Tolak Pengelolaan Obyek Wisata oleh Perhutani, Pemdes di Situbondo Siap Mengadu ke Presiden - WisataHits
Jawa Timur

Tolak Pengelolaan Obyek Wisata oleh Perhutani, Pemdes di Situbondo Siap Mengadu ke Presiden

SURYA.CO.ID, SITUBONDO – Keindahan objek wisata Hutan Pantai Situbondo (BFS) di Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo sedikit demi sedikit terusik dengan status kepemilikan lahan. Hal itu terjadi setelah Pemerintah Desa (Pemdes) Klaakan malah memperjuangkan status lahan yang menjadi objek wisata karena juga diklaim oleh Perhutani Situbondo.

Sekarang ada saling klaim, tapi pemerintah desa setempat menolak pengurusan tanah BFS oleh Perhutani. Kepala Desa Klatakan (Kades) Narwiyoto mengatakan, berdasarkan data desa, baik data Kerawangan maupun Blok, sisi jalan utama setelah badan jalan di BSF jelas tertulis Tanah Negara (TN). .

“Menurut data di Desa Kerawangan disebut Tanah II atau Tanah Negara,” kata Narwiyoto MATAHARISelasa (22/12/2022).

Sebelumnya, lahan tersebut telah dibagi-bagi menjadi petak-petak, digarap dan ditanami oleh warga Desa Klatakan, karena saat itu dianggap belum digarap. Namun, lanjut dia, pada 2020 akan ada perusahaan pariwisata yang bekerja sama dengan Perhutani.

Banyak warga yang mengadu ke desa karena perjanjian kerjasama itu dianggap sebagai tuntutan sepihak. “Taman nasional yang dikelola Perhutani jelas berbeda yakni di sisi utara jalan raya Pantura karena lahan kosong juga milik bersama,” jelasnya.

Narwiyoto menjelaskan, status tanah membentang dari barat ke timur dan TN yang sudah diajukan Pemkot.

“Misalnya di sebelah timur hutan pantai ujungnya TN dan sekarang jadi property. Bahkan di bagian barat hutan pantai, tanahnya sudah menjadi HGU. Jadi jelas kawasan itu TN, di hutan pantai yang sama, maka ada hak perjanjian kerjasama dengan Perhutani,” kata Narwiyoto.

Sebelumnya, memang tidak ada koordinasi yang baik antara pengelola hutan pantai dengan pemerintah desa, sehingga pihaknya akan berupaya mensosialisasikan lembaga-lembaga yang terkait dengan negara.

“Ya kita koordinasikan, kalau perlu akan kita kirim surat ke Presiden, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) atau Dinas Kehutanan dan termasuk instansi lain yang terkait dengan tuntutan sepihak ini,” jelasnya.

Dikatakannya, pada 17 Agustus 2022, pemerintah desa kedatangan tamu dari DLH Provinsi Jawa Timur dengan surat tugas penyidik ​​untuk meminta keterangan adanya tindak pidana penyerangan di Hutan Pantai, yakni terkait penyusutan hutan mangrove.

“Dulu ada pohon bakau di pinggir laut, tapi kalau dilihat sekarang sudah berkurang. Sekarang pun saya yang dimintai keterangan, tapi belum tahu hasilnya,” kata Narwiyoto.

Sementara itu, Kepala Tata Usaha Perhutani Bondowoso, Andi Andrian mengatakan, pihaknya adalah pengurus tetapi bukan pemilik tanah. Karena pemilik properti di BFS adalah Kementerian Kehutanan.

Menurut Andi, Perhutani diberikan hak pengelolaan sebagai hasil dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010. “Jadi kalau bukan negara BUMN, salah besar. Itu TN yang ditetapkan sebagai kawasan hutan,” kata Andi saat rapat MATAHARI di Polsek Situbondo.

Disinggung soal kedatangan penyidik ​​DLH provinsi, Andi menjelaskan tidak ada masalah karena pihaknya sudah mengikuti prosedur. “Saya heran kenapa semua menjadi masalah saat dikembangkan, ke mana pemerintah desa pergi saat tanahnya kosong?” tanyanya.

“Setelah daerah dikembangkan, semua orang mulai ribut. Namun pada prinsipnya kami hanya ingin bertani di kawasan lindung karena berada di kawasan pesisir. Kami hanya bertani, tidak ada penebangan,” pungkasnya. *****

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button