi pada Februari 2019 lalu. Bangunan tersebut menjadi salah satu bukti perjuangan luar biasa Pangeran Diponegoro melawan penjajah.

Perang Diponegoro tahun 1825–1830 menjadi salah satu alasan pemerintah Belanda membangun benteng di Ngawi. “Melalui pemugaran Benteng Van den Bosch, masyarakat ingin bercerita,” kata Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono.
EKSOTIS: Setelah dipugar, suasana di dalam Benteng Van den Bosch berubah dari benteng pertahanan menjadi museum peninggalan dan objek wisata. (Asep Syaeful/Jawa Pos Radar Ngawi)

Pembangunan benteng ini merupakan gagasan Gubernur Jenderal Van den Bosch setelah mendapat perintah dari Raja William I untuk memulihkan stabilitas ekonomi dan keamanan setelah berakhirnya Perang Jawa.

Konsep pertahanan Jawa dilanjutkan oleh Van der Wijck. Salah satunya dengan membangun beberapa benteng pertahanan. Seperti Benteng Willem I di Ambarawa, Benteng Prins Frederik

di Batavia, Benteng Pangeran Oranye di Semarang, Benteng Pangeran Hendrik di Surabaya, Benteng Jenderal Van den Bosch di Ngawi dan Benteng Jenderal Coohius di Gombong, Kebumen.

Bupati Ony menjelaskan, narasi sejarah menempatkan pemerintah Ngawi bertugas menjaga dan mengelola warisan budaya bangsa. ”Sesuai dengan perintah Bapak Presiden. Jumlah langkah kita

lakukan,” katanya.

Setelah Benteng Van den Bosch ditetapkan sebagai situs cagar budaya nasional, Pemkab Ngawi mengawal proses penyerahan aset dari Kementerian Pertahanan kepada pemerintah daerah. Selain itu, Pemkab telah membentuk lembaga administratif di bawah Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (disparpora) melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Destinasi Pariwisata Terpadu.

SEMUA BENTENG VAN DEN BOSCH

– Terletak di Desa Pelem, Kabupaten Ngawi

– Terletak di pertemuan dua sungai yaitu Bengawan Solo dan Bengawan Madiun

– Terpasang 1839-1845 setelah Perang Diponegoro (1825–1830)

– Dirancang khusus oleh Kepala Genius Jhr Carel van der Wijck pada 1833

– Masih menjadi aset Kementerian Pertahanan yang dikelola oleh Batalion Bersenjata 12/155GS/AY/2/2 Kostrad

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button