Unik! Warga di Malang menyulap rumahnya dengan nuansa kelenteng Tionghoa - WisataHits
Jawa Timur

Unik! Warga di Malang menyulap rumahnya dengan nuansa kelenteng Tionghoa

Unik!  Warga di Malang menyulap rumahnya dengan nuansa kelenteng Tionghoa

WAKTU INDONESIA, MALANG – Ada keunikan di sudut gang 11 kawasan Sanan kota Malang. Jika Anda menyusuri gang, Anda akan menemukan sebuah bangunan berlantai dua yang sekilas terlihat seperti kelenteng Cina.

Bangunan itu milik Norhasim AM (57). Bangunan itu bukan tempat ibadah, melainkan rumah Norhasim dan keluarganya sejak tahun 1980-an.

iklan

Rumah bergaya pagoda Tionghoa ini lengkap dengan berbagai ornamen mulai dari lampu, lukisan, keramik kuno yang menempel di dinding, hingga patung bergambar naga dan mural seperti dewi Tiong Hoa dalam kepercayaan Tionghoa.

Terpesona oleh bangunan kuil Cina

pagoda-china-2.jpg

Norhasim mengubah rumahnya menjadi kuil Tionghoa sejak 2006. Dia bekerja sendirian selama 8 bulan tanpa istirahat.

“Selama delapan bulan saya mengerjakan sendiri tanpa henti dari malam hingga pagi. Semuanya dikerjakan sendiri, mulai dari melukis hingga menggambar,” kata Norhasim, Rabu (18/1/2023).

Tidak ada inspirasi khusus, Norhasim hanya ingin mengubah suasana rumah biasa menjadi gaya kelenteng Tionghoa. Namun, Norhasim mengaku senang melihat ornamen dan desain bangunan candi seperti saat melihat Kelenteng Eng An Kiong di Jalan Martadinata, Kota Malang.

“Saya selalu bepergian. Saya senang ketika melihat rumah ibadah pura di Malang. Juga, saya senang dengan latar belakang Cina seperti gambar di dinding,” katanya.

Sejak saat itu, ia tiba-tiba memiliki keinginan sendiri untuk mengubah bangunan rumahnya menjadi kelenteng layaknya tempat pemujaan.

“Ya maunya eksentrik aja. Tiba-tiba jadi kepengen aja. Nggak coba-coba, ujung-ujungnya gitu,” ujarnya.

Norhasim bukan keturunan Cina

Meski rumahnya didesain ala rumah ibadah Tionghoa, Norhasim mengaku sama sekali bukan keturunan Tionghoa.

“Bukan Cina saya. Saya baru mulai menyukai budaya Tionghoa dan ornamennya,” katanya.

Ia menyelaraskan semua ornamen dan desain yang mirip dengan rumah ibadah kelenteng Tionghoa.

Selain melihat langsung bagaimana letak candi di Malang, ia juga sering membaca referensi, seperti buku yang dimilikinya.

“Saya baca dan lihat juga gambar lain untuk inspirasi, akhirnya saya adaptasi seperti pagar ini, saya ubah juga,” ujarnya.

Kolektor barang antik Cina

Selain melihat eksterior rumahnya yang menyerupai tempat pemujaan kelenteng Tionghoa, Norhasim ternyata juga seorang kolektor barang antik dan kaset audio.

Saat Anda melihat ke dalam rumahnya, ada banyak barang antik di toko. Norhasim mengaku mulai mengoleksi barang-barang tersebut pada tahun 1992.

“Dari pernak pernik hingga koleksi di dalamnya, saya sudah mencarinya sendiri,” ujarnya.

Ia mengaku mendapat koleksi berbeda dari pedagang loak. Mulai dari Malang, Surabaya, Pasuruan hingga Mojokerto.

Jika Anda melihat ke dalam rumah, kaset-kaset kaset ditumpuk di lantai satu. Lalu, agak ke dalam, beberapa poster tua digantung di dinding rumah Norhasim.

Menuju lantai dua, banyak buku-buku tua yang tersusun rapi di sudut lemari. Mulai dari buku sejarah Indonesia hingga buku berbahasa Mandarin.

Kemudian ada juga berbagai foto-foto lama yang memperlihatkan kota tua Malang. Lalu ada juga foto-foto wajah orang Tionghoa kuno yang juga ditempel di dinding rumahnya.

“Saya mendapatkan semuanya di toko loak, saudara. Jadi saya selalu suka berburu kutu seperti ini. Ya seperti buku, kaset, lampu, poster dan gerabah,” ujarnya.

Sering tertukar dengan tempat ibadah Tionghoa

pagoda-china-3.jpg

Rumah Norhasim sebenarnya berbeda dengan rumah-rumah di sekitarnya. Bisa dibilang rumahnya adalah satu-satunya rumah yang bergaya pagoda Tionghoa.

Alhasil, rumahnya kerap dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Mereka berfoto di teras rumah yang identik dengan pola dan ornamen khas kelenteng Tionghoa.

Tak dipungkiri juga banyak wisatawan yang menganggap rumah Norhasim sebagai tempat ibadah.

“Tiba-tiba banyak orang datang. Kunjungan rata-rata adalah tempat ibadah. Ya begitu mereka tahu ini rumah pribadi, mereka tinggal foto-foto saja,” terangnya.

Ia mengaku turis asing sering datang ke rumahnya. Namun, itu bukan orang Cina, tetapi sebagian besar warga negara Jepang dan Eropa lainnya.

“Orangnya banyak yang datang dari Jepang. Lalu kadang orang bule datang ke sini untuk foto-foto,” imbuhnya.

Memelihara bangunan melalui penjualan buku dan produksi tempe

Norhasim tinggal di Sanan, Kota Malang, pekerjaan utamanya tentu saja membuat tempe. Selain sebagai penghasil tempe, ia juga bekerja sebagai penjual buku.

Tentu saja, dari hasil pekerjaan tersebut ia pergi untuk mengurus rumahnya yang kini bergaya kelenteng Tionghoa.

Banyak hal yang harus ia urus, mulai dari cat hingga ornamen, yang perlu ia urus secara rutin.

Hal ini dilakukan agar rumah tetap terlihat bersih dan cat tetap enak dipandang.

“Dananya saya sendiri, diambil dari keseharian saya. Jika saya mengumpulkan lebih banyak, saya akan terus mengurusnya. Karena catnya mengelupas, saya langsung cat ulang dan saya cat ulang,” tutupnya.

**) Ikuti berita terbaru KALI Indonesia di dalam Berita Google

Klik tautan ini dan jangan lupa untuk mengikutinya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button