Tim Pengabdian Masyarakat UI Tingkatkan Kemampuan Tafsir Simbol Seni Jaranan Buto di Sanggar Tari Sayuwiwit Desa Tegalarum - Detik Event - WisataHits
Jawa Timur

Tim Pengabdian Masyarakat UI Tingkatkan Kemampuan Tafsir Simbol Seni Jaranan Buto di Sanggar Tari Sayuwiwit Desa Tegalarum – Detik Event

Banyuwangi – Kekayaan sumber daya alam Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung timur Jawa Timur memang tak perlu diragukan lagi.

Kabupaten Banyuwangi memiliki garis pantai kurang lebih 175 km dan terletak di kawasan pesisir. Kondisi alam tersebut membuat Banyuwangi menjadi salah satu daerah penghasil ikan terbesar di Indonesia bahkan telah diekspor ke luar negeri.

Selain ketenaran dalam pengembangan sumber daya alam, khususnya perikanan, potensi wisata budaya di Kabupaten Banyuwangi juga menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah daerah maupun pusat dan masyarakat sipil, yang peduli dengan keberadaan sumber daya budaya yang ada.

Wisatawan lokal maupun mancanegara semakin tertarik ke Kabupaten Banyuwangi seiring dengan kekayaan sumber daya budaya yang ditebar dan dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi.

Mungkin bukan hanya karena ketenaran tari Gandrung lokal, Banyuwangi sebenarnya telah menjadi daerah yang dicintai karena sumber daya budayanya yang luar biasa.

Sanggar Seni Tari Sayuwiwit adalah klub dansa yang populer tidak hanya di kalangan generasi muda tetapi juga di kalangan generasi tua di Banyuwangi.

Para leluhur yang memberikan ilmu kepada generasi muda tentu ikut serta mengarahkan dan menampilkan seni budaya tari.

Ada sebuah tarian yang sangat populer di Banyuwangi sebagai titik pengembangan, pengembangan dan pelestarian yaitu tari Jararan Buto.

Ada narasi di balik tarian Jaranan Buto beserta simbol-simbol yang merupakan kearifan lokal masyarakat Banyuwangi. Hingga saat ini tari Jaranan Buto ini masih lestari bahkan dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat diwariskan kepada anak cucu.

Keberadaan tari Jaranan Buto diakui sebagai ekspresi budaya yang layak menjadi acuan dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pembinaan, pengembangan dan pelestarian tari Jaranan Buto tentunya harus dibarengi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk itu, Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Darmoko, SS MHum, dengan anggota Ahmad Adam Maulana dan Moh Iqbal Fauzi, membawa sentuhan iptek dengan memberdayakan kemampuan memaknai simbol-simbol di balik kesenian Jaranan Buto di Banyuwangi, Jawa Timur.

Darmoko mengatakan untuk dapat memaknai suatu benda budaya diperlukan metode lokal yang dimiliki oleh nenek moyang orang Jawa, yaitu sanggit.

Ada istilah dalam Sanggit yang mengandung konsep tafsir, yaitu othak-athik gathuk atau othak athik mathuk. Dalam memaknai simbol-simbol seni Jaranan Buto, para tetua Jawa berusaha menyebarkan pengalaman, pengetahuan dan kesempatan untuk memahami benda-benda budaya Jaranan Buto baik dari segi bentuk maupun isinya.

Penafsiran dalam konteks makna suatu objek dalam budaya Jawa berkorelasi dengan sejarah (silsilah) dan agama (mitos), serta tradisi dan konvensi masyarakat setempat.

Untuk menginterpretasikan simbol-simbol seni Jaranan Buto, pelakunya harus memiliki imajinasi, kepekaan intuitif, kecerdasan, dan penguasaan kode budaya yang memadai sehingga makna interpretasi memiliki kriteria aktual, relevan, dan logis. Darmoko menambahkan, kriteria ini mengarah pada positioning yang benar dan benar (true and correct) dalam konsep tafsir Jawa.

“Karena seni Jaranan Buto mengandung teks naratif, maka interpretasi suatu objek budaya atau fenomena budaya dalam seni Jaranan Buto juga berorientasi pada hasil, yang mengedepankan kriteria mungguh, mulih, tutug, dan kempel. Dalam konteks gagasan dan pemikiran, sesungguhnya dimaknai sebagai gagasan tentang konstruksi naratif yang memiliki sifat-sifat yang pantas dan sesuai dengan posisinya dalam kerangka etika dan estetika. Ini benar-benar dapat berarti pemikiran yang logis dan masuk akal secara logis.

Dalam konteks gagasan dan pemikiran, tuug diartikan sebagai gagasan konstruksi naratif berdasarkan penyelesaian peristiwa yang disajikan adegan demi adegan dari awal hingga akhir cerita.

Dalam konteks gagasan dan pemikiran, mulih diartikan sebagai gagasan konstruksi naratif berdasarkan pemecahan masalah yang dihadapi oleh tokoh utama. Pemecahan masalah di akhir narasi sesuai dengan masalah yang disajikan di awal cerita.

“Dalam konteks gagasan dan pemikiran, Kempel diartikan sebagai gagasan untuk konstruksi naratif berdasarkan jalinan masalah yang dihadapi oleh sekumpulan karakter yang dihadirkan adegan demi adegan,” katanya kepada porosmedia.com, Minggu (7/8). ). )

Metode penafsiran simbol dalam seni rupa Jaranan Buto ini diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut dari metode penelitian Darmoko dan kerangka konseptual teoritis dalam disertasinya tahun 2017 berjudul Wayang Kulit Purwa Lakon Semar Mbabar Jatidiri: Sanggit dan Wacana Kekuasaan Suharto. Disertasi menyatakan bahwa sanggit dapat dilihat baik sebagai konsep maupun metode untuk memaknai budaya lokal.

Penguatan kemampuan memaknai simbol seni Jaranan Buto dilakukan melalui workshop dan pembekalan bekerjasama dengan Aparatur Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dr. Kundofir, ST, MPd, Pj Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Suratno, SPd, MM Kepala, dilakukan oleh Museum Blambangan, Bayu Ari Wibowo, SS Korwil Sempu dan Srono Kabupaten Banyuwangi, Wiryanto, Kepala Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi dan tokoh masyarakat.

Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 5-7 Agustus 2022 ini dikoordinir oleh Presiden Sanggar Sayuwiwit, Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi Ibu Martin.

Ibu Martin merasa senang dan gembira atas kehadiran tim Pemers UI yang terdiri dari Dr. Darmoko, SS, M.Hum yang juga menyertakan mahasiswa dari Kabupaten Banyuwangi, Moh Iqbal Fauzi dan Ahmad Adam Maulana, untuk memberikan ilmu khususnya tentang tradisi lisan dan seni terkait pelestarian seni Jaranan Buto yang dipimpinnya.

Kegiatan Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2022 Tugas yang berjudul Pemberdayaan Kemampuan Menafsirkan Simbol Seni Jaranan Buto pada Sanggar Tari Sayuwiwit di Desa Tegalarum Kecamatan Sempu Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur menunjukkan terbangunnya suatu Tatanan sosial di masyarakat kehidupan dengan memperkuat rasa solidaritas sosial antar warga, menjaga prinsip saling menghormati dan prinsip kerukunan yang telah lama dijunjung dalam masyarakat semakin tergerus oleh budaya global.

Oleh karena itu, kegiatan ini berdampak pada masyarakat untuk memperkuat jati diri bangsa dengan terus meningkatkan kreativitas, rasa dan karsa, sehingga masyarakat menjadi lebih bijak dalam memaknai dan memaknai simbol-simbol budaya Jawa, khususnya di Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. .

Kesan dan pesan yang disampaikan oleh Ketua Sanggar Sayuwiwit dan sejumlah tokoh masyarakat Tegalarum sebagai berikut: “Kami Warga Sanggar Sayuwiwit dan Pemerintah Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terima kasih atas kerjasama yang terjalin oleh pihak Universitas. Indonesia melalui KKN 2022 yang bertajuk Pemberdayaan Kemampuan Menafsirkan Simbol Seni Jaranan Buto di Sanggar Tari Sayuwiwit di Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur oleh Dr. Darmoko, SS, M.Hum., Moh.Iqbal Fauzi, dan Ahmad Adam Maulana. Selanjutnya kami menyarankan agar Tim Pengabdian kepada Masyarakat UI dapat kembali ke desa kami di masa yang akan datang khususnya Sanggar Sayuwiwit untuk membina, mengembangkan dan memperkuat potensi warga kami di bidang lain sehingga desa kami nantinya dapat menjadi Laboratorium Lingkaran Budaya Jawa yang mampu melestarikan budaya Jawa secara lebih luas. Kami berharap dengan mampu memaknai simbol-simbol seni Jaranan Buto dapat memotivasi warga sanggar Sayuwiwit dan warga desa kami untuk berlatih dan belajar memaknai objek budaya Jawa secara lebih luas. Kedepannya, semoga Tim Pengabdian Masyarakat UI dapat kembali ke desa kami untuk program pemberdayaan lainnya di masa yang akan datang. Terimakasih banyak,”.

Source: www.detikperistiwa.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button