Tak hanya kota pelajar, emiten juga tersebar di Yogyakarta - WisataHits
Yogyakarta

Tak hanya kota pelajar, emiten juga tersebar di Yogyakarta

Jakarta, CNBC Indonesia – Meskipun Yogyakarta, yang berjarak lebih dari 500 km dari pusat keuangan Indonesia, dikenal sebagai tujuan wisata, ia juga memiliki industri lain dalam denyut nadi ekonominya. Setidaknya itulah yang bisa dilihat dari sejumlah perusahaan asal kota pelajar yang tercatat sebagai perusahaan publik dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Saat ini setidaknya ada lima emiten asal Yogyakarta yang beroperasi lintas industri. Berikut daftar lengkap perusahaan di Yogyakarta disertai kinerja keuangan dan saham, diperingkat berdasarkan kapitalisasi terbesar di BEI.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Saraswanti-Indoland Development (SWID)

Berdiri sejak 2010, emiten dengan kapitalisasi pasar Rp 1,16 triliun ini bergerak di bidang real estate dan real estate Properti. Perusahaan memiliki The Alana Yogyakarta Hotel, Innside by Melia Yogyakarta dan Apartemen Mataram City. SWID menggelar penawaran umum perdana (IPO) pada 7 Juli dan berhasil mengumpulkan dana Rp68 miliar setelah menerbitkan 6,31% saham barunya kepada investor publik.

Pada perdagangan pertama kemarin, saham SWID ditutup 8% lebih tinggi setelah menyentuh batas penolakan otomatis lebih dari (ARA) 35% di awal perdagangan.

Mengacu pada prospektus IPO, perseroan mencatatkan penjualan sebesar Rp127,23 miliar pada 2021, turun 17% dari 2020, awal pandemi COVID-19, ketika perseroan membukukan penjualan sebesar Rp153,14 miliar.rp. Sementara laba perseroan tercatat Rp 20,69 miliar, turun lebih dari setengahnya dari tahun lalu Rp 44,33 miliar.

Indo Catering Sukses (IBOS)

Didirikan di Yogyakarta pada tahun 2019, emiten dengan kapitalisasi pasar Rp 868 miliar ini bergerak di sektor makanan dan minuman, pengolahan makanan, restoran dan kafe, serta perhotelan. Perusahaan memiliki dan mengoperasikan restoran bergaya Eropa, D’Monaco Restaurant. IBOS mengadakan penawaran umum perdana (IPO) pada 25 April dan berhasil mengumpulkan Rs.160,74 crore setelah menerbitkan 20 persen saham barunya kepada investor publik.

Mengacu pada prospektus IPO, perseroan mencatatkan penjualan sebesar Rp 67,34 miliar pada 2021, naik 26% dari semula Rp 53,31 miliar pada 2020. Sementara itu, laba perseroan juga meningkat dari Rp 71 miliar menjadi Rp 8,67 miliar.

Saham perseroan saat ini diperdagangkan pada Rp108/saham, atau 8% di atas harga IPO Rp100/saham.

Sinergi Megah Internusa (NUSA)

Sama seperti dua perusahaan sebelumnya, emiten ini juga bergerak di bidang pariwisata dengan kapitalisasi pasar Rp 385 miliar. Perusahaan ini dikenal mengoperasikan hotel butik di Yogyakarta, yaitu “Lafayette Boutique Hotel”. NUSA mengadakan penawaran umum perdana (IPO) pada 12 Juli 2018 dan berhasil mengumpulkan Rs 180 miliar setelah menerbitkan 15,58 persen saham barunya kepada investor publik.

Saat ini perdagangan saham dibekukan oleh bursa dan telah menerima tiga pemberitahuan terkait keterlambatan pengumpulan laporan keuangan, belum melaksanakan RUPS dan pengawasan khusus dari bursa.

NUSA secara tidak langsung diketahui terlibat dalam pusaran kasus korupsi, hingga kabarnya aset-aset perusahaan disita sebagai hasil dari perjuangan hukum yang dilakukan oleh komisaris utama/pemegang saham mayoritas perusahaan, yang terlibat dalam mega-skandal seputar dugaan korupsi. di PT Asabri (Persia).

Dari sisi kinerja keuangan, perseroan terakhir menyampaikan laporan keuangan kuartal III 2019, dimana perseroan masih mengalami kerugian sebesar Rp11,31 miliar.

Pendapatan perseroan juga turun menjadi Rp8,78 miliar dari sebelumnya Rp9,76 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Perusahaan memiliki total aset Rp 817,91 crore, aset lancar Rp 323,16 crore, sisanya Rp 494,75 crore adalah aset tidak lancar.

Aset tersebut termasuk kepemilikan properti berupa tanah untuk pengembangan senilai Rp 420 miliar yang diperoleh pada tahun 2017 dan berlokasi di Batam. Selain itu, aset tetap lainnya berupa kepemilikan langsung sebidang bangunan hotel dan seluruh isinya mencapai Rp 74,64 miliar.

Liabilitas perseroan tercatat sebesar Rp 64,76 miliar yang dirinci menjadi kewajiban lancar sebesar Rp 23,33 miliar, termasuk utang kepada pihak berelasi yaitu kepada Benny Tjokrosaputro sebesar Rp 14,80 miliar.

Utang jangka panjang sebesar Rp 41,43 crore, termasuk utang kepada Bank BNI sebesar Rp 41,02 crore.

Akibat dari suspensi dan kondisi perusahaan yang berantakan, saham NUSA berpotensi untuk delisting atau disebut juga delisting.

Eastparc Hotel (OST)

Emiten dengan kapitalisasi pasar Rp 376 miliar ini didirikan pada tahun 2011 dan bergerak di bidang pariwisata, gastronomi, dan olahraga Pengelola acara. Saat ini, Perseroan memiliki dan mengoperasikan hotel bintang 5 yaitu Hotel Eastparc di Yogyakarta, dan memulai kegiatan komersialnya pada bulan Oktober 2013.

EAST melakukan IPO pada 9 Juli 2019 dan berhasil mengumpulkan Rp 54,66 miliar setelah menerbitkan 10% saham baru kepada investor publik.

Pada kuartal I tahun ini, perseroan mencatatkan pendapatan Rp 18,54 miliar dan laba bersih Rp 6,23 miliar.

Saham perseroan saat ini diperdagangkan pada Rp 91/saham atau 32% di bawah harga IPO Rp 133/saham. Sejak awal tahun, saham tersebut turun 5,21%.

Solusi Sukses Global (RUNS)

Emiten yang didirikan pada 2014 dengan kapitalisasi pasar Rp 170 miliar ini merupakan perusahaan teknologi dan tidak aktif di sektor pariwisata, berbeda dengan empat perusahaan sebelumnya. Perusahaan menyediakan solusi perangkat lunak perencanaan sumber daya perusahaan (ERP), pengembangan aplikasi khusus (CAD) dan layanan profesional yang terintegrasi dari proses bisnis hulu ke hilir untuk semua bisnis dari perusahaan menengah hingga besar.

RUNS menggelar penawaran umum perdana (IPO) pada 8 September 2021 dan berhasil mengumpulkan dana Rp 49,99 miliar setelah menerbitkan 20% saham barunya kepada investor publik.

Tahun lalu, pendapatan dari exit inkubator Telkom ini terjepit 78% dari Rp22,49 miliar menjadi hanya Rp4,94 miliar. Sementara itu, perseroan membukukan rugi Rp 10,91 miliar dari laba semula Rp 7,71 miliar pada tahun lalu.

Saham perseroan saat ini diperdagangkan pada Rp 173/saham, atau 32% di bawah harga IPO Rp 254/saham. Tahun ini, sahamnya turun 37%.

TIM PENELITIAN CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

artikel berikutnya

Ditinggal Pengendali, Begini Penjelasan Pengurus HKMU

Source: www.cnbcindonesia.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button