Turis mancanegara menyebut Desa Sade Lombok Scamming Village, demikian penjelasan Sandiaga Uno - WisataHits
Jawa Tengah

Turis mancanegara menyebut Desa Sade Lombok Scamming Village, demikian penjelasan Sandiaga Uno

TEMPO.CO, jakarta – Seorang turis asing mengunggah video di TikTok yang mengatakan bahwa desa wisata tradisional Sade ada di Lombok, Nusa Tenggara Barat desa penipu atau desa palsu. Hal itu terungkap dalam video setelah turis tersebut membeli oleh-oleh dengan harga yang dianggap mahal di desa Sade.

Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif Sandiaga Uno menyatakan hal itu tidak benar. Yang terjadi adalah salah persepsi dan komunikasi.

“Dulu yang terjadi adalah salah persepsi karena kedua pihak tidak berkomunikasi dengan baik dan lancar sehingga terjadi ketidaksepakatan dengan Desa Wisata Sade yang ternyata tidak memperlakukan wisatawan dengan baik,” kata Sandiaga dalam keterangannya, Rabu, 21 Desember 2019. 2022 .

Karena itu, Sandiaga mengatakan pihaknya akan meningkatkan pelatihan dan pendampingan kepada pemangku kepentingan pariwisata dan industri kreatif, khususnya di desa wisata. Dalam hal ini, dia akan mengikutsertakan Poltekpar Lombok (Politeknik Pariwisata).

“Selain Bahasa Inggris, juga akan ada dukungan produk industri kreatif agar ada standarisasi kualitas dan harga dengan batasan harga yang wajar dan wajar untuk produk industri kreatif untuk wilayah Lombok Tengah,” ujar Sandiaga.

Menurut Sandiaga, Desa Wisata Sade pada dasarnya merupakan desa yang indah dengan budaya dan ekonomi kreatif yang kuat serta masyarakatnya. “Saya sudah beberapa kali ke sana dan kami akan terus memberikan dukungan dan pelatihan, termasuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris masyarakat,” ujarnya.

klarifikasi

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Sade Ardinata Sanah mengatakan, apa yang dirasakan wisatawan sangat keliru mengingat masyarakat di Desa Wisata Sade sudah lama sangat terbuka terhadap wisatawan dan selalu berusaha menjadi tuan rumah yang baik. “Namun, dengan segala pembatasan, kami tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan wisatawan yang bertanya kepada warga sekitar,” ujarnya.

Turis diketahui membeli oleh-oleh seharga Rp 60.000, namun dianggap kemahalan. Dia mengajukan penawaran tetapi karena komunikasi yang terbatas tidak ditemukan kesepakatan harga. Akhirnya dia memberikan uang itu.

“Masalahnya hanya kesalahpahaman soal harga, padahal harga sebuah souvenir tergantung kualitas kain tenun yang ditawarkan,” kata Sanah.

Desa wisata Sade berbenah

Kejadian itu cukup membuat gusar desa wisata tersebut. Namun, kampung adat suku Sasak itu segera direnovasi untuk menyambut wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sanah juga mengatakan kejadian itu akan menjadi pelajaran baginya untuk lebih baik lagi. “Kami mengidentifikasi kelemahan-kelemahan kami, maka insya Allah kami mulai berbenah untuk menjadi lebih baik,” ujarnya.

Sanah mengatakan, perajin tua tidak lagi menjual souvenir. “Mulai saat ini rata-rata penjual oleh-oleh di Desa Wisata Sade adalah usia produktif, tidak lagi kami berikan kepada orang tua untuk dijual,” ujarnya.

Saat ini kunjungan wisatawan ke Desa Sade masih stabil atau tidak ada penurunan setelah viralnya kasus dugaan penipuan tersebut. Menurut data administrasi setempat, jumlah kunjungan wisatawan domestik mencapai 200 hingga 300 orang per hari. Sedangkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara bisa mencapai 50 orang per hari.

Baca juga: Paresean, tarian perang dari Desa Sade

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button