Tidak hanya di Jakarta pekan mode terhenti atas nama pesanan - WisataHits
Jawa Timur

Tidak hanya di Jakarta pekan mode terhenti atas nama pesanan

Seiring dengan semakin populernya Citayam Fashion Week di kawasan Dukuh Atas Jakarta Pusat, fenomena ini merambah ke sejumlah daerah lain di Indonesia.

Mirip dengan Jakarta, banyak anak muda menggunakan pusat kota di lingkungan mereka sebagai titik pertemuan, dan penyeberangan menjadi panggung untuk mengekspresikan gaya berpakaian mereka.

Di kawasan Bogor, Jawa Barat, para pemuda memilih Tugu Kujang yang terletak di pertigaan kampus Institut Pertanian Bogor di Baranangsiang. Lokasi pilihan kini berada di Bandung, Jalan Braga dan Asia Afrika.

Begitu juga di beberapa daerah di Jawa Timur. Di Surabaya, Jalan Tunjungan menjadi catwalk di depan gedung Siola. Di Malang, street fashion show digelar di kawasan Kampoeng Kayutangan Heritage. Sementara itu, para pemuda Madiun menggelarnya di Zebra Cross depan Plaza Madiun.

Tak hanya di pulau Jawa, demam Citayam Fashion Week juga merambah kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Landmark yang menjadi catwalk adalah jalur penyeberangan pejalan kaki di sekitar menara jam.

Kesamaan lain dari beberapa tindakan Pekan mode Jalan-jalan ini dikendalikan oleh pasukan keamanan.

Di Jakarta, Polres Metro Jakarta Pusat menutup sementara situs Citayam Fashion Week di area stasiun MRT Dukuh Atas. Pasalnya, kemacetan panjang hingga empat kilometer di Jalan Jenderal Sudirman.

Mengutip kantor berita DiantaraKapolres Metro Jakarta Pusat Kompol Komarudin mengatakan, arus lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman utara mulai dari kawasan Dukuh Atas hingga Semanggi dan Senayan mengalami kemacetan.

Menurut dia, penutupan sementara penyeberangan di Jalan Tanjung Karang merupakan upaya untuk menormalkan kemacetan. Menurutnya, kemacetan akibat kegiatan yang berkaitan dengan Citayam Fashion Week sudah menjadi kebiasaan selama empat hari berturut-turut sejak Jumat (22/7) pekan lalu.

“Setelah kita menerapkan penutupan sementara, bisa normal kembali dalam waktu sekitar setengah jam,” kata Komarudin dari Polres Metro Jakarta Pusat, Rabu (27/7).

Kemacetan muncul karena banyaknya orang yang berkumpul tidak hanya untuk peragaan busana, tetapi juga fotografer dan pembuat konten di media sosial yang telah bersatu di ruang ini.

Akhirnya fungsi plester dan jalur penyeberangan pejalan kaki untuk mengganggu pejalan kaki. Bahkan, jalur pejalan kaki dan sepeda juga dipenuhi dengan tempat parkir sepeda motor ilegal.

Petugas gabungan dari kepolisian, Satpol PP hingga Dinas Perhubungan Jakarta Pusat juga akhirnya mengerem kendaraan yang diparkir sembarangan. “Kami akan mengontrol dan mengembalikan fungsi pedestrian,” ujarnya.

Demikian pula, kegiatan Tunjungan Fashion Week telah dihentikan di Surabaya atas nama pesanan. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan melalui akun Instagram resminya mengapa Pemkot Surabaya terpaksa melakukan hal tersebut.

Menurutnya, pengendalian dilakukan untuk kepentingan bersama yaitu menjaga kenyamanan pengguna jalan dan kegiatan yang tidak menimbulkan kemacetan. “Ini bukan tentang tidak pro-kreasi atau pro-kreasi khas anak muda,” katanya di akun Instagram-nya, dikutip Kamis (28 Juli).

Jika Anda melihat data, acc Laporan Mobilitas Masyarakat selama pandemi Covid-19 diterbitkan oleh Google, tren peningkatan mobilitas warga paling terlihat di tempat-tempat wisata outdoor seperti taman nasional, pantai, dermaga, taman hewan peliharaan, lapangan terbuka, dan taman umum.

Saran Eri agar peragaan busana tidak mengganggu aktivitas publik sebaiknya dilakukan saat jalan ditutup, seperti saat akhir pekan. B. Momen Hari tanpa kendaraan bermotor. Alternatif lain yang terjadi di ruang publik lain seperti Balai Pemuda dan berbagai ruang terbuka hijau. “Atau pada pejalan kaki dengan konsep terencana dan berlisensi sehingga dapat ditata sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi kenyamanan masyarakat luas,” ujarnya.

Eri menjelaskan, Pemkot Surabaya mendukung kegiatan kreatif di masyarakat. Sejak November 2021, konsep “Tunjungan Romansa” juga telah diluncurkan secara khusus di Jalan Tunjungan sebagai ruang untuk menciptakan seni, budaya, dan industri kreatif.

Beberapa event tersebut juga memiliki konsep menggunakan pedestrian zone, namun tertata dan tidak mengganggu pengguna jalan lainnya. “Musik, fashion, masakan dan berbagai kreasi menyatu di Tunjungan Romansa,” jelasnya.

Seruan serupa juga dilontarkan Polres Bukittinggi menanggapi aksi para pemuda menggelar Jam Gadang Fashion Week. Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Polisi Ghanda Novidiningrat mengimbau generasi muda untuk tidak menggunakan jalan raya sebagai koridor catwalk karena merupakan fasilitas umum.

“Mengenai viralnya kegiatan Fashion Week di Jakarta yang berdampak pada Kota Bukittinggi, kami usulkan agar diadakan di tempat yang lebih representatif,” kata Ghanda, Rabu (27/7) di Bukittinggi, seperti dikutip Diantara.

Dia menyarankan agar acara semacam ini bisa diadakan di tempat yang lebih besar untuk memberi ruang bagi penonton yang kreatif.

Butuh dukungan untuk menyalurkan kreativitas

Sebelumnya, sosiolog Universitas Indonesia, Ida Ruwaida menjelaskan, fenomena Citayam Fashion Week bisa diproduksi di tempat lain asalkan bisa dilakukan oleh pihak terkait tanpa mengganggu dan mematikan kreativitas.

Berdasarkan pengalaman Ida, tidak ada keberpihakan dan komitmen yang kuat dari negara atau pemerintah, khususnya dalam membangun tata kota ramah kelas menengah ke bawah.

Idealnya, keberadaan fasilitas publik terbuka seperti taman kota, lapangan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan perumahan. “Kalaupun ada kebijakan kota ramah anak, harus diakui itu masih slogan,” ujarnya Katadata.co.idMinggu (24/7) lalu.

Dari segi sosiologis, fenomena Citayam Fashion Week di Jakarta juga merupakan bentuk protes anak muda karena mereka membutuhkan ruang untuk hidup. Oleh karena itu, para remaja mencari tempat di mana mereka dapat memberikan kebebasan untuk kreativitas mereka.

“Kenapa dikemas dalam mode? Ini adalah bentuk protes terhadap ruang yang lebih besar. Modus selama ini hanya pemilik modal dan sumbernya di Sudirman Central Business District (SCBD) di mana uang triliunan rupiah berputar setiap hari,” kata sosiolog Sigit Rochadi dari Universitas Nasional. Katadata.co.idJumat (22.7).

Menurut Sigit, kegiatan ini merupakan upaya pemuda pinggiran Jakarta untuk mendapatkan pengakuan dan perhatian pemerintah untuk membangun ruang publik yang tidak dimonopoli oleh pemilik modal atau orang kaya. “Hebatnya, mereka yang dikritik karena tidak peka justru memanfaatkan teater anak-anak untuk menambah eksistensi mereka. Kalaupun ini protes terhadap mereka,” kata Sigit.

Source: katadata.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button