Untuk menyambut bulan Suro, diadakan karnaval budaya menuju Candi Borobudur - WisataHits
Yogyakarta

Untuk menyambut bulan Suro, diadakan karnaval budaya menuju Candi Borobudur

Harianjogja.com, MAGELANG – Komunitas Budaya Brayat Panangkaran Borobudur, Kabupaten Magelang menggelar karnaval budaya pada Minggu malam (31/7/2022).

Karnaval budaya berupa kain ratusan meter ini akan dimulai dari Jalan Medangkamulan menuju pelataran Candi Borobudur.

Karnaval budaya membawa tumpeng, keris (pusaka), kain putih dan lilin ke halaman Candi Borobudur, kata tokoh budaya Brayat Panangkaran Borobudur, Sucoro, dikutip dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Magelang, Kamis (28/7/2022).

Menurutnya, semua benda yang dipentaskan memiliki nilai makna yang luhur, seperti Tumpeng yang merupakan singkatan dari Tumapaking Penguripan-Tumindak Tumuju Pangeran Lempeng yang artinya melambangkan kepekaan dalam perjalanan hidup lurus menuju kesempurnaan.

Sedangkan keris merupakan senjata yang memiliki ‘roh spiritual’ atau sering disebut sebagai ‘pamor’. Keris dihormati dan memiliki kekuatan magis.

“Kain putih dimaknai sebagai simbol kesucian dan lilin sebagai simbol semangat dan penunjuk arah,” jelas Sucoro.

Sucoro menjelaskan, Bulan Suro dimaknai oleh banyak orang sebagai satu kesatuan. Dari perspektif Islam Jawa, Suro mengatakan itu berasal dari kata Arab Ashura, yang berarti 10. Pola perayaan Tahun Baru Hijriah yang secara resmi dilakukan oleh masyarakat Jawa pada masa pemerintahan Sultan Agung masih menjadi tradisi hingga saat ini.

Akulturasi tradisional budaya Jawa dan Islam menitikberatkan pada kedamaian batin dan keamanan jiwa. Oleh karena itu, pada malam Satu Suro biasanya diselingi dengan pembacaan doa dari semua yang hadir untuk merayakannya.

“Ini dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dan menolak kerusakan,” jelasnya.

Sucoro mengatakan, praktik budaya Suran biasanya dilakukan sebelum atau sesudah matahari terbenam, sering kali termasuk Mubeng Beteng atau di sekitar benteng keraton. Konsep Istana Mubeng Beteng sama dengan konsep Pradaksina, yaitu searah jarum jam. Secara batin, perjalanan menuju kesempurnaan hidup, untuk terus sadar (ingat) dan waspada. Eling di sini berarti manusia perlu mengingat siapa dirinya dan di mana posisinya sebagai ciptaan Tuhan. Sedangkan waspada artinya manusia juga harus waspada dan waspada terhadap godaan-godaan yang menipu.

Mahakarya Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8 Masehi oleh Dinasti Kerajaan Syailendra. Candi Borobudur ternyata menjadi sebuah mahakarya, sebuah monumen persembahan suci umat manusia kepada Tuhan. Inspirasi yang diterima melalui praktik telah terwujud dalam persembahan suci sebagai pusaka, pustakawan, dan penyair bagi peradaban manusia.

“Kami berusaha menerjemahkan pesan-pesan nenek moyang melalui kegiatan budaya peringatan 1 Suro yang bertema ‘Memulihkan nilai-nilai spiritual Borobudur melalui tradisi,’” jelasnya.

Puncak acara ini adalah kenduri budaya, dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan potensi budaya lokal yang ada di kawasan Borobudur dan sekitarnya sehingga menjadi sebuah pertunjukan yang canggih. Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke kawasan Borobudur khususnya wisata malam.

“Menjadikan Ruwat Rawat Borobudur sebagai ruang komunikasi budaya yang diharapkan dapat mempertemukan seluruh komponen pelaku pariwisata, perjalanan wisata, pelaku pariwisata, budayawan lokal, nasional dan asing, serta pemerintah,” harapnya.

Source: news.harianjogja.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button