Tradisi membakar replika kapal Wangkang menarik wisatawan - WisataHits
Jawa Barat

Tradisi membakar replika kapal Wangkang menarik wisatawan

Tradisi tahunan sembahyang leluhur atau pemakaman bagi masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat telah mencapai puncaknya. Jumat (1 Desember), yang bertepatan dengan hari ke-15 bulan ke-7 penanggalan lunar, adalah hari terakhir. Sholat dilaksanakan dan diakhiri dengan pembakaran replika kapal Wangkang.

Marsita Riandini, Pontianak

REPLIKA Sebuah perahu besar Wangkang bersandar di Kompleks Pemakaman Yayasan Bhakti Suci di Jalan Adisucipto, Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Pembakaran Wangkang merupakan puncak dari perjalanan panjang para arwah ke dunia. Sebagai ritual terakhir pemujaan leluhur yang dilakukan oleh orang-orang keturunan Tionghoa, penganut Konfusianisme, Taoisme dan Tridharma Buddhisme.

Perahu kayu, bambu, dan kain Cerucuk dibuat dalam waktu sekitar dua bulan. Setiap tahun, panjang dan tinggi kapal bertambah sekitar 5 cm, karena diyakini seiring waktu, suasana hati juga meningkat. Makna lain menyiratkan peningkatan gizi, usia dan kemajuan dalam hidup.

Sebelum “berlayar” semua kebutuhan disiapkan. Mulai dari replika kru hingga ruang penumpang. Ada juga pasukan khusus yang dipercaya membawa roh-roh yang tidak disembah, seperti roh yang meninggal saat masih lajang, atau anak perempuan. Pasukan mengenakan seragam kuning dan membawa drum.

Tak ketinggalan, uang doa juga dibawa untuk bekal selama “berlayar”. Berbagai makanan seperti kue, sayuran, buah-buahan dan kebutuhan pokok lainnya juga dimuat di kapal ini. Makanan tersebut awalnya berasal dari sumbangan dari para donatur.

Pada pukul 14.00, orang-orang dari berbagai suku dan agama berkumpul. Selain kapal Wangkang, tradisi mendoakan sanggahan juga menjadi daya tarik yang membuat masyarakat heboh.

Tak hanya menonton, ada juga yang ikut usai salat. Jika beruntung, Anda bisa membawa pulang wadah berisi buah, sayur, nasi, dan lain-lain. Itulah sebabnya ritual ini disebut doa rebutan.

Artinya, pada masa lalu masyarakat Tionghoa sekitar 100 tahun yang lalu, karakter gotong royong sudah sangat tinggi. Mereka yang mampu memberikan hal-hal yang harus dilakukan. Bagi yang tidak mampu, dibawa ke sana,” kata Yo Han Sia, Ketua Panitia Kremasi Kapal Rebutan Wangkang dan Sembahyang 2022.

Susanto Muliawan Lim, ketua YBS, mengatakan kegiatan tersebut merupakan bentuk pelestarian tradisi dan juga daya tarik wisata. Dua tahun sebelumnya, tempat ini sepi di depan penonton saat tradisi membakar Wangkang digelar. Tradisi berdoa untuk riba juga telah dibatalkan karena pandemi Covid-19.

“Ada gap tahun ini. Pandemi sudah memasuki kondisi endemik, jadi kami akan melakukannya lagi. Kami juga tidak membatasi penonton. Silahkan kalau mau lihat,” ujarnya.

Susanto berharap kegiatan ini dapat membawa berkah dan kesejahteraan bagi masyarakat Tionghoa dan masyarakat pada umumnya dari tahun ke tahun. “Ini momen unik tahun ini. Semoga kedepannya Covid tidak ada lagi sehingga kegiatan ini bisa kita tingkatkan lagi untuk menambah daya tarik wisata,” pungkasnya.**

Source: pontianakpost.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button